Blog Archive
fblike
balacinema
Balaguris89
widgeonline dan amungonline kirteng
networkedblogs
iklan adsensecamp
Nyeri Punggung Bawah "Low Back Pain"
21.46 |
Posted by
Forsema 95
Nyeri punggung bawah (NPB) merupakan nyeri yang ditemukan disekitar punggung bagian bawah yang banyak diderita dan menyebabkan kehilangan kerja, kedua tertinggi setelah sefalgia. NPB bisa berupa nyeri nosiseptif, neuropatik ataupun kombinasi dari keduanya. Nyeri ini bisa diakibatkan oleh kerusakan mekanik, kimia, trauma, neoplasma, iskemik serta proses autoantigen di persendian di daerah lumbosakral. Beberapa penyakit metabolisme dapat juga berperan sebagai etiologi NPB. NPB bisa berupa referred pain yang berasal dari organ visera, retroperitoneal, sistem urogenitalia dan aorta. Secara umum penanggulangan NPB berdasarkan pada terapi simptomatik dan terapi kausal baik dengan farmakologik maupun non farmakologik. Terapi farmakologik dapat menggunakan analgesik baik opioid maupun non-opioid, NSAID, antidepresan, atau antiepilepsi. Terapi non farmakologik seperti terapi akupunktur merupakan pilihan sesuai mekanisme kerja akupunktur. Dari hasil beberapa penelitian terakhir membuktikan bahwa penusukan jarum akupunktur pada titik-titik akupunktur mengakibatkan peningkatan kadar dari berbagai macam neurotransmiter. Neurotransmiter ini berfungsi sebagai analgesik, sedatif serta berperan dalam proses penyembuhan (recovery) dari kerusakan anatomik baik yang menyangkut fungsi motorik maupun sensorik karena neurotransmiter ini juga berfungsi sebagai imunomodulator. Mengingat etiologi NPB yang beragam maka strategi penanggulangan yang maksimum juga dapat didasarkan pada poli terapi farmakologik dan atau non farmakologik antara lain dengan akupunktur.
Diambil dari artikel oleh:
Jan Sudir Purba*, dan Dewi Susilawaty Ng**
* Departemen Neurologi FKUI/RSCM, Jakarta
** Residen Departemen Akupunktur RSCM, Jakarta
* Departemen Neurologi FKUI/RSCM, Jakarta
** Residen Departemen Akupunktur RSCM, Jakarta
Nyeri Punggung Bawah (NPB) merupakan nyeri yang dirasakan di daerah punggung bagian bawah, bisa berupa nyeri lokal maupun nyeri radikular ataupun berupa nyeri kombinasi. Nyeri punggung bawah m erupakan penyebab kedua kehilangan jam kerja sesudah sefalgia. Di Inggris NPB mengakibatkan kehilangan sekitar 100 juta hari kerja pertahun. Sementara hasil penelitian tahun 1987 di Swedia yang berpenduduk 4,5 juta ditemukan kehilangan 28 juta hari kerja akibat NPB. Hal ini disebabkan karena 5-10% dari penderita akut akan berkembang menjadi kronik, sementara penderita kronik menghabiskan biaya sekitar 75-90% dari biaya penanggulangan NPB. Penelitian yang dilakukan oleh Papageorgiou et al. (1996), di Manchester pada populasi 40.501 orang ditemukan sekitar 35-37% penderita NPB pada umur antara 49-59 tahun.
Hasil penelitian yang dilakukan Pokdi Nyeri PERDOSSI (Persatuan Dokter Saraf Seluruh Indonesia) di Poliklinik Neurologi Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002 menemukan prevalensi penderita NPB sebanyak 15,6%. Angka ini berada pada urutan kedua tertinggi sesudah sefalgia dan migren yang mencapai 34,8%. Dari hasil penelitian secara nasional yang dilakukan di 14 kota di Indonesia juga oleh kelompok studi Nyeri PERDOSSI tahun 2002 ditemukan 18,13% penderita NPB dengan rata-rata nilai VAS sebesar 5,46±2,56 yang berarti nyeri sedang sampai berat. Limapuluh persen diantaranya adalah penderita berumur antara 41-60 tahun (tidak dipublikasikan).
Beberapa faktor resiko penyebab NPB antara lain adalah orang yang pernah mendapatkan NPB sebelumnya. Selain itu pekerja yang kesehariannya dipenuhi dengan kesibukan mengangkat bendabenda berat terutama pada kelompok umur sekitar 45 tahun. Juga pekerja bangunan dengan menggunakan alat vibrator, perokok berat, obesitas dan kurangnya melakukan pergerakan. Penggolongan nyeri punggung bawah yang terdiri dari akut dan kronik oleh beberapa peneliti masih berbeda-beda. Spitzer, kerusakan vertebra, penyakit Paget, osteomalasia, hiperparatiroid, juga berperan sebagai etiologi NPB. NPB bisa berupa referred pain yang berasal dari organ visera, kejadian di retroperitoneal, sistem urogenitalia dan aorta. Seperti diketahui, saraf perifer terdiri dari akson somatik motorik, akson otonomik dan saraf aferen somatik sensorik viseral yang kesemuanya ini akan berkomunikasi ke SSP melalui kornu dorsalis atau ventralis. Lapisan pembungkus saraf perifer yang disebut dengan epineurium berfungsi sebagai pelindung yang terdiri dari serabut serat bebas, pembungkus kolagen, pembuluh darah, lemak serta nervinervorum seperti yang ditemukan pada saraf noradrenergik simpatetik dan akson saraf polimodal peptidergik. Inflamasi lokal terhadap nervinervorum akibat stimulasi patologik oleh mediator inflamasi seperti substance P (SP) dan fosfolipase A2 bisa menyebabkan terjadinya neuritis yang berefek sensitisasi terhadap saraf perifer sebagai patologi dari NPB. Secara fisiologis jika terjadi kerusakan berbagai jaringan baik kejadiannya patologik ataupun akibat tusukan titik-titik akupunktur sebagai terapi maka ujung-ujung serabut saraf akan melepaskan mediator kimiawi serta neurotransmiter seperti serotonin (5-HT), prostaglandin (PG), bradikinin, histamin, neuropeptida seperti SP, endorfin dan enkefalin yang mengakibatkan perubahan konsentrasi K++, Na+ dan Ca++ di neuron. Mediator ini nantinya akan berikatan dengan reseptor spesifik di perifer serabut saraf sensorik yang akan disampaikan ke jaras korteks sensorik yang dipersepsikan oleh otak sebagai nyeri dan atau analgesik. Di samping itu neurotransmiter ini juga bisa bersifat adaptif terhadap jaringan yang sudah menjadi patologis sehingga proses recovery jaringan bisa terjadi. Mekanisme kerja akupunktur ini berlaku baik tingkat lokal, segmental maupun tingkat sentral. Serabut saraf sensorik terdiri dari jenis serabut Ad yang bermielin yang berkecepatan hantar tinggi. Stimulasi perifer terhadap serabut ini secara langsung menyebabkan rasa nyeri primer. Jenis lain adalah serabut saraf sensorik C yang tidak bermielin mempunyai kecepatan lebih rendah, disebut juga sebagai serabut nyeri sekunder. Serabut C ini terdiri dari dua jenis dimana yang satu bisa mensekresi peptida seperti SP dan calcitoningene-related peptide (CGRP) yang peka terhadap nerve-growth factor (NGF) dan yang tidak mensekresi peptide namun peka terhadap glial-cell-derived neurotrophic factor (GDNF).
Sekresi dari kedua jenis serabut C ini berperan dalam perilaku nyeri dan mempengaruhi sebagian besar fungsi saraf antara lain fungsi sensorik, motivasi, kognitif serta mekanisme psikodinamik. Baik nyeri neuropatik maupun nyeri nosiseptif/inflamasi mempunyai kebersamaan dalam menimbulkan perubahan yang terjadi di saraf perifer, yaitu peningkatan eksitasi, disinhibisi baik di kornu dorsalis maupun di jaras supra spinalis. Proses inflamasi bisa juga disertai proses autoantigen di persendian. Secara imunologis jika makrofag bersentuhan dengan antigen seperti yang ditemukan pada serabut yang rusak maka mediator sitokin seperti IL (interleukin)-1 dan IL-6 akan keluar dari sel. Jenis sitokin ini nantinya akan juga mengaktivasi sistem neuroendokrin. Sistem imunologis dan neuroendokrin kembali melibatkan makrofag dan mediator yang kesemuanya ini berperan dalam kegiatan aksis hipotalamus hipofisis adrenal (HPA).
