Blog Archive
fblike
balacinema
Balaguris89
widgeonline dan amungonline kirteng
networkedblogs
iklan adsensecamp
Penyakit-Penyakit Yang Meningkat Kasusnya Akibat Perubahan Iklim Global
13.24 |
Posted by
djoe-BG89
Perubahan iklim adalah suatu fenomena global. Perubahan iklim adalah berubahnya pola iklim global berupa peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi, meningkatnya penguapan di udara serta berubahnya pola curah hujan dan tekanan udara. Perubahan iklim ini menimbulkan dampak di berbagai bidang kehidupan manusia termasuk kesehatan. Dari segi kesehatan, perubahan iklim akan berdampak pada peningkatan frekuensi penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk seperti malaria, demam berdarah dan filariasis. Ini disebabkan naiknya suhu udara yang menyebabkan perkembangbiakan nyamuk semakin cepat. Selain itu, peningkatan suhu juga menyebabkan peluang terbukanya daerah baru sebagai endemik penyakit tersebut. Sementara intensitas hujan yang tinggi dengan periode yang singkat menyebabkan bencana banjir yang mengontaminasi persediaan air bersih. Pada akhirnya, perubahan iklim juga berdampak pada mewabahnya penyakit seperti diare dan leptospirosis yang biasanya muncul pascabanjir. Perubahan iklim global akan menyebabkan timbulnya berbagai penyakit infeksi baru seperti SARS dan flu burung. Perubahan iklim juga menyebabkan terjadinya penurunan produksi pangan yang akan meningkatkan kejadian gizi buruk.
PENUTUP
Diambil dari artikel oleh:
Khrisma Wijayanti
Pusat Penelitian dan Pengembangan dan Kebijakan Kesehatan
Departemen Kesehatan
Meningkatnya banjir dan badai karena perubahan iklim akan semakin mengancam Indonesia, laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menunjukkan adanya dampak-dampak dari perubahan iklim yang sudah ada dan yang mungkin terjadi di masa depan. WHO telah memiliki telaahan tentang perkiraan perubahan kesehatan global akibat perubahan iklim yang lengkap sampai tahun 2000 dan juga telah membuat perkiraan risiko kesehatan sampai dengan tahun 2030. Hasilnya menunjukkan bahwa perubahan iklim yang telah terjadi sejak pertengahan 1970-an telah menyebabkan 150.000 kematian dan kirakira lima juta kecacatan per tahun sebagai akibat meningkatnya jumlah penyakit. Berbagai penyakit baik yang menular maupun tidak menular berpotensi untuk meningkat akibat pengaruh kenaikan suhu bumi atau pemanasan global. Beberapa variabel yang merupakan komponen iklim seperti suhu lingkungan, kelembapan lingkungan, kelembapan ruang, kemarau panjang dan curah hujan mempengaruhi pertumbuhan dan penyebaran berbagai spesies mikroba dan parasit serta berbagai variabel kependudukan. Iklim juga berperan terhadap budaya dan behavioral aspect manusia.
Peningkatan suhu bumi memberikan dampak terhadap kesehatan penduduk bumi baik secara langsung maupun tidak langsung. Cuaca dan iklim berpengaruh terhadap patogenesis berbagai penyakit yang berbeda dan dengan cara berbeda satu sama lain pula. Salah satu pengaruh perubahan iklim adalah terhadap potensi peningkatan kejadian timbulnya penyakit yang ditularkan oleh nyamuk seperti Malaria, Filariasis, Chikungunya, Japanese Encephalitis, dan Demam Berdarah. Perubahan iklim juga mempengaruhi timbulnya berbagai penyakit infeksi baru seperti SARS, Avian Influenza, Ebola, West Nile Virus, Hantaan virus, Japanese Encephalitis serta banyak penyakit infeksi baru muncul maupun penyakit infeksi lama yang muncul kembali. Diperkirakan jika suhu meningkat 3°C pada tahun 2100, maka akan terjadi peningkatan proses penularan penyakit oleh nyamuk dua kali lipat. Peningkatan penyebaran berbagai penyakit terkait dengan perubahan iklim terjadi karena semakin banyak media, lokasi, dan kondisi yang mendukung perkembangbiakan bibit penyakit dan media pembawanya. Musim hujan berkepanjangan memperluas area genangan air dan menjadi tempat ideal perkembangbiakan nyamuk penyebab penyakit malaria dan demam berdarah.
