Blog Archive
fblike
balacinema
Balaguris89
widgeonline dan amungonline kirteng
networkedblogs
iklan adsensecamp
Epilepsi Pada Kehamilan
21.43 |
Posted by
Forsema 95
Epilepsi merupakan kelainan neurologik, dimana pada ibu hamil membutuhkan tata laksana yg adekuat & tanpa beresiko baik terhadap ibu/bayi (Laidlaw, 1988; Gilroy, 1992). Menurut statistik Amerika Serikat, 0.5% kehamilan dijumpai pada wanita epilepsi. Resiko pada wanita epilepsi yg hamil lebih besar dari pada wanita normal yg hamil. Untuk menanggulangi banyak resiko, maka dokter ahli kandungan & dokter ahli neurologi bekerjasama agar bayi & ibu mengalami keselamatan jasmani & rohani. Angka kematian neonatus pada pasien epilepsi yg hamil adalah tiga kali dibandingkan populasi normal (Gilroy, 1992). Pengaruh kehamilan terhadap epilepsi bervariasi. Kira-kira ¼ kasus frekuensi bangkitan akan meningkat terutama pada trimester terakhir. Seperempatnya lagi menurun & separuhnya tidak mengalami perubahan selama kehamilan (Holmes, 1985; Shorvon, 1988).
Pengobatan wanita epilepsi yg hamil pada umumnya dilakukan menurut prinsip yg sama seperti pada pasien tidak hamilo. Resiko yg dialami janin karena bangkitan yg dialami ibu mungkin sama besar dengan yg disebabkan obat anti epilepsi. Malformasi yg disebabkan terapi obat anti epilepsi akan terjadi pada 4-8 minggu pertama dalam pertumbuhan janin (Shorvon, 1988).
EFEK KEHAMILAN TERHADAP EPILEPSI
Epilepsi pada kehamilan dibagi adlam 2 kelompok:
1. Yang sebelumnya sudah menderita epilepsi
2. Berkembang menjadi epilepsi selama hamil
Wanita-wanita yg mendapat bangkitan selama masa reproduksi, dapat terjadi secara insidentil pada kehamilan(Laidlaw, 1988). Hormon yg berpengaruh terhadap bangkitan pada ibu epilepsi yg hamil adalah estrogen & progesteron. Pada seorang wanita yg hamil kadar estrogen dalam darah akan menurun,sehingga merangsang aktifitas enzim asam glutamat dekarboksilase & karena itu sintesa gamma amino butiric acid (GABA) akan menurun dalam otak. Dengan menurunnya konsentrasi GABA di otak akan merangsang bangkitan epilepsi (Laidlaw, 1988; Gilroy, 1992).
Pada kehamilan akan terjadi hemodilusi, dengan akibat filtrasi glomerulus berkurang sehingga terjadi retensi cairan serta edema, akibatnya kadar obat dalam plasma akan menurun. Retensi cairan yg terjadi menyebabkan hiponatremi. Keadaan ini akan menimbulkan gangguan parsial dari “sodium pump” yg mengakibatkan peninggian eksitabilitas neuron & mempresitasi bangkitan (Plum, 1982: Laidlaw, 1988).
Pada pasien wanita epilepsi yg hamil sangat sulit untuk menduga terjadinya bangkitan, karena fenomena ini tidak berhubungan dengan tipe bangkitan selama menderita epilepsi (Yerby, 1991; Lander, 1992). Terjadinya suatu bangkitan sangat berbahaya baik untuk ibu maupun fetus akibat trauma yg timbul. Supresi detak jantung janin selama proses persalinan akibat bangkitan yg timbul.
Penelitian prospektif yg dilakukan oleh Schmid & kawan-kawan, ari 122 wanita hamil, ditemukan bahwa kehamilan tidak berpengaruh terhadap frekuensi bangkitan pada 68 kehamilan (50%), jumlah bagkitan meningkat 37%, & frekuensi bangkitan menurun pada 13% (Laidlaw, 1988). Studi terdahulu menemukan pasien-pasien dengan epilepsi yg berat kemungkinan akan bertambah buruk, & kadar obat anti epilepsi yg diminum tidak sesuai, tetapi studi yg baru membuktikan bahwa perburukan tidak terjadi (Holmes, 1985; Liadlaw, 1988)
Pada wanita hamil volume plasma meningkat kira-kira sepertiga pada trisemester ketiga, hal ini disebabkan oleh efek dilusi. Penentuan danangka penurunan dari konsentrasi obat anti epilepsi berbeda ubtuk setiap jenis obat. Penurunan kadar obat dalam adrah untuk fenitoin kira-kira 80% terjadi pada trisemester pertama, juga serupa dengan fenobarbital. Untuk karbamazepin terbesar penurunannya pada trisemester ketiga (Yerby,1991).