Tinjauan Patofisiologi dari Sudut Pandang Akupunktur
Per definisi NPB dalam Ilmu Akupunktur digolongkan ke dalam Bi sindrom yang merupakan suatu kumpulan gejala yang ditandai adanya stagnasi/sumbatan Qi dan Xue dalam meridian dan kolateral-kolateralnya. Penyebabnya adalah invasi patogen faktor-faktor luar berupa angin, dingin, lembab dan kebiasaan hidup yang tidak teratur sehingga menimbulkan keluhan nyeri, rasa tebal, rasa berat pada anggota gerak dan sendi serta terbatasnya gerak.
Mekanisme Kerja Akupunktur
Seperti disebut di atas mekanisme kerja akupunktur bisa pada tingkat lokal, segmental, dan sentral. Pada reaksi tingkat lokal maka akan terjadi respons jaringan seperti kemerahan disekitar penusukan jarum (respon nyata) sehingga merangsang reaksi imun yang akan memicu sel mast memproduksi histamin, bradikinin, serotonin, asetilkolin dan potasium, mengaktivasi serabut aferent nosiseptif dan menghasilkan nyeri. Substansia prostaglandin (SP) beserta peptida lain. Hal ini mengakibatkan ektravasasi dan berperan dalam mempengaruhi ujung serabut aferent perifer guna transduksi informasi nosiseptis. Reaksi lokal ini merupakan reaksi inflamasi kecil yang dapat mengakibatkan sintesis opioid endogen sebagai anti-nosiseptif yang dipertahankan sampai 3-4 hari setelah penusukan akupunktur. Setelah pencabutan jarum, distribusi potensial listrik di sekitar tepi jejas saraf menimbulkan medan potensial listrik yang bertindak sebagai stimulator terhadap ujung saraf bebas di kulit selama 72 jam setelah penusukan. Sifat stimulasi ini bervariasi menurut jenis jarum, keadaan tusukan, kualitas jaringan dan kesiagaan sistim saraf pasien.
Pada tingkat segmental yang melibatkan segmen-segmen myelotom, neurotom, somatom, dan viserotom. Penusukan pada titik akupunktur menyebabkan pelepasan peptida-peptida di dalam sumsum tulang belakang yang memodulasi trasmisi informasi nosiseptif menuju susunan saraf pusat yang mempunyai efek inhibitoris pada interneuron di lamina rexed V medulla spinalis. Inhibisi ini dimediasi oleh opiate-relieving system. Reaksi regional ini bisa berdampak lebih luas mencapai 2-3 dermatom termasuk viserokutaneus, muskulo-kutaneus dan muskuloviseralis, dan refleks vegetatif, regangan dan polisinaptik segmental. Stimulasi daerah somatik atau viseral, baik berupa stimulasi mekanik, kimiawi atau elektrik mengakibatkan perubahan aktifitas sel-sel di kornu dorsalis medula spinalis. Perubahan terutama berupa penurunan persepsi nyeri.
Pada tingkat sentral dari penusukan jarum di daerah perifer akan diteruskan ke ventroposterior nukleus talamikus yang selanjutnya diproyeksikan ke korteks. Di midbrain ditemukan cabang-cabang kolateral menuju periaquaductal grey matter (PAG). Dari sini akan diproyeksikan ke nukleus rafe magnus (NRM) dan ke nukleus retikularis para-gigantoselularis (NRPG) di medula oblongata. Stimulus ini kemudian melalui serotonergik dan noradrenergik akan menginhibisi aktivitas di substansia gelatinose (skema di atas). Jaras hipotalamus-hipofisis yang menjadi aktif akibat penusukan jarum mengakibatkan di sekresi hanya beta-endorfin ke pembuluhdarah dan cairan otak (CSF) menyebabkan efek analgesia dan homeostatis pada beberapa sistem, termasuk sistem imun, kardiovaskular, respiratorik, serta proses penyembuhan. Hilangnya atau berkurangnya rasa nyeri, sedasi dan euforia pada terapi akupunktur merupakan efek jangka panjang dari neuropeptida, endorfin dan enkefalin.
Nyeri Kronik dan Permasalahan Biopsikososial
Perasaan nyeri secara langsung bisa bermanifestasi berupa reaksi saraf otonom, psikologis dan perilaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 5-10% dari penderita akut akan berakhir ke nyeri kronik, dan penderita kronik menghabiskan biaya sekitar 75-90% dari biaya penanggulangan NPB secara keseluruhan. Sementara nyeri kronik berdampak pada gangguan psikologis yang disebut-sebut sebagai penyebab dari gangguan tidur, rasa lelah yang berlebihan, frustasi, rasa cemas dan depresi. Keadaan ini bisa berakhir pada disabilitas terhadap aktivitas seharí-hari dalam bentuk gangguan psikososial serta isolasi. Selain itu penderita nyeri kronik sering berakhir pada kondisi disabilitas.50 Dalam mendiagnosa depresi sering ditemukan underdiagnosis terutama yang berhubungan dengan nyeri kronik dan disabilitas. Sebaliknya sering juga terjadi overdiagnosis terhadap simptom somatik seperti perasaan yang sangat tidak berdaya, rasa capek yang berlebihan, gangguan tidur dan gangguan libido. Efek nyeri yang berkelanjutan serta disabilitas dan depresi bisa mengakibatkan gangguan fungsi kognitif berupa gangguan konsentrasi dan atensi, walaupun perlu ditekankan bahwa nyeri tidak ada kaitannya secara langsung dengan gangguan kognitif.
Dasar permasalahan biopsikososial ini ditemukan pada kegiatan aksis (Hypothalamus Pituitary Adrenal) HPA. Reaksi tubuh terhadap gangguan kognitif berdampak pada stimulasi aksis HPA yang pada akhirnya terjadi peningkatan kortisol sebagai stress factor. Kortisol sebagai stress factor selanjutnya akan menginhibisi kegiatan makrofag dengan demikian juga menghentikan sekresi sitokin, yang berarti menurunkan sistem ketahanan tubuh. Dilain pihak kortisol berfungsi menginhibisi proses inflamasi serta pembentukan COX-2. Selanjutnya kortisol akan juga menekan aktivitas sel mast untuk menghentikan sekresi histamin, demikian juga serotonin (5-HT) dan prostaglandin (PG). Inhibisi terhadap sekresi serotonin (5-HT) ini nantinya akan berpengaruh pada gangguan mood.
Penanggulangan
Penanggulangan NPB membutuhkan terapi antardisiplin. Hal ini didasari oleh proses patologi yang mendasar pada etiologi yang berbagai ragam. Pentingnya pemahaman patologi ini akan menunjang terapi baik farmakologik maupun non farmakologik. Penekanan terapi pada tulisan ini adalah terapi farmakologik dan terapi non farmakologik yaitu terapi akupunktur.
Penggunaan NSAID seperti celecoxib, etodolak, diklofenak untuk nyeri akut dalam jangka waktu yang lama perlu mendapat perhatian karena efek sampingnya terhadap gastrointestinal dan ginjal. Untuk nyeri kronik penggunaan opioid pada NPB non-kanker seperti osteoartritis dan nyeri neuropatik secara efektif dapat menurunkan keluhan nyeri sebanyak 30%. Pemberian opioid didasari oleh perannya sebagai modulator penting impuls nyeri yang akan di-relay melalui kornu dorsalis dan pusat-pusat di medula spinalis dan pons. Pemberian opioid oleh Brown et al. (1999) dalam penelitiannya menghasilkan efek terapeutik serta perbaikan fungsi yang signifikan. Opioid berfungsi menekan sekresi substance P (SP). Perlu diingat bahwa sebanyak 85% pengguna opioid mendapatkan keluhan konstipasi dan sedasi. Penggunaan Tramadol® juga efektif dalam penggunaan jangka pendek.
