Blog Archive
fblike
balacinema
Balaguris89
widgeonline dan amungonline kirteng
networkedblogs
iklan adsensecamp
Hiperparatiroidisme Primer
14.07 |
Posted by
Forsema 95
Hiperparatiroidisme primer adalah suatu keadaan di mana ditemukan kelebihan produksi hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH) yang tidak teregulasi akibat hiperfungsi pada kelenjar paratiroid dan merupakan penyebab utama terjadinya hypercalcemia. Insiden hiperparatiroidisme primer ratarata 42 kasus per 100.000 populasi, dan meningkat dengan bertambahnya usia, terutama ada wanita. Etiologi yang paling sering adalah adenoma pada satu kelenjar paratiroid (±80%) kasus dan hiperplasia kelenjar paratiroid yang multipel (12-15% kasus). Sebagian besar hiperparatiroidisme primer bersifat asimptomatik, beberapa penderita mengeluhkan gejala neurocognitive yang samar-samar, seperti depresi, mudah lelah, kelemahan pada otot proksimal, dan lesu, sehingga sering tidak terdiagnosis. Diagnosis hiperparatiroidisme primer ditegakkan berdasarkan peningkatan kadar PTH dan kalsium dalam darah. Pemeriksaan pencitraan jarang dilakukan untuk mendiagnosis hiperparatiroidisme primer, biasanya dilakukan untuk menentukan lokasi kelenjar paratiroid yang mengalami kelainan pada saat preoperatif. Penatalaksanaan hiperparatiroidisme primer meliputi cara pembedahan dan nonbedah, di mana cara pembedahan merupakan pilihan terbaik.
Kelenjar paratiroid yang terletak di belakang kelenjar tiroid, berfungsi menghasilkan hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH) yang merupakan regulator utama fisiologi kalsium. PTH mengatur metabolisme kalsium dengan berbagai cara, yaitu melalui tulang dengan meningkatkan resorpsi kalsium, melalui ginjal dengan meningkatkan reabsorbsi kalsium dan meningkatkan produksi 1,25-(OH)2 D (kalsitriol) yaitu suatu hormon yang meningkatkan absorbsi kalsium di usus. Kadar normal PTH dalam plasma adalah 10-55 pg/ml. Sekresi PTH diatur oleh kadar kalsium dalam plasma (kadar normal: 8,5–10,5 mg/dl), kadar kalsium tinggi dalam plasma akan menghambat sekresi dan menurunkan produksi PTH sedangkan kadar kalsium rendah dalam plasma akan menstimulasi produksi dan sekresi PTH.
Hiperparatiroidisme merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan kelebihan produksi PTH. Ada tiga bentuk hiperparatiroidisme, yaitu primer, sekunder dan tersier. Hiperparatiroidisme primer merupakan bentuk yang paling banyak yang disebabkan oleh adenoma dan hiperplasia, dimana akibat hiperfungsi pada kelenjar paratiroid terjadi kelebihan produksi PTH. Hiperparatiroidisme sekunder terjadi karena hiperplasia kelenjar paratiroid yang disebabkan oleh karena adanya disfungsi dari sistem organ lain. Penyebab yang paling banyak adalah gagal ginjal kronik, namun dapat juga disebabkan oleh karena osteogenesis imperfecta, penyakit Paget, mieloma multipel dan defisiensi vitamin D. Hiperparatiroidisme sekunder diakibatkan oleh karena hipokalsemia yang berlangsung lama sehingga menyebabkan stimulasi sekresi PTH.
Hiperparatiroidisme tersier ialah suatu keadaan di mana sekresi PTH yang berlebih setelah mengalami hiperparatiroidisme sekunder yang berkepanjangan, sering terjadi pada penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis jangka panjang dan dapat pula disebabkan dari hiperparatiroidisme sekunder akibat defisisensi vitamin D. Hiperparatiroidisme tersier terjadi oleh karena hiperplasia atau adenomatous multipel setelah terjadi stimulasi sekunder yang berkepanjangan. Kelenjar paratiroid yang mengalami hipertrofi gagal menjadi normal kembali dan terus mensekresikan PTH yang berlebih. Pada keadaan ini kelenjar yang mengalami hipertrofi menjadi autonom dan menyebabkan hypercalcemia.
Kelenjar Paratiroid
Kelenjar paratiroid umumnya terletak di belakang kelenjar tiroid, di mana kelenjar-kelenjar tersebut menghasilkan PTH, yang merupakan regulator utama homeostasis kalsium. Sekresi PTH distimulasi oleh kadar kalsium ekstraseluler yang rendah. PTH akan meningkatkan reabsorbsi kalsium di ginjal dan merangsang produksi 1-α hidroksilase oleh ginjal, yang berperan mengubah 25 (OH) D menjadi 1,25 (OH)2¬ D yaitu suatu hormon yang akan meningkatkan absorbsi kalsium di usus, serta meningkatkan resorpsi tulang melalui stimulasi dari osteoclast-activating factors. Melalui mekanisme ini PTH membantu mengembalikan kecenderungan terjadinya hipokalsemia (Gambar 1).