Penyakit-penyakit ini selain berkaitan dengan perubahan iklim, juga berkaitan dengan perubahan perilaku dan mobilitas penduduk bumi. Tingginya radiasi ultraviolet juga diperkirakan dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap mikroba patogen, sehingga menjaditerkena penyakit infeksi. Kepadatan, pencemaran lingkungan dan lain sebagainya juga mempengaruhi timbulnya penyakit infeksi baru. Perubahan iklim juga mempengaruhi pola curah hujan dan menimbulkan kejadian bencana khususnya banjir. Seiring penggundulan hutan dan konversi lahan sumber emisi terbesar, terjadi peningkatan temperatur udara setiap tahun sejak tahun 1990. Curah hujan yang lebat juga meningkat hingga 3 persen per tahun. Saat ini sekitar 41 juta penduduk Indonesia bermukim di daerah pantai permukaan rendah yang berpotensi tenggelam lantaran kenaikan permukaan laut setinggi 15 sentimeter akibat kenaikan suhu permukaan bumi. Banjir akan menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Banjir merupakan penyebab tersebarnya agen penyakit dan wabah penyakit menular seperti leptospirosis, typhoid, diare dan cholera. Perubahan iklim juga menimbulkan bencana kekeringan. Bencana kekeringan pada dasarnya juga merupakan perubahan ekosistem yang akhirnya berdampak pada kesehatan. Salah satu dampak secara langsung adalah terhadap ketersediaan pangan terutama untuk penduduk miskin. Akibat kurangnya ketersediaan pangan dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk terutama pada balita. Pada tulisan ini akan dibahas pengertian perubahan iklim global dan beberapa penyakit yang akan meningkat kasusnya sebagai akibat perubahan ikim global.
PERUBAHAN IKLIM GLOBAL
Secara umum iklim didefinisikan sebagai keragaman keadaan fisik atmosfer. Sistem iklim dalam hubungannya dengan perubahan iklim menurut United Nation Framework Convention on Climate Change adalah totalitas atmosfer, hidrosfer, biosfer dan geosfer dengan interaksinya. Perubahan iklim didefinisikan sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi langsung atau tidak langsung oleh aktivitas/kegiatan manusia yang merubah komposisi atmosfer, yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang cukup panjang. Kegiatan manusia yang dimaksud adalah kegiatan yang telah menyebabkan peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, khususnya dalam bentuk karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrous oksida (N2O). Gas-gas inilah yang selanjutnya menentukan peningkatan suhu udara, karena sifatnya yang seperti kaca, yaitu dapat meneruskan radiasi gelombang pendek yang tidak bersifat panas, tetapi menahan radiasi gelombang panjang yang bersifat panas. Akibatnya atmosfer bumi makin memanas dengan laju yang setara dengan laju perubahan konsentrasi gas rumah kaca.
Perubahan iklim secara alami terjadi secara gradual. Sejak zaman revolusi industri pembakaran bahan bakar fosil meningkat secara nyata. Meningkatnya laju pertambahan penduduk dunia yang besar pada zaman modern, serta pemakaian dan eksplorasi bahan-bahan di bumi untuk memenuhi kebutuhan hidup inilah yang merubah dan mempercepat perubahan susunan atmosfer bumi. Perubahan iklim global tidak terjadi seketika, walaupun laju perubahan lebih cepat dibandingkan dengan perubahan iklim secara alami, perubahan terjadi dalam periode dekadal, sehingga issue perubahan iklim masih menjadi hal yang menimbulkan pro dan kontra. Perubahan konsentrasi gas rumah kaca global ini juga berpengaruh pada kenaikan suhu lokal, di Indonesia perubahan terjadi secara perlahan-lahan lebih kurang 0,03°C per tahun. Jika ditinjau dalam periode puluhan tahun (dibandingkan dengan puluhan juta tahun usia bumi kita) maka perubahan ini cukup besar. Apalagi jika kenaikan suhu menyertai kejadian iklim ekstrim. Perubahan iklim global ini memberikan dampak di berbagai bidang kehidupan termasuk kesehatan.
A. Penyakit Yang Ditularkan Melalui Gigitan Nyamuk
1. Malaria
Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyakarat utama di seluruh dunia. Dalam buku The World Malaria Report 2005, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menggambarkan walaupun berbagai upaya telah dilakukan, hingga tahun 2005 malaria masih menjadi masalah kesehatan utama di 107 negara di dunia. Penyakit ini menyerang sedikitnya 350-500 juta orang setiap tahunnya dan bertanggung jawab terhadap kematian sekitar 1 juta orang setiap tahunnya. Diperkirakan masih sekitar 3,2 miliar orang hidup di daerah endemis malaria. Malaria juga bertanggung jawab secara ekonomis terhadap kehilangan 12% pendapatan nasional, negaranegara yang memiliki malaria. Di Indonesia sendiri, diperkirakan 50% penduduk Indonesia masih tinggal di daerah endemis malaria. Menurut perkiraan WHO, tidak kurang dari 30 juta kasus malaria terjadi setiap tahunnya di Indonesia, dengan 30.000 kematian.