Obat relaksan otot yang berefek untuk menurunkan tonus otot juga merupakan terapi adjuvan. Hasil penelitian terhadap pemberian relaksan otot pada NPB yang akut selama 2 sampai 4 hari menurunkan rasa nyeri sebanyak 30%. Penanggulangan NPB menyangkut biopsikososial mengarah pada permasalahan baik kognitif maupun juga gangguan mood. Anti depresan trisiklik, khususnya amitriptilin terbukti bermanfaat untuk penderita nyeri neuropatik. Selain itu peran selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), misalnya sertralin dan fluvoksamin sangat penting dalam penanggulangan gangguan mood. Itulah sebabnya penggunaan anti depresan merupakan bagian dari terapi.
Dari hasil penelitian ini ditemukan nilai visual analog scale (VAS) sebelum terapi pada kelompok A (7.08±0.63) dan sesudah terapi (0.24±0.54). Sedangkan kelompok B sebelum terapi (6.05±0.67) dan sesudah terapi (5.29±0.78). Dari beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan serta penjelasan tetang mekanisme kerja akupunktur yang berdasarkan pada proses biologik menyangkut neurotransmitter, maka terapi akupunktur dapat berperan sebagai terapi nyeri. Terapi nyeri ini bisa berefek jangka panjang minggu sampai bulanan seperti yang ditemukan pada terapi LBP yang kronik yang disimpulkan sebagai terapi penyembuhan.
Kesimpulan
Nyeri Punggung Bawah yang berlokasi disekitar punggung bagian bawah bisa disebabkan beragam etiologi dimana prinsip penanggulangnnya juga harus berdasarkan pada etiologi. Kerusakan jaringan yang menimbulkan sensasi nyeri ini diakibatkan oleh kelainan struktur akibat degenerasi sehingga menyebabkan ketidakseimbangan neurotransmiter dari jenis-jenis seperti disebutkan di atas. Prinsip terapi NPB terhadap efek terapi farmakologik maupun terapi akupunktur berperan dalam mengatur keseimbangan neurotransmiter termasuk melalui sistem imun. Atas dasar ini maka permasalahan pada NPB sesuai etiologinya dapat ditanggulangi melalui poli terapi baik farmakologik maupun non-farmakologik dalam hal ini terapi akupunktur ataupun kombinasi untuk mencapai hasil yang maksimal.
1. Kelsey JL, Mundt DJ, Golden AL. Epidemiology of low back pain. In: Jayson MIV (Ed.). The Lumbal Spine and Back Pain, 4th Edition, Edinburg: Churchill Livingstone, 1992.p.537-549
2. Nachemson A. Latest knowledge of low back pain: a critical look. Clin Orthop and Related Res 1992; 279:8-20
3. Papageorgiou AC, Croft PR, Thomas E, et al. Influence of previous pain experience on the episode incidence of low back pain: result from the South Manchester Back Pain study. Pain 1996; 66:181-5
4. Purba JS, Rumawas AM. Nyeri punggung bawah: Studi epidemiologi, patofisiologi dan penanggulangan. Berkala Neurosains 2006; 7:85-93
5. Borenstein DG. Epidemiology, etiology, diagnostic evaluation, and treatment of low back pain. Curr Opin Rheumatol 2001; 13:128-34
6. Hoogendoorn WE, van Poppel MN, Bongers PM, et al. Systematic review of psychosocial factors at work and private life as risk factors for back pain. Spine 2000; 25:214-2115
7. Spitzer WO. Scientific approach to the assessment and management of activity-related spinal disorders: a monograph for clinicians. Report of the Quebec Task Force on spinal disorders. Spine 1987; 12:S1-S59
8. Scheer SJ, Radack KL, O’Brien DR. Randomized controlled trials in industrial low back pain relating to return to work. Arch Phys Med Rehab 1995; 76:966-73
9. Deyo RA. Non-operative treatment of low back disorders. In: Frymoyer JW (Ed.). The Adult Spine: Principles and Practice. New York, NY: Raven Press, 1991
10. Bogduk N, Van Tulder M and Linton SJ. Low back. In: Justins DM (Ed). Pain 2005-An Updated Review Refresher Course Syllabus. Seattle, IASP Press, 2005.p.71-76
11. Bigos S, Bowyer O, Braen G, et al. Acute low back problems in adults. Clinical practice guideline 14. AHCRP Publication No. 95-0642. Rockville, MD: Agency for Health Care Policy and Research, Public Heart Service, US Department of Health and Human Services, 1994
12. Bornstein DG. Chronic low back pain. Rheuma Dis Clin North Am 1996; 22:439-56
13. Gow P. Acute low back pain. In: Rowbotham DJ and Macintyre PE (Eds.). Clinical Pain Management. Acute Pain, London: Arnold, 2003.p.405-18
14. Raspe H. Back pain. In: Silman AJ, Gochberg MC (Eds.). Epidemiology of Rheumatic Disease. Oxford: Oxford University Press, 1993
15. Lovacky S, Zdenek, Oswald T. Acupuncture treatment and its effect on low back pain. Am J Acupuncture 1987; 15:245-9
16. Kusuma A, Kiswojo. Teori dan praktek ilmu akupunktur. PT Gramedia, Jakarta 1978.p.339-41
17. Ariasetiani D. Efek pengobatan akupunktur moksibusi pada nyeri punggung bawah. Thesis 2004, Departemen Akupunktur RSCM.
18. Eskinazi DP. NIH technology assessment workshop on alternative medicine: acupuncture. Gaithersburg, Maryland, USA, 1994. J Alternat Complement Medicine 1996; 2:1-256
19. Tang NM, Dong HW, Wang XM, et al. Cholecystokinin antisense RNA increases the analgesic effect induced by electroacupuncture or low dose morphine: conversion of low responder rats into high responders. Pain 1997; 71: 71-80.
20. Cheng XD, Wu GC, He QZ, et al. Effect of electroacupuncture on the activities of tyrosine protein kinase in subcellular fractions of activated T lymphocytes from the traumatized rats. Acupunct Electro-Therapeut Res. 1998; 23:161-70.
21. Cabýoglu HT, Ergene N, Tan U. The mechanism of acupuncture and clinical application. Intern J Neuroscience 2006; 116:115-25
22. Wyke B. Neurological aspects of low back pain. In: Jayson MI (Ed.). The lumbar spine and back pain, 3rd eds. Edinburgh: Churchill Livingstone, 1987.p.189-256
23. Coppes MH, Marani E, Thomeer RTWM, et al. Innervation of “painful” lumbar discs. Spine1997; 22:2342-50
24. Hicks GS, Duudleston DN, Russel LD, et al. Low back pain. Am J Med Sci 2002; 324:573-604
25. Saal JS. General principles of diagnostic testing as related to painful lumbar spine disorders: a critical appraisal of current diagnostic techniques. Spine 2002; 27:2538-45
26. Hoyle CH, Thomas PK, Burnstock G, et al. Immunohistochemical localization of neuropeptides and nitric oxide synthesis in sural nerves from Egyptian mummies. J Auton Nerv Syst 1997; 67:105-8
27. Lincoln J, Milner P, Appenzeller O, et al. Innervation of normal human sural and optic nerves by noradrenaline -and peptide containing nervi vasorum and nervorum: effect of diabetes and alcoholism. Brain Res 1993; 632: 48-56.