Gambar 1. Mekanisme feedback homeostasis kalsium hormon paratiroid
Hiperparatiroidisme Primer
Hiperparatiroidisme primer adalah suatu keadaan di mana ditemukan kelebihan produksi hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH) yang tidak teregulasi akibat hiperfungsi pada kelenjar paratiroid di mana akan menyebabkan gangguan homeostasis kalsium. Hiperparatiroidisme primer merupakan penyebab utama terjadinya hypercalcemia dan memiliki angka insiden rata-rata 42 kasus per 100.000 populasi, angka insiden ini meningkat dengan bertambahnya usia, di mana wanita memiliki insiden empat kali lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Etiologi dan Patogenesis
Sekitar 80% kasus hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma pada satu kelenjar paratiroid dan 12-15% disebabkan oleh hiperplasia kelenjar paratiroid yang multipel. Penyebab yang jarang adalah karsinoma paratiroid hanya 1-2% kasus. Kebanyakan kasus adenoma atau hiperplasia paratiroid tidak diketahui penyebabnya, tetapi diduga melibatkan faktor genetik. Walaupun jarang, kelainan akibat faktor genetik yang diturunkan harus dipertimbangkan pada penderita hiperparatiroidisme primer, antara lain: Multiple Endocrine Neoplasia syndromes (MEN) tipe 1, MEN tipe 2A, Familial Isolated Hyperparathyroidism (FIHP) dan Familial Hypocalciuric Hypercalcemia, di mana hiperplasia pada kelenjar paratiroid yang multipel merupakan dasar dari kelainan tersebut.
Manifestasi Klinis
Hiperparatiroidisme Primer Simptomatik.
Sebelum diperkenalkannya pemeriksaan rutin kadar kalsium, diagnosis hiperparatiroidisme primer ditegakkan berdasarkan sindrom klinis. Sindrom klinis dari hiperparatiroidisme primer dapat dengan mudah diingat sebagai "Bones, Stones, Abdominal groans, and Psychic moans."
- Kelainan tulang
Gambaran klasik kelainan tulang pada hiperparatiroidisme ialah osteitis fibrosa cystica, yang ditandai dengan meningkatnya resorpsi tulang oleh osteoklas, terutama mengenai ruas jari bagian distal yang menyebabkan resorpsi subperiosteal, hal yang sama juga terjadi pada tengkorak dan memberikan gambaran radiologi salt and pepper skull (Gambar 2).
Gambar 2. Gambaran radiologi osteitis fibrosa cystica
Osteitis fibrosa cystica memberikan gejala klinis nyeri pada tulang dan kadang terjadi fraktur patologis, tapi saat ini sudah jarang dijumpai (kurang dari 10% kasus). Kelainan tulang yang tidak kalah penting pada hiperparatiroidisme adalah osteoporosis. Tidak seperti gangguan osteoporosis lainnya, pada hiperparatiroidisme osteoporosis dominan terjadi pada tulang cortical, pada tulang trabekula baik massa maupun kekuatannya relatif terjaga, hal ini disebabkan karena PTH mempunyai efek anabolik pada tulang untuk menjaga atau bahkan menambah massa tulang.
- Kelainan ginjal
Manifestasi pada ginjal adalah batu ginjal, poliuria, hypercalciuria dan nefrokalsinosis. Batu ginjal terjadi kurang dari 15% kasus, biasanya adalah batu kalsium oksalat. Nefrokalsinosis jarang terjadi namun sering terjadi penurunan fungsi ginjal secara bertahap, di mana setelah dilakukan paratiroidektomi fungsi ginjal akan membaik, sehingga apabila pada penderita hiperparatiroidisme didapatkan gangguan fungsi ginjal yang tidak dapat dijelaskan sebabnya merupakan indikasi untuk dilakukan pembedahan oleh karena risiko untuk menjadi progresif. Hypercalcemia yang berlangsung lama dapat menyebabkan gangguan reabsorbsi di tubulus ginjal sehingga menyebabkan poliuria.