Pada survei kesehatan nasional tahun 2001 didapatkan angka kematian akibat malaria sekitar 8-11 per 100.000 orang per tahun. United Nation Development Program (UNDP, 2004) juga mengklaim bahwa akibat malaria, Indonesia sedikitnya mengalami kerugian ekonomi sebesar $ 56,6 juta pertahun. Kasus malaria di Jawa dan Bali selalu meningkat dari tahun ke tahun. Dari 18 kasus per 100 ribu penduduk pada 1998, menjadi 48 kasus per 100 ribu penduduk pada 2000, atau naik hampir tiga kali lipat. Sementara di luar Jawa dan Bali, terjadi peningkatan kasus sebesar 60% dari tahun 1998–2000. Kasus terbanyak ada di NTT yaitu 16.290 kasus per 100 ribu penduduk. Penyakit malaria merupakan penyakit yang endemis di Indonesia. Penyakit malaria sering dikaitkan dengan perubahan iklim, karena baik nyamuk Anopheles maupun Plasmodium sensitif terhadap perubahan iklim. Perubahan iklim akan mempengaruhi pola penularan malaria. Peningkatan suhu akan mempengaruhi perubahan bionomik atau perilaku menggigit dari populasi nyamuk, angka gigitan rata-rata yang meningkat (biting rate), perubahan kegiatan reproduksi nyamuk yang ditandai dengan perkembangbiakan nyamuk yang semakin cepat, pemendekan masa kematangan parasit nyamuk. Selain itu, peningkatan suhu juga menyebabkan terbukanya peluang daerah baru sebagai endemik penyakit tersebut. Dengan adanya pemanasan global, nyamuk yang menjadi vektor tersebut mampu untuk berkembang biak di daerah yang sebelumnya dianggap terlalu dingin untuk perkembangbiakan yaitu isotherm 16° Lintang utara dan Lintang selatan. Sejumlah penyakit memang endemis di wilayah tertentu, namun perubahan iklim berdampak terhadap penyebaran penyakit ke daerah lain. Anopheles adalah jenis nyamuk vektor utama penyakit malaria yang selama ini dianggap mampu berkembangbiak pada daerah tropis dengan suhu tidak kurang dari 16°C dan pada ketinggian kurang dari 1.000 m. Namun laporan terakhir menunjukkan nyamuk ini telah ditemukan di daerah subtropis dan pada ketinggian dimana anopheles sebelumnya tidak ditemukan seperti di Afrika Tengah dan Ethiopia.
Penelitian badan litbang depkes tahun 1999-2000 di kabupaten Banjarnegara, menunjukkan bahwa curah hujan dan indeks hujan berhubungan secara bermakna dengan kejadian malaria. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang masuk ke dalam tubuh manusia, ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina. Plasmodium penyebab malaria pada manusia adalah Plasmodium falcifarum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, plasmodium malariae. Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P. falcifarum dan P. vivax. Infeksi malaria dapat memberikan gejala klinik berupa gejala klasik maupun tidak klasik bahkan kadang-kadang asimtomatik. Hal ini dipengaruhi oleh imunitas tubuh dan virulensi strain Plasmodium. Pada penderita tanpa imunitas atau imunitas partial, gejala malaria dapat klasik atau bahkan cenderung berat. Gejala prodromal yang umum dan tidak spesifik berupa lesu, malaise, sakit kepala, nyeri pada tulang atau otot, anoreksia, perut tidak nyaman dan diare ringan. Gejala klasik yaitu terjadinya trias malaria secara berurutan yaitu 1) periode dingin, pada periode ini penderita malaria akan mengalami keadaan menggigil, seluruh badan bergetar, kulit dingin dan kering. Periode ini berlangsung selama 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur. 2) Periode panas, pada periode ini suhu tubuh tinggi bisa sampai 40°C atau lebih, kulit panas dan kering, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama daripada fase dingin, bisa sampai 2 jam atau lebih yang akan diikuti keadaan berkeringat.3) Periode berkeringat, pada periode ini penderita akan berkeringat seluruh tubuh, suhu tubuh turun, penderita merasa capek dan sering tertidur. Gejala trias malaria tidak selalu ada pada semua penderita, sering penderita hanya mengeluh satu atau dua gejala misalnya demam dan menggigil. Muka pucat yang disebabkan infeksi kronik malaria sering dijumpai pada penderita malaria di daerah endemis. Pada malaria berat dapat terjadi komplikasi berupa koma (malaria serebral), anemia berat Hb <5 gr% atau hematokrit <15%, gagal ginjal akut (kreatinin >3 mg%, urin <400 ml/24 jam), edema paru, hipoglikemia, gagal sirkulasi atau syok, perdarahan spontan dari hidung, gusi dan alat pencernaan, kejang berulang >2 kali per 24 jam. Upaya pemberantasan malaria dilakukan melalui pemberantasan vektor penyebab malaria yaitu nyamuk Anopheles. Untuk membunuh nyamuk dewasa dapat dilakukan dengan penyemprotan rumah dan sekeliling rumah dengan racun serangga. Untuk membunuh larva dapat dilakukan dengan cara kimiawi dan hayati. Pemberantasan larva nyamuk Anopheles secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan larvasida. Pemberantasan larva nyamuk Anopheles secara hayati dilakukan dengan menggunakan beberapa agen biologis seperti ikan pemakan jentik. Pencegahan penyakit malaria juga dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan hidup yaitu dengan pengubahan lingkungan hidup sehingga larva nyamuk Anopheles tidak mungkin hidup. Kegiatan ini antara lain berupa penimbunan tempat perindukan nyamuk.