28. Kruger L. The functional morphology of thin sensory axons: some principles and problems. In: Kumazawa T, Kruger L, Mizumura K (Eds.). The polymodal receptor: a gateway to pathological. Progress in Brain Res, vol. 113. New York, Elsevier, 1996.p.255-72
29. Zochodne DW. Epineurial peptides: a role in neuropathic pain?. Can J Neurol Sci 1993; 20:69-72
30. Cavanaugh JM, Ozaktay AC, Yamashita T, et al. Mechanisms of low back pain. A neurophysiologic and neuroanatomic study. Clin Ortohp 1997; 335:166-80
31. Deyo RA. Drug therapy for back pain. Which drugs help which patients. Spine 1996; 21:280-2849
32. Jayson MIV. Presidential address. Why does acute back pain become chronic?. Spine 1997; 22:1053-6
33. Fu H. What is the material base of acupuncture?. The Nerves!. Med Hypotheses 2000; 54:358-9
34. Deng QS. Ionic mechanism of acupuncture on improvement of learningand memory in age mammals. Am J Chinese Med 1995; 23:1-9
35. Hökfelt T, Zhang X, Xu ZQ, et al. Cellular and synaptic mechanisms in transition of pain from acute to chronic. In: Jensen TS, Turner JA, Wiesenfeld-Hallin Z (Eds.). Proceeding 8th World Congress on Pain. Progress in Pain Res and Management. Seattle: IASP Press, 1997; 8:133-53
36. Woolf CJ, Doubell TP. The pathophysiology of chronic pain: increased sensitivity to low threshold Ab-fiber inputs. Opin Neurobiol 1994; 4:525-34
37. Chen Z, Hendner J and Hendner T. Substance P induced repiratory excitation is blunted by delta-receptor specific opioids in the rat medulla oblongata. Acta Physiol Scandinavica 1996; 157:165-73
38. Raja SN, Meyer RA, Ringkamp M, et al. Peripheral neural mechanisms of nociception. In: Wall PD, Melzack R (Eds.). Textbook of Pain. 4th ed. London: Churchill Livingstone, 1999.p.105-28
39. Koltzenburg M, Bennett DL, Shelton DL, et al. Neutralization of endogenous NGF prevents the sensitization of nociceptors supplying inflamed skin. Eur J Neurosci 1999; 11:1698-704
40. Besedovsky HD, Del Ray A. Immune-neuroendocrine circuits: Integrative role of cytokines. Front Neuroendocrinol 1992; 13:61-94
41. Purba JS, Raadsheer FC, Hofman MA, et al. Increased number of corticotropin-releasing hormone expressing neurons in the hypothalamic paraventricular nucleus of patients with multiple sclerosis. Neuroendocrinology 1995; 62:62-70
42. Woolf CJ, Bennett GJ, Doherty M, et al. Towards a mechanism based classification of pain?. Pain 1998; 77:227-30
43. Watkins LR, Maier SF, Goehler LE. Immune activation: the role of pro-inflammatory cytokines in inflammation, illness responses and pathological pain state. Pain 1995; 63:289-302
44. Lower TWI, Hassan WV et al.Management of low back pain, clinicians guide to pain. A member of the hodder headline proup. London-Sydney-Auckland Co,published in the united states of America by Oxford University Press Inc:N.Y., 1999.p.129-138
45. Ganglin Y, Zhenghua L. Advanced modern chinese acupuncture therapy. 1st ed. New World Press: Beijing, 2000.p.424-6
46. Fernandez E, Turk DC. The scope and significance of anger in the experience of chronic pain. Pain 1995; 61:165-75
47. McCraken LM. Learning ti live with the pain: acceptance of pain predicts adjustment in persons with chronic pain. Behav Res Ther 1998; 74:21-8
48. Turk DC, Okifuji A, Scharff I. Chronic pain and depression - role of perceived impact and perceived control in different age cohorts. Pain 1995; 61:93-101
49. Wade JB, Price DD, Hamer RM, et al. An emotional component analysis of chronic pain. Pain 1990; 40:303-10
50. Waddell G. The back pain revolution. Edinburg: Churchill Livingstone, 1998
51. Pincus T, William AC. Models and measurements of depression in chronic pain. J Psychosom Res 1999; 47:211-9
52. Eccleston C, Williams A and Morley S. Cognitive-behavior therapy for chronic pain in adults. In: T.S. Jensen, P. R. Wilson and A.S.C. Rice (Eds.). Arnold, London. Clinical Pain Management, Chronic Pain, 2003.p.325-333
53. Kaufmann WE, Worley PF, Pegg J, et al. COX-2, a synaptically induced enzyme, and is expressed by excitatory neurons at posts synaptic site in rat cerebral cortex. Proc Natl Acad Sci USA 1996; 93:2317-21
54. Worz R, Muller-Schwepe G, Stroehmann I, et al. Back pain: guidelines for drugs therapy. Utilize the therapeutic spectrum. MMW-Forschr Med 2000; 142:27-33
55. Nachemson A and Jonsson E (Eds). Neck and back pain: The scientific evidence of causes, diagnosis and treatment. Philadelphia: Lippincott, Williams & Wilkins, 2000
56. Van Tulder M, Koes BW, Assendelft WJJ, Bouter LM (Eds). The effectiveness of conservative treatment of acute and chronic LBP. Amsterdam: EMGO Institute, 1999
57. Van Tulder M. Low back pain: Summery of systematic review and clinical guidelines. Refresher Course Syllabus, Giamberardino A M (Ed.). IASP Press: Seattle, 2002:267-70
58. McCleane GJ. Does gabapentin have an analgesic effect on background, movement and referred pain?. A randomized, dobble-blind, placebo controlled study. Pain Clinic 2001; 13:103-7
59. Yildimir K, Sisecioglu M, Karatay S, et al. The effectiveness of gabapentin in patient with chronic radiculopathy. The Pain Clinic 2003; 15:213-8
60. Khromi S, Patsalides A, Paada S, et al. Topiramate in chronic lumbar radicular pain. J Pain 2005; 6:829-36
61. Muehlbacher M, Nickle MK, Kettler C, et al. Topiramate in treatment of patients with chronic low back pain: a randomized, double-blind, placebo controlled study. CliN J Pain 2006; 22:526-31
62. Kalso E, Edwards JE, Moore RA, et al. Opioids in chronic non-cancer pain: systematic review of efficacy and safety. Pain 2004; 112:372-80
63. Furland AD, Sandoval JA, Mailis-Gagnon A, et al. Opioids for chronic noncancer pain: a meta-analysis of effectiveness and side effects. CMAJ 2006; 174:1789-94
64. Brown J, Klapow J, Doleys D, et al. Disease-specific and generic health outcome : a model for evaluation of long-term intrathecal opioid therapy in non-cancer low back pain patients. Clin J Pain 1999; 15:122-34
65. Müller FO, Odendaal CL, Müller FR, et al. Comparison of the efficacy and tolerability of a paracetamol / codein fixed-dose combination with tramadol in patients with refractory chronic back pain. Arzneimittelforschung 1998; 48: 675-679.
66. Schnitzer TJ, Gray WL, Paster RZ, et al. Efficacy of tramadol in treatment of chronic low back pain. J Rheumatol 2000; 27:772-8
67. Cochrane Back Review Group. Muscle relaxants for nonspecific low back pain: a systematic review within the framework of Cochrane Collaboration. Spine 2003; 28:1978-92
68. Waddell G. Recent developments in low back pain. Pain 2002- An Update Review: Refresher Course Syllabus, Giamberardino A M (Ed.). IASP Press, Seattle 2002.p.259-66
69. Carlsson CP, Sjölund BH. Acupuncture for chronic low back pain: a randomized placebo-controlled study with long-term follow-up. Clin J Pain 2001; 17:296-305
70. Shang C. Electrophysiology of growth control and acupuncture. Life Sci 2001; 68:1333-4
71. Chou R, Huffman LH. Nonpharmacologic therapy for acute and chronic low back pain: a review of the evidence for an American Pain Society /American College of Physicians Clinical Practice Guideline. Ann Intern Medicine 2007; 147:492-504
72. Yun-Tao M, Mila M, Zang H C. Biomedical Acupuncture for pain management an integrative approach. Missoure: Elsevier Churchill Livingstone, 2005.p.24-35
73. Cunbo C. Treatment of chronic back pain and neck pain using Scalp Acupuncture: a case study. Med Acupuncture 2006; 8:24-25.
Hasil penelitian yang dilakukan Pokdi Nyeri PERDOSSI (Persatuan Dokter Saraf Seluruh Indonesia) di Poliklinik Neurologi Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002 menemukan prevalensi penderita NPB sebanyak 15,6%. Angka ini berada pada urutan kedua tertinggi sesudah sefalgia dan migren yang mencapai 34,8%. Dari hasil penelitian secara nasional yang dilakukan di 14 kota di Indonesia juga oleh kelompok studi Nyeri PERDOSSI tahun 2002 ditemukan 18,13% penderita NPB dengan rata-rata nilai VAS sebesar 5,46±2,56 yang berarti nyeri sedang sampai berat. Limapuluh persen diantaranya adalah penderita berumur antara 41-60 tahun (tidak dipublikasikan).