Pada wanita hamil dengan bangkitan & telah mendapat obat anti epilepsi maka pemeriksaan yg perlu dilakukan yaitu:
1. pemeriksaan kadar obat dalam darah
2. EEG
3. CT Scan, bila ada kelainan neurologik, dilakukan tergantung pada stadium kehamilan.
Perubahan-perubahan konsentrasi obat anti epilepsi secara teratur harus dimonitor setiap bulan.
KOMPLIKASI KEHAMILAN
Wanita epilepsi lebih cenderung memperoleh komplikasi obstetrik adlam masa kehamilan dari pada wanita penduduk rata-rata. Pengaruh epilepsi terhadap kehamilan yaitu:
1. Melahirkan bayi prematur, didapat 4-11%
2. Berat badan lahir rendah, kurang dari 2500 gr, ditemukan pada 7 – 10%
3. Mikrosefali
4. Apgar skor yg rendah (Yerby, 1991)
Hiilesmaa mengikuti 138 kehamilan wanita epilepsi dibandingkan dengan 150 orang sebagai kontrol, yg sesuai adalah umur, paritas, sosial ekenomi & jenis kelamin fetus. Beberapa peneliti tak dapat membuktikan bahwa komplikasi pada kehamilan tidak lebih besar pada wanita epilepsi (Laidlaw, 1988).
KOMPLIKASI PERSALINAN
Neonatus wanita epilepsi yg hamil mengalami lebih banyak resiko karena kesukaran yg akan dialami ketika partus berjalan. Partus prematur lebih sering terjadi pada wanita epilepsi. Penggunaan obat anti epilepsi mengakibatkan kontraksi uterus yg melemah, ruptur membran yg terlalu dini. Oleh karena itu maka partus wanita epilepsi hampir selalu harus dipimpin oleh pakar obstetrik. Penggunaan firsep atau vakum sering dilakukan & juga seksio saesar. (dikutip dari Warta Epilepsi. 1992)
Teramo & kawan-kawan (1985) menemukan, tak seorangpun dari 170 bangkitan umum pada 48 kehamilan yg diikuti selama 24 jam menunjukkan komplikasi obstetrik (laidlaw, 1988).
Komplikasi persalinan baik untuk ibu & bayi adalah:
Frekuensi bangkitan meningkat 33%
Perdarahan post partum meningkat 10%
Bayi mempunyai resiko 3% berkembang menjadi epilepsi
Apabila tanpa profilaksis vitamin K yg diberikan pada ibu, terdapat resiko 1)% terjadi perdarahan perinatal pada bayi (Johnston, 1992)
PENGOBATAN
Seorang wanita epilepsi yg merencanakan untuk hamil selalu khawatir terhadap janin, kehamilan, perkembangan danperawatan bayi. Hal ini membutuhkan pengawasan khusus, baik sebelum & selama hamil, & penyuluhan prekonsepsi haruslah merupakan bagian yg penting untuk pencegahan & persiapan (Laidlaw, 1988).
Penyuluhan Prekonsepsi
Pada umumnya perkembangan malformasi fetal sudah dimulai sebelum wanita menyadari kehamilannya secara mantap. Penutupan langit-langit terjadi pada hari ke 47 kehamilan. Wanita epilepsi yg hamil harus diberitahu tentang resiko hamil yg berhubungan dengan penggunaan obat anti epilepsi. Mereka harus tahu juga bahwa serangan epileptik dapat membahayakan kandungan & diri sendiri.