2. Demam Berdarah Dengue
Jumlah kejadian DBD sepanjang tahun 2007 mencapai total 139.695 kasus (incidance rate 64 kasus per 100.000 populasi) dengan total meninggal mencapai 1.395 kasus (CFR 1 %). Keadaan DBD 2007 ini meningkat lebih tinggi dibanding keadaan tahun-tahun sebelumnya. Intergovernmental Panel on Climate Change tahun 1996 menyebutkan insiden DBD di Indonesia dapat meningkat tiga kali lipat pada tahun 2070. Tanpa pengendalian yang efektif Demam Berdarah akan mengganggu perekonomian negara dan bangsa. Penyebaran penyakit demam berdarah dipengaruhi perubahan iklim, karena perubahan iklim akan menyebabkan terjadinya perubahan dalam habitat nyamuk Aedes aegypti. Perubahan iklim menyebabkan peningkatan suhu udara dan curah hujan pada suatu daerah. Dengan tidak adanya sistem drainase yang baik maka akan terbentuk genangan-genangan air yang sangat cocok untuk tempat perkembangbiakan nyamuk-nyamuk tersebut. Perubahan iklim yang ditandai dengan peningkatan suhu rata-rata pun dapat mempengaruhi perkembang biakan nyamuk Aedes aegypti dengan memperpendek waktu yang diperlukan untuk perkembangan dari fase telur menjadi nyamuk dewasa. Pada suhu 26°C diperlukan 25 hari untuk virus dari saat pertama nyamuk terinfeksi virus sampai dengan virus dengue berada dalam kelenjar liurnya dan siap untuk disebarkan kepada calon penderita demam berdarah.
Sebaliknya, hanya diperlukan waktu yang relatif pendek yaitu 10 hari pada suhu 30°C. Faktor iklim yang panas dan lembab akibat musim hujan darat memperpanjang umur nyamuk Aedes aegypti. Demam berdarah dengue (DBD) atau dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili Flaviviridae, dengan genusnya adalah Flavivirus. Virus ini mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Selama ini secara klinik DBD mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda, tergantung dari serotipe virus Dengue yang menginfeksi. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara tropis dan subtropis. Disetiap negara, penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda. Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan subtropis. Kejadian penyakit DBD semakin meningkat dari tahun ke tahun dengan manifestasi klinis yang berbeda mulai dari yang ringan sampai berat. Manifestasi klinis berat yang merupakan keadaan darurat yang dikenal dengan dengue hemorrhagic fever (DHF) dan dengue shock syndrome (DSS).
Manifestasi klinis infeksi virus Dengue termasuk didalamnya demam berdarah dengue sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik, demam ringan yang tidak spesifik, demam dengue, demam berdarah dengue, hingga yang paling berat yaitu dengue shock syndrome (DSS). Pada demam dengue terjadi peningkatan suhu disertai sakit kepala, nyeri pada tulang dan otot, mual, muntah dan batuk ringan. Pada demam berdarah dengue gejala panas dapat pula terjadi gejala perdarahan berupa petechie, purpura, ekimosis, hematesis, melena dan epistaksis. Pada dengue shock syndrome timbul gejala renjatan yang ditandai dengan kulit lembab, dingin, sianosis perifer terutama tampak pada ujung hidung, jarijari tangan dan kaki, terjadi penurunan tekanan darah. Renjatan terjadi pada saat demam turun antara hari ke 3 dan hari ke 7. Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit demam berdarah dengue antara lain faktor host, lingkungan (environment) dan faktor virusnya sendiri. Faktor host yaitu kerentanan (susceptibility) dan respon imun. Faktor lingkungan (environment) yaitu kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, musim); kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk). Jenis nyamuk sebagai vektor penular penyakit juga ikut berpengaruh. Faktor agent yaitu sifat virus dengue. Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat yaitu :
1. Metode lingkungan, digunakan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh:
- Menguras bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
- Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali.
- Menutup dengan rapat tempat penampungan air.
- Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain sebagainya.
2. Metode biologis, pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang) dan bakteri (Bt.H-14).
3. Metode kimiawi, cara pengendalian ini antara lain dengan:
- Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.
- Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dan lain-lain sesuai dengan kondisi setempat.
3. Filariasis
Data subdirektorat filariasis departemen kesehatan tahun 1999 menyebutkan prevalensi filariasis di Indonesia bervariasi antara 0,5 persen hingga 19,64 persen dengan rata-rata 3,1%. Sedangkan jumlah penderita kronis berdasarkan pemetaan yang dilakukan oleh sub direktorat tersebut pada tahun yang sama mencapai 6.233 orang di 1.533 desa pada 231 kabupaten di Indonesia. Penyakit kaki gajah (filariasis/elephantiasis) hingga kini masih menjadi endemi di ratusan kabupaten di Indonesia.15 Di dunia sekitar 120 juta orang dari 80 negara menderita filariasis. Di Indonesia sekitar 10 juta orang telah terinfeksi filariasis, 150 juta orang hidup di daerah endemik (population at risk). Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh investasi satu atau lebih cacing filaria yaitu Wuchereria brancofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Masa inkubasi penyakit ini kurang lebih 1 tahun. Vektor utama penyakit ini adalah nyamuk Culex quinquefasciatus, Aedes dan Anopheles yang biasanya menghisap darah pada malam hari.