Beberapa faktor resiko penyebab NPB antara lain adalah orang yang pernah mendapatkan NPB sebelumnya. Selain itu pekerja yang kesehariannya dipenuhi dengan kesibukan mengangkat bendabenda berat terutama pada kelompok umur sekitar 45 tahun. Juga pekerja bangunan dengan menggunakan alat vibrator, perokok berat, obesitas dan kurangnya melakukan pergerakan. Penggolongan nyeri punggung bawah yang terdiri dari akut dan kronik oleh beberapa peneliti masih berbeda-beda. Spitzer, kerusakan vertebra, penyakit Paget, osteomalasia, hiperparatiroid, juga berperan sebagai etiologi NPB. NPB bisa berupa referred pain yang berasal dari organ visera, kejadian di retroperitoneal, sistem urogenitalia dan aorta. Seperti diketahui, saraf perifer terdiri dari akson somatik motorik, akson otonomik dan saraf aferen somatik sensorik viseral yang kesemuanya ini akan berkomunikasi ke SSP melalui kornu dorsalis atau ventralis. Lapisan pembungkus saraf perifer yang disebut dengan epineurium berfungsi sebagai pelindung yang terdiri dari serabut serat bebas, pembungkus kolagen, pembuluh darah, lemak serta nervinervorum seperti yang ditemukan pada saraf noradrenergik simpatetik dan akson saraf polimodal peptidergik. Inflamasi lokal terhadap nervinervorum akibat stimulasi patologik oleh mediator inflamasi seperti substance P (SP) dan fosfolipase A2 bisa menyebabkan terjadinya neuritis yang berefek sensitisasi terhadap saraf perifer sebagai patologi dari NPB. Secara fisiologis jika terjadi kerusakan berbagai jaringan baik kejadiannya patologik ataupun akibat tusukan titik-titik akupunktur sebagai terapi maka ujung-ujung serabut saraf akan melepaskan mediator kimiawi serta neurotransmiter seperti serotonin (5-HT), prostaglandin (PG), bradikinin, histamin, neuropeptida seperti SP, endorfin dan enkefalin yang mengakibatkan perubahan konsentrasi K++, Na+ dan Ca++ di neuron. Mediator ini nantinya akan berikatan dengan reseptor spesifik di perifer serabut saraf sensorik yang akan disampaikan ke jaras korteks sensorik yang dipersepsikan oleh otak sebagai nyeri dan atau analgesik. Di samping itu neurotransmiter ini juga bisa bersifat adaptif terhadap jaringan yang sudah menjadi patologis sehingga proses recovery jaringan bisa terjadi. Mekanisme kerja akupunktur ini berlaku baik tingkat lokal, segmental maupun tingkat sentral. Serabut saraf sensorik terdiri dari jenis serabut Ad yang bermielin yang berkecepatan hantar tinggi. Stimulasi perifer terhadap serabut ini secara langsung menyebabkan rasa nyeri primer. Jenis lain adalah serabut saraf sensorik C yang tidak bermielin mempunyai kecepatan lebih rendah, disebut juga sebagai serabut nyeri sekunder. Serabut C ini terdiri dari dua jenis dimana yang satu bisa mensekresi peptida seperti SP dan calcitoningene-related peptide (CGRP) yang peka terhadap nerve-growth factor (NGF) dan yang tidak mensekresi peptide namun peka terhadap glial-cell-derived neurotrophic factor (GDNF).
Sekresi dari kedua jenis serabut C ini berperan dalam perilaku nyeri dan mempengaruhi sebagian besar fungsi saraf antara lain fungsi sensorik, motivasi, kognitif serta mekanisme psikodinamik. Baik nyeri neuropatik maupun nyeri nosiseptif/inflamasi mempunyai kebersamaan dalam menimbulkan perubahan yang terjadi di saraf perifer, yaitu peningkatan eksitasi, disinhibisi baik di kornu dorsalis maupun di jaras supra spinalis. Proses inflamasi bisa juga disertai proses autoantigen di persendian. Secara imunologis jika makrofag bersentuhan dengan antigen seperti yang ditemukan pada serabut yang rusak maka mediator sitokin seperti IL (interleukin)-1 dan IL-6 akan keluar dari sel. Jenis sitokin ini nantinya akan juga mengaktivasi sistem neuroendokrin. Sistem imunologis dan neuroendokrin kembali melibatkan makrofag dan mediator yang kesemuanya ini berperan dalam kegiatan aksis hipotalamus hipofisis adrenal (HPA).
Tinjauan Patofisiologi dari Sudut Pandang Akupunktur
Per definisi NPB dalam Ilmu Akupunktur digolongkan ke dalam Bi sindrom yang merupakan suatu kumpulan gejala yang ditandai adanya stagnasi/sumbatan Qi dan Xue dalam meridian dan kolateral-kolateralnya. Penyebabnya adalah invasi patogen faktor-faktor luar berupa angin, dingin, lembab dan kebiasaan hidup yang tidak teratur sehingga menimbulkan keluhan nyeri, rasa tebal, rasa berat pada anggota gerak dan sendi serta terbatasnya gerak.
Mekanisme Kerja Akupunktur
Seperti disebut di atas mekanisme kerja akupunktur bisa pada tingkat lokal, segmental, dan sentral. Pada reaksi tingkat lokal maka akan terjadi respons jaringan seperti kemerahan disekitar penusukan jarum (respon nyata) sehingga merangsang reaksi imun yang akan memicu sel mast memproduksi histamin, bradikinin, serotonin, asetilkolin dan potasium, mengaktivasi serabut aferent nosiseptif dan menghasilkan nyeri. Substansia prostaglandin (SP) beserta peptida lain. Hal ini mengakibatkan ektravasasi dan berperan dalam mempengaruhi ujung serabut aferent perifer guna transduksi informasi nosiseptis. Reaksi lokal ini merupakan reaksi inflamasi kecil yang dapat mengakibatkan sintesis opioid endogen sebagai anti-nosiseptif yang dipertahankan sampai 3-4 hari setelah penusukan akupunktur. Setelah pencabutan jarum, distribusi potensial listrik di sekitar tepi jejas saraf menimbulkan medan potensial listrik yang bertindak sebagai stimulator terhadap ujung saraf bebas di kulit selama 72 jam setelah penusukan. Sifat stimulasi ini bervariasi menurut jenis jarum, keadaan tusukan, kualitas jaringan dan kesiagaan sistim saraf pasien.
Pada tingkat segmental yang melibatkan segmen-segmen myelotom, neurotom, somatom, dan viserotom. Penusukan pada titik akupunktur menyebabkan pelepasan peptida-peptida di dalam sumsum tulang belakang yang memodulasi trasmisi informasi nosiseptif menuju susunan saraf pusat yang mempunyai efek inhibitoris pada interneuron di lamina rexed V medulla spinalis. Inhibisi ini dimediasi oleh opiate-relieving system. Reaksi regional ini bisa berdampak lebih luas mencapai 2-3 dermatom termasuk viserokutaneus, muskulo-kutaneus dan muskuloviseralis, dan refleks vegetatif, regangan dan polisinaptik segmental. Stimulasi daerah somatik atau viseral, baik berupa stimulasi mekanik, kimiawi atau elektrik mengakibatkan perubahan aktifitas sel-sel di kornu dorsalis medula spinalis. Perubahan terutama berupa penurunan persepsi nyeri.