Namun demikian mereka harus mengetahui bahwa resiko dapat diperkecil dengan tindakan pencegahan. Dalam masalah tersebut, dokter harus memberikan advis yg tepat dalam menghadapi dua problematik yg rumit ini. Disatu pihak ia harus menggunakan obat anti epilepsi untuk mengontrol timbulnya serangan epileptik pada ibu yg hamil & sekaligus iaharus mencegah terkenanya fetus oleh efek obat anti epilepsi digunakan oleh ibu yg hamil. Terapi yg dianjurkan ialah penggunaan monoterapi dengan dosis serendah mungkin paad tahap pertama kehamilan. Dosis dapat dinaikkan pada trisemester ketiga kehamilan. Pada tahap lanjut dapat diberikan juga vitamin K (20mg/hari) untuk mencegah perdarahan neonatal (Laidlaw, 1988; Warta Epilepsi,1992)
Efek Terotogenik Obat Anti Epilepsi
Hipotesa mekanisme terjadinya teratogenisitas obat anti epilepsi adalah:
1. Metabolisme obat anti epilepsi terjadi melalui komponen arene oksid atau epoksid, yg sebagian besar merupakan komponen reaktif yg bersifat teratogenik.
2. Kelainan genetik yg disebabkan oleh hidrolase epoksid meningkatkan resiko terhadap toksisitas fetus, atau alternatif lain
3. Radikal bebas yg dihasilkan dari metabolisme obat anti epilepsi danbersifat sitotoksik.
4. Kelainan genetik yg disebabkan oleh “free radical scavenging activity” meningkatkan resiko terhadap toksisitas fetus (Yerby,1991; Johnston,1992).
Prosentase malformasi akibat obat anti epilepsi adalah:
1. Trimetadion, lebih 50%
2. Fenitoin, 30%
3. Sodium Valproat, 1,2%
4. Karbamazepin, 0,5-1 %
5. Fenobarbital, 0,6% (Yerby, 1991)
Konsentrasi obat anti epilepsi dalamplasma wanita hamil yg akan melahirkan bayi malformasi selalu lebih tinggi dari pada kadar obat anti epilepsi pada wanita epilepsi hamil yg melahirkan tanpa malformasi. Para wanita epilepsi yg hamil dengan menggunakan berbagai jenis obat anti epilepsi lebih mudah melahirkan bayi dengan malformasi dari pada wanita epilepsi wanita epilepsi yg hamil memakai obat epilepsi tunggal. Sudah barang tentu multipel & penggunaan dosis tinggi berhubungan dengan jenis epilepsi yg tidak mudah terkontrol. (Dikutip dari Warta Epilepsi, 1992).
Malformasi fetal yg berhubungan dengan obat-obat anti epilepsi,lagi pula dengan adanya kemungkinan neonatus cacad akibat malformasi & anomali kongenital. Studi Meadow (1968), yg mencakup kasus kehamilan sejumlah 427 pada 186 wanita epilepsi yg menggunakan obat anti epilepsi, menemukan anak dengan cacad (bibir & langit-langit sumbing) yg berjumlah cukup banyak. Meadow & kawan-kawan menyimpulkan bahwa malformasi kongenital pada anak yg terkena efek obat anti epilepsi adalah 2 kali lebih sering dibandingkan anak yg tidak terkena efek obat anti epilepsi (Yerby, 1991). Malformasi untuk populasi rata-rata berkisar antara 2-3%, sedangkan untuk bayi yg dilahirkan oleh ibu epilepsi antara 1,25 – 11% (Yerby,1991). Menurut peneliti lain berkisar 4-6% (Johnston, 1992).
Obat-obat anti epilepsi
Penelitian pada binatang telah terbukti bahwa semua obat-obat anti epilepsi adalah bersifat teratogenik & dihubungkan dengan kadar obat anti epilepsi misalnya fenitoip, berakibat malformasi pada tikus, tergantung pada jenis tikus dandosis yg diberikan. Salah satu bentuk malformasi tersebut adalah palatum yg terbelah & ini merupakan malformasi yg terbanyak tampak pada epilepsi (Laidlaw, 1988; Hirano, 1989). Umumnya obat anti epilepsi yg digunakan adalah fenitoin,karbamazepin, & sodium valproat, dihubungkan dengan malformasi konginetal minor seperti wajah dismorfik & hipoplasia phalang distal. Trimetadion dihubungkan dengan abnormalitas berat, & fenobarbital adalah obat anti epilepsi yg paling rendah toksisitasnya (laidlaw, 1988; Adams, 1989; Johnston, 1992).