Di Indonesia hingga saat ini telah diketahui ada 23 spesies nyamuk dari genus Anopheles, Culex, Mansonia, Aedes dan Armigeres yang dapat berperan sebagai vektor penular penyakit kaki gajah. Gejala klinis filariasis Akut adalah: demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat; pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit; radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis); filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah; pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema). Gejala klinis yang kronis berupa pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti). Pencegahan dapat dilakukan dengan berusaha menghindarkan diri dari gigitan nyamuk vektor (mengurangi kontak dengan vector) misalnya dengan menggunakan kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi rumah dengan kasa nyamuk, menggunakan obat nyamuk semprot atau obat nyamuk bakar, mengoles kulit dengan obat anti nyamuk, atau dengan cara memberantas nyamuk; dengan membersihkan tanaman air pada rawa-rawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk, menimbun, mengeringkan atau mengalirkan genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk; membersihkan semak-semak disekitar rumah.
B. Penyakit Akibat Banjir
1. Diare
Banjir besar yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia mengawali tahun 2008. Dari segi kesehatan, banjir berdampak buruk bagi para pengungsi lantaran adanya perubahan pada tiga faktor penting penyakit, antara lain, kuman penyakit, lingkungan, dan daya tahan tubuh seseorang. Hal ini ditandai dengan munculnya berbagai macam penyakit. Hasil pemeriksaan kesehatan oleh Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia Medical Relief di 51 titik di Jakarta pada 3.000 pasien korban banjir menunjukkan, beberapa penyakit terbanyak yang diderita di antaranya diare, ISPA, leptospirosis dan penyakit kulit. Data Departemen Kesehatan memperlihatkan, diare menjadi penyakit pembunuh kedua anak di bawah usia lima tahun atau balita di Indonesia, setelah radang paru atau pneumonia. Saat terjadi pengungsian besar-besaran, kondisi kebersihan, baik lingkungan maupun makanan dan minuman yang dikonsumsi, sangat tidak memadai. Sebagian pengungsi juga memanfaatkan sumber air bersih yang telah tercemar banjir. Kualitas air minum yang buruk menyebabkan terjadinya wabah diare. Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Diare akan menyebabkan terjadinya dehidrasi yang akan membahayakan jiwa terutama pada balita dan orang lanjut usia. Penyebab diare bermacam-macam, bisa disebabkan oleh virus, di mana virus melekat para permukaan sel mukosa usus dan menyebabkan kerusakan pada sel-sel usus. Penyerapan pada usus menjadi menurun dan pengeluaran air dan elektrolit meningkat. Diare juga bisa disebabkan oleh enterotoksin atau racun yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium dan endotoksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus. Penyebab diare yang terbanyak adalah karena infeksi bakteri E. coli. Diare dapat dicegah dengan menjaga kebersihan diri dan kebersihan lingkungan. Membersihkan tangan dengan sabun, meminum air minum yang telah diolah, menggunakan air yang tidak terkontaminasi, pengelolaan sampah yang baik agar makanan tidak tercemar dan membuang air besar pada tempatnya akan mengurangi penularan diare.
2. Leptospirosis
Leptospirosis merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh mikroorganisma leptospira yang ditularkan melalui hewan pengerat terutama tikus, Penyakit ini sebenarnya sudah ada sejak abad 19 dan mulai muncul kembali sejak terjadinya banjir di Jakarta tahun 2002. Penyakit leptospirosis ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat terutama di negara tropis dan subtropis. Hal ini akibat curah hujan yang tinggi yang disertai dengan kesehatan lingkungan yang kurang baik sehingga mempermudah penularan leptospirosis. Kejadian leptospirosis di Indonesia cukup tinggi dan angka kematian karena penyakit ini cukup besar. Data dari Pusat Pengendalian Krisis Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa selama Februari 2007 di seluruh Jakarta, Tangerang, Bogor, Depok dan Bekasi, pasien leptospirosis mencapai 193 orang dengan 14 pasien meninggal. Manifestasi klinis yang timbul pada stadium awal adalah demam menggigil, sakit kepala, malaise, muntah, komjungtivitis, rasa nyeri otot betis dan punggung. Pada stadium dua akan timbul komplikasi pada beberapa organ tubuh terutama hati dan ginjal. Pada sekitar 5-10% penderita leptospirosis akan mengalami gejala ikterus yang berat yang disebut dengan sindrom Weil. Penularan leptospirosis terjadi jika ada kontak antara kulit yang luka dengan air, tanah dan lumpur yang telah tercemar oleh air kemih hewan yang terinfeksi bakteri leptospira.
Penanggulangan penyakit leptospirosis dapat dilakukan dengan cara menjaga kebersihan lingkungan terutama saat banjir, meng gunakan pelindung berupa sarung tangan dan sepatu bot untuk menghindari kontak dengan bahan-bahan yang tercemar bakteri leptospira, pemberantasan tikus yang merupakan reservoir penyakit ini.