Pada tingkat sentral dari penusukan jarum di daerah perifer akan diteruskan ke ventroposterior nukleus talamikus yang selanjutnya diproyeksikan ke korteks. Di midbrain ditemukan cabang-cabang kolateral menuju periaquaductal grey matter (PAG). Dari sini akan diproyeksikan ke nukleus rafe magnus (NRM) dan ke nukleus retikularis para-gigantoselularis (NRPG) di medula oblongata. Stimulus ini kemudian melalui serotonergik dan noradrenergik akan menginhibisi aktivitas di substansia gelatinose (skema di atas). Jaras hipotalamus-hipofisis yang menjadi aktif akibat penusukan jarum mengakibatkan di sekresi hanya beta-endorfin ke pembuluhdarah dan cairan otak (CSF) menyebabkan efek analgesia dan homeostatis pada beberapa sistem, termasuk sistem imun, kardiovaskular, respiratorik, serta proses penyembuhan. Hilangnya atau berkurangnya rasa nyeri, sedasi dan euforia pada terapi akupunktur merupakan efek jangka panjang dari neuropeptida, endorfin dan enkefalin.
Nyeri Kronik dan Permasalahan Biopsikososial
Perasaan nyeri secara langsung bisa bermanifestasi berupa reaksi saraf otonom, psikologis dan perilaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 5-10% dari penderita akut akan berakhir ke nyeri kronik, dan penderita kronik menghabiskan biaya sekitar 75-90% dari biaya penanggulangan NPB secara keseluruhan. Sementara nyeri kronik berdampak pada gangguan psikologis yang disebut-sebut sebagai penyebab dari gangguan tidur, rasa lelah yang berlebihan, frustasi, rasa cemas dan depresi. Keadaan ini bisa berakhir pada disabilitas terhadap aktivitas seharí-hari dalam bentuk gangguan psikososial serta isolasi. Selain itu penderita nyeri kronik sering berakhir pada kondisi disabilitas.50 Dalam mendiagnosa depresi sering ditemukan underdiagnosis terutama yang berhubungan dengan nyeri kronik dan disabilitas. Sebaliknya sering juga terjadi overdiagnosis terhadap simptom somatik seperti perasaan yang sangat tidak berdaya, rasa capek yang berlebihan, gangguan tidur dan gangguan libido. Efek nyeri yang berkelanjutan serta disabilitas dan depresi bisa mengakibatkan gangguan fungsi kognitif berupa gangguan konsentrasi dan atensi, walaupun perlu ditekankan bahwa nyeri tidak ada kaitannya secara langsung dengan gangguan kognitif.
Skema mekanisme kerja akupunktur: tingkat lokal (kulit), segmental (spinal cord) dan sentral (korteks)
Dasar permasalahan biopsikososial ini ditemukan pada kegiatan aksis (Hypothalamus Pituitary Adrenal) HPA. Reaksi tubuh terhadap gangguan kognitif berdampak pada stimulasi aksis HPA yang pada akhirnya terjadi peningkatan kortisol sebagai stress factor. Kortisol sebagai stress factor selanjutnya akan menginhibisi kegiatan makrofag dengan demikian juga menghentikan sekresi sitokin, yang berarti menurunkan sistem ketahanan tubuh. Dilain pihak kortisol berfungsi menginhibisi proses inflamasi serta pembentukan COX-2. Selanjutnya kortisol akan juga menekan aktivitas sel mast untuk menghentikan sekresi histamin, demikian juga serotonin (5-HT) dan prostaglandin (PG). Inhibisi terhadap sekresi serotonin (5-HT) ini nantinya akan berpengaruh pada gangguan mood.
Penanggulangan
Penanggulangan NPB membutuhkan terapi antardisiplin. Hal ini didasari oleh proses patologi yang mendasar pada etiologi yang berbagai ragam. Pentingnya pemahaman patologi ini akan menunjang terapi baik farmakologik maupun non farmakologik. Penekanan terapi pada tulisan ini adalah terapi farmakologik dan terapi non farmakologik yaitu terapi akupunktur.
Terapi Farmakologik
Secara umum obat-obat yang digunakan berdasarkan pada kelainan patologik, durasi serta berat ringannya nyeri. Pemberian obat untuk penderita NPB umumnya tidak cukup dengan hanya satu macam saja tetapi poli terapi karena kelompok penyebabnya beragam. Oleh sebab itu jika kelompoknya termasuk nyeri neuropatik atau nosiseptif maka obat-obat kelompok anti nyeri yang dapat digunakan adalah anti konvulsan (gabapentin, oxcarbazepin), kelompok NSAID (misalnya celecoxib, etodolak, diklofenak) atau analgesik parasetamol, obat relaksan otot, opioid, dan antidepresan. Efektivitas dari obat-obat ini dibuktikan melalui hasil penelitian dalam penanganan nyeri akut maupun kronis. Anti konvulsan seperti gabapentin dan topiramat digunakan untuk terapi NPB dengan atau tanpa radikulopati.Penggunaan NSAID seperti celecoxib, etodolak, diklofenak untuk nyeri akut dalam jangka waktu yang lama perlu mendapat perhatian karena efek sampingnya terhadap gastrointestinal dan ginjal. Untuk nyeri kronik penggunaan opioid pada NPB non-kanker seperti osteoartritis dan nyeri neuropatik secara efektif dapat menurunkan keluhan nyeri sebanyak 30%. Pemberian opioid didasari oleh perannya sebagai modulator penting impuls nyeri yang akan di-relay melalui kornu dorsalis dan pusat-pusat di medula spinalis dan pons. Pemberian opioid oleh Brown et al. (1999) dalam penelitiannya menghasilkan efek terapeutik serta perbaikan fungsi yang signifikan. Opioid berfungsi menekan sekresi substance P (SP). Perlu diingat bahwa sebanyak 85% pengguna opioid mendapatkan keluhan konstipasi dan sedasi. Penggunaan Tramadol® juga efektif dalam penggunaan jangka pendek.
Obat relaksan otot yang berefek untuk menurunkan tonus otot juga merupakan terapi adjuvan. Hasil penelitian terhadap pemberian relaksan otot pada NPB yang akut selama 2 sampai 4 hari menurunkan rasa nyeri sebanyak 30%. Penanggulangan NPB menyangkut biopsikososial mengarah pada permasalahan baik kognitif maupun juga gangguan mood. Anti depresan trisiklik, khususnya amitriptilin terbukti bermanfaat untuk penderita nyeri neuropatik. Selain itu peran selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), misalnya sertralin dan fluvoksamin sangat penting dalam penanggulangan gangguan mood. Itulah sebabnya penggunaan anti depresan merupakan bagian dari terapi.
Terapi Nonfarmakologik Akupunktur
Adapun terapi nonfarmakologik yang dibahas dalam tulisan ini adalah terapi akupunktur. Pada awalnya terapi akupunktur merupakan terapi tradisional Cina yang penggunaannya pada hampir semua penyakit adalah dengan memanfaatkan meridian-meridian yang ditemukan dalam tubuh. Berkembangnya pengetahuan ilmu kedokteran modern melalui penelitian-penelitian, memacu pendalaman tentang mekanisme kerja akupunktur melalui penelitian-penelitian baik di tingkat seluler maupun molekuler. Berikut ini akan dipaparkan mengenai efek terapi akupunktur dan mekanisme kerjanya. Dasar pengobatan NPB adalah menghilangkan rasa nyeri, memperbaiki fungsi, mereduksi validitas dan mencegah kemungkinan terulang atau menjadi lebih berat. Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa terapi akupunktur ternyata berperan sebagai analgesik berkhasiat menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri. Pada penelitian tersebut sebanyak 80% pasien sembuh total yaitu tidak adanya kekambuhan setelah selesai terapi observasi hari ke-5. Adapun titik yang dipakai Yoashu (GV 2), Mingmen (GV 4), Shenshu (BL 23), Chengsan (BL 57), Kunlun (BL 60), Huantiao (BG 30), dan Qiuxu (GB 40).52 Ariasetiani, (2004)17 melaporkan dari 42 pasien yang dibagi dalam dua kelompok A dan B. Kelompok A menerima penusukan jarum akupunktur dengan titik Shenshu (BL23), Pangguangshu (BL28), Huantiao (GB 30), Weizhong (BL 40), Feiyang (BL 58), dan Taixi (KI 3). Adapun kelompok B menerima plasebopunktur. Terapi diberikan selama enam kali, dua kali seminggu.Dari hasil penelitian ini ditemukan nilai visual analog scale (VAS) sebelum terapi pada kelompok A (7.08±0.63) dan sesudah terapi (0.24±0.54). Sedangkan kelompok B sebelum terapi (6.05±0.67) dan sesudah terapi (5.29±0.78). Dari beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan serta penjelasan tetang mekanisme kerja akupunktur yang berdasarkan pada proses biologik menyangkut neurotransmitter, maka terapi akupunktur dapat berperan sebagai terapi nyeri. Terapi nyeri ini bisa berefek jangka panjang minggu sampai bulanan seperti yang ditemukan pada terapi LBP yang kronik yang disimpulkan sebagai terapi penyembuhan.