Obat-obat tersebut adalah:
1. Trimetadion
Dapat mengakibatkan kelainan pada janin yg spesifik disebut sindrom trimetadion fetus. German & kawan-kawan (1970) melaporkan bahwa dalam satu keluarga terdapat 4 bayi yg mengalami malformasi dilahirkan dari ibu yg menderita epilepsi dengan menggunakan obat ini; studi lanjutan mengkonfirmasi terhadap resiko tinggi pada sindrom ini,yang mana dapat menyebabkan perkembangan yg lambat, anomali kraniofasial & kelainan jantung bawaan. Golongan obat ini tidak digunakan pada kehamilan (Laidlaw, 1988; Gilroy, 1992; Johnston, 1992)
2. Fenitoin
Obat ini digunakan sangat luas sebagai obat anti epilepsi pada kehamilan danmempunyai efek teratogenik. Terdapat kejadian sedikit yg menyebabkan malformasi mayor pada manusia. Sampai sekarang sebagian besar pasien-pasien diobati dengan beberapa obat anti epilepsi,sehingga sulit untuk mengevaluasi efek obat secara individual. Angka malformasi total pada 305 anak yg dilahirkan oleh ibu tanpa epilepsi adalah 6,4 % (laidlaw, 1988; Yerby,1991; Johnston, 1992)
Penggunaan fenitoin dapat mengakibatkan terjadinya sindrom hidantoin fetus. Sindrom ini pertama kali diperkenalkan oleh Hanson & Smith (1975)untuk menggambarkan pola abnormalitas yg diamati pada neonatus, dimana ibu epilepsi yg hamil diberikan obat fenitoin, biasanya dikombinasi dengan fenobarbital. Sindrom ini terdiri dari abnormalitas kraniofasial,kelainan anggota gerak, defisiensi pertumbuhan, retardasi mental baik ringan atau sedang (Gilroy, 1992). Studi prospektif dari 35 bayi pada prenatal diberi obat golongan hidantoin, Hansons & kawan-kawan (1976) menemukan 11% mempunyai gambaran sebagai sindroma ini (laidlaw, 1988’ Yerbi, 1991). Dosis fenitoin antara 150-600 mg/hari.
3. Sodium Valproat
Obat ini relatif baru & sedikit data yg berefek pada uterus. Penggunaan obat ini dapat mengakibatkan kelainan pada janin berupa sindrom valproat fetus. Pernah dilaporkan terhadap 7 bayi yg dilahirkan dari ibu epilepsi yg menggunakan obat ini berupa kelainan pada wajah dengan ciri-ciri: lipatan epikantus inferior, jembatan hidung yg datar, filtrum yg dangkal (Yerby, 1991). Obat ini pada manusia dapat menembus plasenta secara bebas & memberikan dosis yg lebih tinggi pada neonatus dari ibu. (Laidlaw, 1988).
Pada studi prospektif dari 12 bayi, pada anternatal diberikan sodium valproat menunjukkan semuanya normal. Pada kasus sporadik pernah dilaporkan bahwa obat ini dapat menyebabkan kelainan “neural tube defect”. Pada wanita epilepsi yg hamil bila diberikan obat ini dapat menyebabkan kelainan tersebut kira-kira 1,2% (Laidlaw, 1988; Gilroy,1992; Johnston, 1992). Dosis sodiumm valproat antara 600-3000 mg/hari
4. Karbamazepin
Obat ini tidak terlibat pada malformasi mayor tetapi dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan kepala janin. Hiilesmaa & kawan-kawan (1981) didalam penelitiannya terhadap 133 wanita menunjukkan bahwa penggunaan obat ini (tunggal) atau kombinasi dengan fenobarbital dapat menyebabkan retardasi (Laidlaw, 1988). Juga pernah dilaporkan dari 25 anak dari ibu yg menggunakan obat karbamazepin tunggal ditemukan 20% dengan gangguan perkembangan (Yerby, 1991). Belakangan ini dilaporkan bahwa karbamazepin mengakibatkan meningkatnya kasus spina bifida sebanyak 0,5 – 1,0% (Dikutip dari Warta Epilepsi, 1992). Dosis karbamazepin 400-1800 mg/hari.