C. Penyakit Infeksi Baru
1. Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS)
Perubahan iklim dan cuaca, ternyata mengakibatkan proses mutasi sejumlah jenis virus menjadi lebih cepat. Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang terletak di garis khatulistiwa, di antara dua benua dan dua samudera, merupakan yang paling rentan terkena dampak dari perubahan iklim dan cuaca. Pemanasan global mengakibatkan perubahan jalannya evolusi flora dan fauna, yaitu memudahkan kuman bertumbuh dan mutasi. Pada tahun 2003 mutasi corona virus yang baru menyebabkan pandemi severe acute respiratory syndrome (SARS) atau corona virus pneumonia (CVP). Setelah itu, muncul kasus hebat di kawasan Asia, Eropa dan Amerika Latin, yakni flu burung. Kasus SARS (severe acute respiratory syndrome) atau sindrom pernapasan akut berat pertama kali ditemukan di propinsi Guangdong (China) pada bulan November 2003. Severe acute respiratory syndrome (SARS) adalah penyakit infeksi pada jaringan paru manusia. Penyakit SARS ini mempunyai tingkat penularan yang tinggi terutama diantara petugas kesehatan yang selanjutnya menyebar ke anggota keluarga dan pasien-pasien Rumah Sakit. Angka kematian di antara penderita (CFR) diketahui sekitar 4%. Hingga saat ini SARS dilaporkan telah menyebar di berbagai negara ditandai dengan ditemukannya penderita yang dicurigai SARS. Dengan kenyataan di atas maka pada tanggal 15 Maret 2003, WHO menetapkan SARS merupakan ancaman kesehatan global (Global Threat) yang harus mendapat perhatian dari semua negara di dunia.
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan wilayah yang luas dan berbatasan dengan negara-negara terjangkit dan negara tempat ditemukannya penderita SARS. Keadaan ini menjadi ancaman terhadap masuknya penyakit ini ke wilayah Indonesia dan didukung oleh banyaknya jalur transportasi langsung dengan daerah-daerah di Indonesia. Pertama kali ditemukan di Asia pada pertengahan Februari, SARS telah menyerang lebih dari 450 orang di 3 benua dan menyebabkan pneumonia berat pada sebagian besar pengidap. Data terakhir yang dikumpulkan oleh WHO menunjukkan kecenderungan penyakit tersebut telah meluas di seluruh dunia. Pada bulan April 2003 jumlah kumulatif penderita SARS di seluruh dunia mencapai 2601 dengan 98 kasus kematian. Walaupun sampai saat ini penyebab pasti dari SARS belum diketahui, namun data laboratorium menunjukkan kemungkinan keterlibatan metapneumovirus (sejenis Paramyxovirus) dan Coronavirus sebagai virus penyebab. Infeksi Coronavirus pada manusia dapat menyebabkan penyakit saluran nafas bagian bawah yang berat baik pada orang dewasa maupun anak-anak serta dapat menimbulkan necrotizing enterocolitis (sejenis infeksi pada usus besar) pada bayi baru lahir. Penularan infeksi virus ini dapat terjadi melalui inhalasi pernafasan dari pasien-pasien yang menderita SARS pada saat batuk atau bersin, atau melalui kontaminasi tangan penderita. Gejala dan tanda-tanda klinis sindrom pernafasan akut berat atau severe acute respiratory syndrome (SARS) meliputi panas tinggi (lebih dari 38°C), disertai gejala-gejala gangguan pernafasan seperti batuk, sesak nafas dan gejala-gejala lain berupa sakit kepala, nyeri/kaku otot, lemas, nafsu makan menurun bercakbercak kemerahan dikulit, gelisah dan diare. Gejala klinis diatas biasanya timbul dalam 2 sampai 7 hari (pada beberapa kasus sampai 10 hari). Pada 10-20% kasus, gejala klinis terjadi sangat berat sehingga pasien memerlukan alat bantu nafas (ventilator).
Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan, mengkonsumsi makanan bergizi dan vitamin serta menghindari berpergian ke daerah-daerah yang dilaporkan terjadi wabah SARS.
2. Flu Burung
Pemanasan global mengakibatkan meningkatnya kasus flu burung (avian influenza/AI). Ini karena meningkatnya suhu udara mendorong peningkatan penguapan sehingga kondisi udara lebih lembab, sementara virus AI sangat menyukai kondisi lembab dan dingin. Secara kumulatif kasus Flu Burung di Indonesia pada tahun 2007 mencapai 118 orang, 95 orang diantaranya meninggal dunia. Angka kematian (CFR = Case Fatality Rate) 80,5% Pada Februari 2008 jumlah kasus flu burung di Indonesia mencapai 126 kasus dengan 103 orang meninggal dunia. Flu burung adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza yang ditularkan oleh unggas yang dapat menyerang manusia. Nama lain dari penyakit ini antara lain avian influenza.