Kesimpulan
Nyeri Punggung Bawah yang berlokasi disekitar punggung bagian bawah bisa disebabkan beragam etiologi dimana prinsip penanggulangnnya juga harus berdasarkan pada etiologi. Kerusakan jaringan yang menimbulkan sensasi nyeri ini diakibatkan oleh kelainan struktur akibat degenerasi sehingga menyebabkan ketidakseimbangan neurotransmiter dari jenis-jenis seperti disebutkan di atas. Prinsip terapi NPB terhadap efek terapi farmakologik maupun terapi akupunktur berperan dalam mengatur keseimbangan neurotransmiter termasuk melalui sistem imun. Atas dasar ini maka permasalahan pada NPB sesuai etiologinya dapat ditanggulangi melalui poli terapi baik farmakologik maupun non-farmakologik dalam hal ini terapi akupunktur ataupun kombinasi untuk mencapai hasil yang maksimal.
1. Kelsey JL, Mundt DJ, Golden AL. Epidemiology of low back pain. In: Jayson MIV (Ed.). The Lumbal Spine and Back Pain, 4th Edition, Edinburg: Churchill Livingstone, 1992.p.537-549
2. Nachemson A. Latest knowledge of low back pain: a critical look. Clin Orthop and Related Res 1992; 279:8-20
3. Papageorgiou AC, Croft PR, Thomas E, et al. Influence of previous pain experience on the episode incidence of low back pain: result from the South Manchester Back Pain study. Pain 1996; 66:181-5
4. Purba JS, Rumawas AM. Nyeri punggung bawah: Studi epidemiologi, patofisiologi dan penanggulangan. Berkala Neurosains 2006; 7:85-93
5. Borenstein DG. Epidemiology, etiology, diagnostic evaluation, and treatment of low back pain. Curr Opin Rheumatol 2001; 13:128-34
6. Hoogendoorn WE, van Poppel MN, Bongers PM, et al. Systematic review of psychosocial factors at work and private life as risk factors for back pain. Spine 2000; 25:214-2115
7. Spitzer WO. Scientific approach to the assessment and management of activity-related spinal disorders: a monograph for clinicians. Report of the Quebec Task Force on spinal disorders. Spine 1987; 12:S1-S59
8. Scheer SJ, Radack KL, O’Brien DR. Randomized controlled trials in industrial low back pain relating to return to work. Arch Phys Med Rehab 1995; 76:966-73
9. Deyo RA. Non-operative treatment of low back disorders. In: Frymoyer JW (Ed.). The Adult Spine: Principles and Practice. New York, NY: Raven Press, 1991
10. Bogduk N, Van Tulder M and Linton SJ. Low back. In: Justins DM (Ed). Pain 2005-An Updated Review Refresher Course Syllabus. Seattle, IASP Press, 2005.p.71-76
11. Bigos S, Bowyer O, Braen G, et al. Acute low back problems in adults. Clinical practice guideline 14. AHCRP Publication No. 95-0642. Rockville, MD: Agency for Health Care Policy and Research, Public Heart Service, US Department of Health and Human Services, 1994
12. Bornstein DG. Chronic low back pain. Rheuma Dis Clin North Am 1996; 22:439-56
13. Gow P. Acute low back pain. In: Rowbotham DJ and Macintyre PE (Eds.). Clinical Pain Management. Acute Pain, London: Arnold, 2003.p.405-18
14. Raspe H. Back pain. In: Silman AJ, Gochberg MC (Eds.). Epidemiology of Rheumatic Disease. Oxford: Oxford University Press, 1993
15. Lovacky S, Zdenek, Oswald T. Acupuncture treatment and its effect on low back pain. Am J Acupuncture 1987; 15:245-9
16. Kusuma A, Kiswojo. Teori dan praktek ilmu akupunktur. PT Gramedia, Jakarta 1978.p.339-41
17. Ariasetiani D. Efek pengobatan akupunktur moksibusi pada nyeri punggung bawah. Thesis 2004, Departemen Akupunktur RSCM.
18. Eskinazi DP. NIH technology assessment workshop on alternative medicine: acupuncture. Gaithersburg, Maryland, USA, 1994. J Alternat Complement Medicine 1996; 2:1-256
19. Tang NM, Dong HW, Wang XM, et al. Cholecystokinin antisense RNA increases the analgesic effect induced by electroacupuncture or low dose morphine: conversion of low responder rats into high responders. Pain 1997; 71: 71-80.
20. Cheng XD, Wu GC, He QZ, et al. Effect of electroacupuncture on the activities of tyrosine protein kinase in subcellular fractions of activated T lymphocytes from the traumatized rats. Acupunct Electro-Therapeut Res. 1998; 23:161-70.
21. Cabýoglu HT, Ergene N, Tan U. The mechanism of acupuncture and clinical application. Intern J Neuroscience 2006; 116:115-25
22. Wyke B. Neurological aspects of low back pain. In: Jayson MI (Ed.). The lumbar spine and back pain, 3rd eds. Edinburgh: Churchill Livingstone, 1987.p.189-256
23. Coppes MH, Marani E, Thomeer RTWM, et al. Innervation of “painful” lumbar discs. Spine1997; 22:2342-50
24. Hicks GS, Duudleston DN, Russel LD, et al. Low back pain. Am J Med Sci 2002; 324:573-604
25. Saal JS. General principles of diagnostic testing as related to painful lumbar spine disorders: a critical appraisal of current diagnostic techniques. Spine 2002; 27:2538-45
26. Hoyle CH, Thomas PK, Burnstock G, et al. Immunohistochemical localization of neuropeptides and nitric oxide synthesis in sural nerves from Egyptian mummies. J Auton Nerv Syst 1997; 67:105-8
27. Lincoln J, Milner P, Appenzeller O, et al. Innervation of normal human sural and optic nerves by noradrenaline -and peptide containing nervi vasorum and nervorum: effect of diabetes and alcoholism. Brain Res 1993; 632: 48-56.