5. Fenobarbital
Terdapat sedikit keterangan mengenai teratogenik dari obat ini, studi awalmengatakan bahwa sebagian besar manita epilepsi mendapat kombinasi antara fenotoin & fenobarbital. Efek teratogenik obat ini kurang bila dibandingkan dengan obat anti epilepsi lain & pada manusia, Shapiro & kawan-kawan (1976) menemukan fenobarnbital tidak menyebabkan meningkatnya angka malformasi (Laidlaw, 1988; Yerby,1991). Pemakaian obat ini dapat mengakibatkan sindrom fenobarbital fetus, yg berupa Dismorfim wajah, gangguan pertumbuhan pre & postnatal, perkembangan lambat (Yerby, 1991). Bagian Obstetri & Ginekologi Akademi Amerika menganjurkan pemakaian fenobarbital sebagai obat pilihan untuk wanita epilepsi yg hamil (Yerby,1991).
Sullivan (1975), pada penelitiannya terhadap tikus yg hamil diberikan obat ini mengakibatkan bibir and palatum sumbing berkisar antara 0.6 – 3.9% (Yerbi, 1991). Dosis Fenobarbital antara 30 – 240 mg/hari (Gilman AG, 1991)
Adams RD., Victor M. 1989. Principles of Neurology. 5th ed. Singapore : Mc Graw Hill Book.
Gilroy J. 1992. Basic neurology. 2nd ed. Singapore : Mc Graw Hill Book
Gilman AG., Rall TW., Nies AS., Taylor P. 1991. The Pharmacological basis of therapeutics. 8th ed. Vol. 1. Singapore: Pergomen Press
Holmes GL., Weber DA. 1985. Effect of pregnancy on development of Seizure. Epilepsia (26)4: 299-302
Johnston MV., MacDonal RL., Young AB. 1992. Principles of drug therapy in neurology. Philadelphia : FA Davis, p. 102-104
Laidlaw J., Riches A., Oxley J. 1988. A textbook of epilepsi. 3th ed. New York : Churchill Livingstone, p. 203-211; 544-557
Lander CM. 1992. Managing the pregnant epileptic patient. Journal of Pediatrics Obstetrics and Gynecology. 18(4), p. 26-30
Plum F.. Fosner JB. 1982. The Diagnosis of stupor and coma. 3th ed. Philadelphia : FA Davis Company, p. 251-253
Shorvan SD. 1988. Epilepsi untuk praktek umum. Jakarta : Ciba Geigy Pharma Indonesia, p. 84-87
Warta Epilepsi. 1992. Epilepsi & hormon, (37), p. 1-8
Yerby MS. 1991. Pregnancy and teratogenesis in woman and epilepsy. JohnWiley & Sons, p. 163-181.
Artikel Lainnya
Label
Ageing
(1)
Alergi
(4)
Asma bronkial
(2)
Bedah
(6)
Bedah Digestif
(2)
Cardiology
(1)
COPD
(1)
Dermato Venerology
(9)
Diabetes Melitus
(4)
Emergency
(3)
Farmakologi
(1)
Fisiologi
(1)
GCS
(1)
Generals
(33)
GIT Tract
(8)
Herbal
(1)
Imunologi
(2)
Infertilitas
(1)
Infos
(2)
Interna
(31)
Jurnal Kedokteran
(34)
Kelainan Genetik
(1)
Masalah Pria
(1)
Masalah Wanita
(1)
Mentalic
(1)
Mineral
(1)
Neurology
(6)
Neurology - Penyakit Saraf
(6)
Nutrisi dan Gizi
(2)
Obstetri dan Ginekologi
(3)
Pediatri
(5)
Pengobatan dan Obat-obatan Alternatif
(1)
Penis
(2)
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
(1)
Penyakit Kulit dan Kelamin
(1)
Penyakit Menular
(6)
Praktis
(8)
Pulmonologi
(7)
Radiologi
(1)
Request
(1)
research
(1)
Rumah Sakit
(1)
Sinusitis
(1)
Suplemen makanan
(2)
TBC - Tuberculosis Paru
(4)
Terapi
(1)
THT
(3)
Trauma Kepala
(1)
Tropical Disease
(1)
Urologi
(1)
Vagina
(1)
Vitamin
(1)