Etiologi penyakit ini adalah virus influenza. Dikenal beberapa tipe virus influenza, yaitu; tipe A, tipe B dan tipe C. Virus Inluenza tipe A terdiri dari beberapa strain, yaitu: H1N1, H3N2, H5N1, H7N7, H9N2 dan lain-lain. Saat ini, penyebab flu burung adalah Highly Pathogenic Avian Influenza Virus, strain H5N1. Virus Influenza A (H5N1) merupakan penyebab wabah flu burung pada unggas. Secara umum, virus flu burung tidak menyerang manusia, namun beberapa tipe tertentu dapat mengalami mutasi lebih ganas dan menyerang manusia. Upaya pencegahan penularan dilakukan dengan cara menghindari bahan yang terkontaminasi tinja dan sekret unggas, dengan beberapa tindakan seperti mencuci tangan dengan sabun cair pada air yang mengalir sebelum dan sesudah melakukan suatu pekerjaan, melaksanakan kebersihan lingkungan dan melakukan kebersihan diri, tiap orang yang berhubungan dengan bahan yang berasal dari saluran cerna unggas harus menggunakan pelindung (masker, kacamata khusus), bahan yang berasal dari saluran cerna unggas, seperti tinja harus ditatalaksana dengan baik (ditanam atau dibakar) agar tidak menjadi sumber penularan bagi orang disekitarnya.
D. Masalah Kesehatan Akibat Gangguan Ketahanan Pangan Gizi Buruk
Masalah kelaparan, rawan pangan, gizi buruk dan kesehatan yang diakibatkan kurang pangan adalah persoalan kronis yang dihadapi oleh bangsa-bangsa di dunia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Masalah gizi buruk merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terkait juga dengan masalah kesejahteraan masyarakat (pendidikan, sosial ekonomi, budaya dan politik). Penyebabnya selain kemiskinan adalah akibat dari produksi pangan yang kurang dalam suatu wilayah, tidak adanya akses terhadap pangan, bencana alam dan perubahan iklim. Di dalam suatu kelompok masyarakat, anak balita merupakan kelompok yang paling rawan terhadap terjadinya kekurangan gizi. Dari data Departemen Kesehatan, angka kejadian gizi buruk dan kurang pada balita tahun 2002 masing-masing 8% dan 27,3%. Pada 2003 mengalami peningkatan, masing-masing menjadi 8,3% dan 27,5%. Tahun 2005 naik lagi menjadi masing-masing 8,8% dan 28,0%. Di Indonesia berdasarkan data yang dipublikasikan oleh UNICEF jumlah balita penderita gizi buruk pada tahun 2005 sekitar 1,8 juta. Dari anak yang menderita gizi buruk tersebut terdapat 150.000 menderita gizi buruk tingkat berat yang disebut marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor. Pada tahun 2006 penderita gizi buruk meningkat menjadi 2,3 juta jiwa. Sementara, prevalensi gizi kurang pada tahun 2007 untuk 116 kabupaten/kota di Indonesia masih di atas 40 persen dari populasi balita. Masalah gizi kurang itu tersebar di hampir semua provinsi di Indonesia.
Berdasarkan kriteria organisasi kesehatan dunia (WHO), kasus kurang gizi dan gizi buruk di Indonesia tergolong tinggi. Keadaan gizi atau status gizi masyarakat menggambarkan tingkat kesehatan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan asupan zat-zat gizi yang dikonsumsi seseorang. Bila jumlah asupan zat gizi sesuai dengan kebutuhan disebut gizi baik, bila asupan zat gizi lebih rendah dari kebutuhan disebut gizi kurang, bila asupan gizi sangat kurang dari kebutuhan disebut gizi buruk. Keadaan itu berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi menyebabkan penurunan produktivitas antara 20%-30%. Anak yang kekurangan gizi akan bertubuh pendek, mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak. Akibatnya tingkat kecerdasan rendah. Kasus kurang gizi dan gizi buruk cenderung meningkat dari tahun ketahun. Masalah ini jelas disebabkan oleh berbagai faktor yang mengakibatkan anak tidak mendapat asupan gizi yang cukup selama kurun waktu yang lama. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya gizi buruk adalah adanya gangguan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Perubahan iklim global dapat mengganggu ketahanan pangan. Diperkirakan produktivitas pertanian di daerah tropis akan mengalami penurunan bila terjadi kenaikan suhu rata-rata global antara 1-2°C sehingga meningkatkan risiko bencana kelaparan. Pergeseran musim dan perubahan pola hujan, akan berdampak besar terhadap sektor pertanian, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Hal tersebut juga menyebabkan keterlambatan musim tanam yang berdampak pada hasil panen. Tingginya intensitas hujan dalam periode yang pendek akan menimbulkan banjir yang kemudian menyebabkan produksi padi menurun karena sawah terendam air. Semua keadaan di atas bisa mengancam ketahanan pangan. Dan bukan tidak mungkin bisa menyebabkan bencana kelaparan.