28. Kruger L. The functional morphology of thin sensory axons: some principles and problems. In: Kumazawa T, Kruger L, Mizumura K (Eds.). The polymodal receptor: a gateway to pathological. Progress in Brain Res, vol. 113. New York, Elsevier, 1996.p.255-72
29. Zochodne DW. Epineurial peptides: a role in neuropathic pain?. Can J Neurol Sci 1993; 20:69-72
30. Cavanaugh JM, Ozaktay AC, Yamashita T, et al. Mechanisms of low back pain. A neurophysiologic and neuroanatomic study. Clin Ortohp 1997; 335:166-80
31. Deyo RA. Drug therapy for back pain. Which drugs help which patients. Spine 1996; 21:280-2849
32. Jayson MIV. Presidential address. Why does acute back pain become chronic?. Spine 1997; 22:1053-6
33. Fu H. What is the material base of acupuncture?. The Nerves!. Med Hypotheses 2000; 54:358-9
34. Deng QS. Ionic mechanism of acupuncture on improvement of learningand memory in age mammals. Am J Chinese Med 1995; 23:1-9
35. Hökfelt T, Zhang X, Xu ZQ, et al. Cellular and synaptic mechanisms in transition of pain from acute to chronic. In: Jensen TS, Turner JA, Wiesenfeld-Hallin Z (Eds.). Proceeding 8th World Congress on Pain. Progress in Pain Res and Management. Seattle: IASP Press, 1997; 8:133-53
36. Woolf CJ, Doubell TP. The pathophysiology of chronic pain: increased sensitivity to low threshold Ab-fiber inputs. Opin Neurobiol 1994; 4:525-34
37. Chen Z, Hendner J and Hendner T. Substance P induced repiratory excitation is blunted by delta-receptor specific opioids in the rat medulla oblongata. Acta Physiol Scandinavica 1996; 157:165-73
38. Raja SN, Meyer RA, Ringkamp M, et al. Peripheral neural mechanisms of nociception. In: Wall PD, Melzack R (Eds.). Textbook of Pain. 4th ed. London: Churchill Livingstone, 1999.p.105-28
39. Koltzenburg M, Bennett DL, Shelton DL, et al. Neutralization of endogenous NGF prevents the sensitization of nociceptors supplying inflamed skin. Eur J Neurosci 1999; 11:1698-704
40. Besedovsky HD, Del Ray A. Immune-neuroendocrine circuits: Integrative role of cytokines. Front Neuroendocrinol 1992; 13:61-94
41. Purba JS, Raadsheer FC, Hofman MA, et al. Increased number of corticotropin-releasing hormone expressing neurons in the hypothalamic paraventricular nucleus of patients with multiple sclerosis. Neuroendocrinology 1995; 62:62-70
42. Woolf CJ, Bennett GJ, Doherty M, et al. Towards a mechanism based classification of pain?. Pain 1998; 77:227-30
43. Watkins LR, Maier SF, Goehler LE. Immune activation: the role of pro-inflammatory cytokines in inflammation, illness responses and pathological pain state. Pain 1995; 63:289-302
44. Lower TWI, Hassan WV et al.Management of low back pain, clinicians guide to pain. A member of the hodder headline proup. London-Sydney-Auckland Co,published in the united states of America by Oxford University Press Inc:N.Y., 1999.p.129-138
45. Ganglin Y, Zhenghua L. Advanced modern chinese acupuncture therapy. 1st ed. New World Press: Beijing, 2000.p.424-6
46. Fernandez E, Turk DC. The scope and significance of anger in the experience of chronic pain. Pain 1995; 61:165-75
47. McCraken LM. Learning ti live with the pain: acceptance of pain predicts adjustment in persons with chronic pain. Behav Res Ther 1998; 74:21-8
48. Turk DC, Okifuji A, Scharff I. Chronic pain and depression - role of perceived impact and perceived control in different age cohorts. Pain 1995; 61:93-101
49. Wade JB, Price DD, Hamer RM, et al. An emotional component analysis of chronic pain. Pain 1990; 40:303-10
50. Waddell G. The back pain revolution. Edinburg: Churchill Livingstone, 1998
51. Pincus T, William AC. Models and measurements of depression in chronic pain. J Psychosom Res 1999; 47:211-9
52. Eccleston C, Williams A and Morley S. Cognitive-behavior therapy for chronic pain in adults. In: T.S. Jensen, P. R. Wilson and A.S.C. Rice (Eds.). Arnold, London. Clinical Pain Management, Chronic Pain, 2003.p.325-333
53. Kaufmann WE, Worley PF, Pegg J, et al. COX-2, a synaptically induced enzyme, and is expressed by excitatory neurons at posts synaptic site in rat cerebral cortex. Proc Natl Acad Sci USA 1996; 93:2317-21
54. Worz R, Muller-Schwepe G, Stroehmann I, et al. Back pain: guidelines for drugs therapy. Utilize the therapeutic spectrum. MMW-Forschr Med 2000; 142:27-33
55. Nachemson A and Jonsson E (Eds). Neck and back pain: The scientific evidence of causes, diagnosis and treatment. Philadelphia: Lippincott, Williams & Wilkins, 2000
56. Van Tulder M, Koes BW, Assendelft WJJ, Bouter LM (Eds). The effectiveness of conservative treatment of acute and chronic LBP. Amsterdam: EMGO Institute, 1999
57. Van Tulder M. Low back pain: Summery of systematic review and clinical guidelines. Refresher Course Syllabus, Giamberardino A M (Ed.). IASP Press: Seattle, 2002:267-70
58. McCleane GJ. Does gabapentin have an analgesic effect on background, movement and referred pain?. A randomized, dobble-blind, placebo controlled study. Pain Clinic 2001; 13:103-7
59. Yildimir K, Sisecioglu M, Karatay S, et al. The effectiveness of gabapentin in patient with chronic radiculopathy. The Pain Clinic 2003; 15:213-8
60. Khromi S, Patsalides A, Paada S, et al. Topiramate in chronic lumbar radicular pain. J Pain 2005; 6:829-36
61. Muehlbacher M, Nickle MK, Kettler C, et al. Topiramate in treatment of patients with chronic low back pain: a randomized, double-blind, placebo controlled study. CliN J Pain 2006; 22:526-31
62. Kalso E, Edwards JE, Moore RA, et al. Opioids in chronic non-cancer pain: systematic review of efficacy and safety. Pain 2004; 112:372-80
63. Furland AD, Sandoval JA, Mailis-Gagnon A, et al. Opioids for chronic noncancer pain: a meta-analysis of effectiveness and side effects. CMAJ 2006; 174:1789-94
64. Brown J, Klapow J, Doleys D, et al. Disease-specific and generic health outcome : a model for evaluation of long-term intrathecal opioid therapy in non-cancer low back pain patients. Clin J Pain 1999; 15:122-34
65. Müller FO, Odendaal CL, Müller FR, et al. Comparison of the efficacy and tolerability of a paracetamol / codein fixed-dose combination with tramadol in patients with refractory chronic back pain. Arzneimittelforschung 1998; 48: 675-679.
66. Schnitzer TJ, Gray WL, Paster RZ, et al. Efficacy of tramadol in treatment of chronic low back pain. J Rheumatol 2000; 27:772-8
67. Cochrane Back Review Group. Muscle relaxants for nonspecific low back pain: a systematic review within the framework of Cochrane Collaboration. Spine 2003; 28:1978-92
68. Waddell G. Recent developments in low back pain. Pain 2002- An Update Review: Refresher Course Syllabus, Giamberardino A M (Ed.). IASP Press, Seattle 2002.p.259-66
69. Carlsson CP, Sjölund BH. Acupuncture for chronic low back pain: a randomized placebo-controlled study with long-term follow-up. Clin J Pain 2001; 17:296-305
70. Shang C. Electrophysiology of growth control and acupuncture. Life Sci 2001; 68:1333-4
71. Chou R, Huffman LH. Nonpharmacologic therapy for acute and chronic low back pain: a review of the evidence for an American Pain Society /American College of Physicians Clinical Practice Guideline. Ann Intern Medicine 2007; 147:492-504
72. Yun-Tao M, Mila M, Zang H C. Biomedical Acupuncture for pain management an integrative approach. Missoure: Elsevier Churchill Livingstone, 2005.p.24-35
73. Cunbo C. Treatment of chronic back pain and neck pain using Scalp Acupuncture: a case study. Med Acupuncture 2006; 8:24-25.
Artikel Lainnya
Label
Ageing
(1)
Alergi
(4)
Asma bronkial
(2)
Bedah
(6)
Bedah Digestif
(2)
Cardiology
(1)
COPD
(1)
Dermato Venerology
(9)
Diabetes Melitus
(4)
Emergency
(3)
Farmakologi
(1)
Fisiologi
(1)
GCS
(1)
Generals
(33)
GIT Tract
(8)
Herbal
(1)
Imunologi
(2)
Infertilitas
(1)
Infos
(2)
Interna
(31)
Jurnal Kedokteran
(34)
Kelainan Genetik
(1)
Masalah Pria
(1)
Masalah Wanita
(1)
Mentalic
(1)
Mineral
(1)
Neurology
(6)
Neurology - Penyakit Saraf
(6)
Nutrisi dan Gizi
(2)
Obstetri dan Ginekologi
(3)
Pediatri
(5)
Pengobatan dan Obat-obatan Alternatif
(1)
Penis
(2)
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
(1)
Penyakit Kulit dan Kelamin
(1)
Penyakit Menular
(6)
Praktis
(8)
Pulmonologi
(7)
Radiologi
(1)
Request
(1)
research
(1)
Rumah Sakit
(1)
Sinusitis
(1)
Suplemen makanan
(2)
TBC - Tuberculosis Paru
(4)
Terapi
(1)
THT
(3)
Trauma Kepala
(1)
Tropical Disease
(1)
Urologi
(1)
Vagina
(1)
Vitamin
(1)