PENUTUP
Masalah perubahan iklim adalah masalah yang akan memberikan dampak global bagi seluruh umat manusia di bumi. Di bidang kesehatan perubahan iklim menyebarkan peningkatan frekuensi penyakit-penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk seperti malaria, demam berdarah dan filariasis; penyakit akibat banjir seperti diare dan leptospirosis; beberapa jenis penyakit infeksi yang baru timbul seperti SARS dan flu burung. Perubahan iklim juga menyebabkan gangguan ketahanan pangan yang pada akhirnya akan meningkatkan jumlah penderita gizi buruk. Upaya pengelolaan lingkungan yang baik merupakan salah satu cara untuk memutus rantai penularan penyakitpenyakit tersebut di atas.
1. Perubahan iklim menyumbang peningkatan jumlah penyakit dan kematian dini. Website www.ppkdepkes.org
2. Fahmi Umar. Dampak Perubahan Iklim Dalam Perspektif Kesehatan Lingkungan. Website: www.Technologiindonesia
3. AJ Mc Michael, et al. (Eds). Climate change and human health, risk and responses, WHO. 2003
4. T Mc Michael, et al. Global environmental change, climate and health. 2003
5. Perubahan iklim global. Website: climatechange.menlh.go.id
6. Hidayati Rini. Masalah perubahan iklim di Indonesia. Beberapa contoh kasus. Website: www.bdg.lapan.go.id
7. Malaria pembunuh terbesar sepanjang abad. Website: kesehatanlingkungan.wordpress.com
8. Meiviana Armely, Sulistiowati Diah, Soejachmoen Moekti. Bumi makin panas, ancaman perubahan iklim di Indonesia. Pelangi, Kementerian Lingkungan Hidup, 2004
9. Daily Johanna. Malaria. Availble from: www.emedicine.com
10. Malaria. Website: www.infeksi.com
11. Perkembangan kejadian DBD di Indonesia 2004-2007. Website www.penyakitmenular.info
12. Daryono. Demam berdarah berbasis perubahan iklim. Website: www.balipost.com
13. Demam berdarah. Website: www.infeksi.com
14. Shepherd Suzanne Moore. Dengue fever. Website www.emedicine.com
15. Kaki gajah masih menjadi endemi di ratusan Kabupaten. Website www.pdpersi.co.id
16. Filariasis. Website: www.infeksi.com
17. Nissen Michael. Filariasis. Website: www.emedicine.com
18. Diare. Availabel from: www.infeksi.com
19. Diare. Website: www.esp.or.id/handwashing/media/diare
20. Wijayanti Khrisma. Penegakan diagnosa leptospirosis. Dexa Media 2008; 21
21. Penanggulangan leptospirosis. Website: www.lkpk-indonesia.blogspot.com
22. Pemanasan global percepat mutasi virus. Website: www.technologyindonesia.com
23. Evaluasi penanggulangan SARS di Indonesia. Website: www.infeksi.com
24. WHO. Cumulative number of reported cases of severe acute Respiratory syndrome (SARS). Website: www.who.int
25. Oehler Richard. Severe acute respiratory syndrom. Website: www.emedicine.com
26. Shahab Alwi. Ancaman global sindrom pernafasan akut berat. Website www.pdpersi.co.id
27. Pemanasan global meningkatkan kasus flu burung. Website: www.depkes.go.id
28. Kasus flu burung di indonesia. Website: kkpmedan.blogspot.com/2008/01
29. Patu Ilham. Flu burung di Indonesia. Website www.infeksi.com
30. Budaya patriarkhi penyebab gizi buruk. Website: www.ypha.or.id
31. Perkembangan penanggulangan gizi buruk di Indonesia 2005. Website: www.gizi.net/busung-lapar
Artikel Lainnya
Label
Ageing
(1)
Alergi
(4)
Asma bronkial
(2)
Bedah
(6)
Bedah Digestif
(2)
Cardiology
(1)
COPD
(1)
Dermato Venerology
(9)
Diabetes Melitus
(4)
Emergency
(3)
Farmakologi
(1)
Fisiologi
(1)
GCS
(1)
Generals
(33)
GIT Tract
(8)
Herbal
(1)
Imunologi
(2)
Infertilitas
(1)
Infos
(2)
Interna
(31)
Jurnal Kedokteran
(34)
Kelainan Genetik
(1)
Masalah Pria
(1)
Masalah Wanita
(1)
Mentalic
(1)
Mineral
(1)
Neurology
(6)
Neurology - Penyakit Saraf
(6)
Nutrisi dan Gizi
(2)
Obstetri dan Ginekologi
(3)
Pediatri
(5)
Pengobatan dan Obat-obatan Alternatif
(1)
Penis
(2)
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
(1)
Penyakit Kulit dan Kelamin
(1)
Penyakit Menular
(6)
Praktis
(8)
Pulmonologi
(7)
Radiologi
(1)
Request
(1)
research
(1)
Rumah Sakit
(1)
Sinusitis
(1)
Suplemen makanan
(2)
TBC - Tuberculosis Paru
(4)
Terapi
(1)
THT
(3)
Trauma Kepala
(1)
Tropical Disease
(1)
Urologi
(1)
Vagina
(1)
Vitamin
(1)