- Gambaran tidak spesifik
Gambaran tidak spesifik dari hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh pengaruh langsung dari hypercalcemia, gejala klinis tergantung dari kadar kalsium. Pada kadar kalsium antara 11,2-12 mg/dl menyebabkan keluhan lemah, letih dan lesu. Bila kadar kalsium lebih dari 12 mg/dl dapat menyebabkan terjadinya miopati proksimal, juga gejalagejala psikosis, depresi, sulit berkonsentrasi dan hilangnya memori. Pada hiperkalsemia berat yaitu bila kadar kalsium lebih dari 16 mg/dl dapat menyebabkan gangguan kesadaran, koma bahkan dapat menyebabkan kematian. Pada saluran cerna, PTH dan hypercalcemia dapat merangsang sekresi asam lambung sehingga menyebabkan terjadinya keluhan dispepsia dan ulkus peptik. Pengaruh hypercalcemia pada jantung dapat menyebabkan terjadinya aritmia terutama heart block yang bisa berakibat fatal. Pada hiperparatiroidisme primer juga terjadi peningkatan insiden hipertensi.
Hiperparatiroidisme Primer Asimptomatik
Dengan diperkenalkannya pemeriksaan rutin kadar kalsium darah pada awal tahun 1970 memudahkan pendeteksian suatu hypercalcemia asimptomatik. Di mana pada dua dekade berikutnya insiden hiperparatiroidisme primer meningkat lima kali lipat. Tanda pertama dari hiperparatiroidisme primer yang paling sering ialah meningkatnya kadar kalsium dalam darah pada saat pemeriksaan darah rutin. Beberapa penderita mengeluhkan gejala neurocognitive yang samar-samar seperti depresi, mudah lelah, kelemahan pada otot proksimal, dan lesu.
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaan fisis biasanya tidak banyak membantu, pemeriksaan fisis biasanya dengan memeriksa kekuatan otot. Terabanya massa pada leher pada kasus-kasus yang jarang menandakan tumor paratiroid.
Pemeriksaan Laboratorium
Hypercalcemia terjadi pada semua penderita hiperparatiroidisme primer, walau demikian kadar kalsium kadang berubah-ubah kebatas atas kisaran nilai normal, oleh karena itu pada penderita dengan hypercalcemia yang dicurigai hiperparatiroidisme harus diperiksa lebih dari satu kali sebelum diagnosis ditegakkan. Pemeriksaan kadar PTH merupakan inti dari diagnosis. Meningkatnya kadar PTH disertai dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah merupakan diagnostik untuk hiperparatiroidisme primer. Pemeriksaan kadar kalsium dalam urin 24 jam perlu dilakukan untuk menyingkirkan Familial Hypocalciuric Hypercalcemia.
Pada hiperparatiroidisme primer dapat ditemukan kadar kalsium yang normal (hiperparatiroidisme primer normocalcemia), maka dalam menegakkan diagnosis hiperparatiroidisme primer, penyebab-penyebab hiperparatiroidisme sekunder seperti rendahnya asupan kalsium, gangguan fungsi ginjal dan defisiensi vitamin D juga harus disingkirkan. Pemeriksaan laboratorium yang biasa ditemukan pada penderita hiperparatiroidisme primer adalah asidosis hyperchloremic ringan, hipofosfatemia dan peningkatan ringan sampai sedang dari kadar kalsium urin. Peningkatan alkali fosfatase dapat ditemui apabila sudah didapatkan kelainan pada tulang.
Pemeriksaan Pencitraan
Pemeriksaan pencitraan jarang dilakukan untuk mendiagnosis hiperparatiroidisme primer, biasanya dilakukan oleh para ahli bedah untuk menentukan letak kelenjar yang mengalami kelainan pada saat preoperatif. Pemeriksaan yang sering dilakukan diantaranya ialah pencitraan dengan menggunakan penanda Sestamibi, di mana zat radionuklir tersebut terkonsentrasi pada kelenjar tiroid dan paratiroid, dan biasanya akan hilang dalam waktu kurang dari satu jam, tetapi akan bertahan pada kelenjar paratiroid yang engalami kelainan. Pemeriksaan ini mempunyai sensitivitas 60-90%.
Kelemahan dari pemeriksaan ini ialah tidak dapat mendeteksi kelainan kelenjar yang multipel. Ultrasonografi leher mempunyai kemampuan yang sama dibandingkan Sestamibi scanning, akan tetapi tergantung pada operatornya sehingga memberikan tingkat akurasi yang berbeda-beda. Keuntungan dari ultrasonografi leher ialah dapat dilakukan segera pada saat awal evaluasi, akan tetapi juga tidak dapat mendeteksi pada kelainan kelenjar yang multipel.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hiperparatiroidisme primer dapat dilakukan secara nonbedah dan bedah. Apabila terdapat hypercalcemia yang berat, penatalaksanaan bedah harus dilakukan secepatnya setelah diagnosis dikonfirmasi dengan pemeriksaan PTH. Tetapi pada umumnya penderita dengan hiperparatiroidisme primer, hypercalcemia yang terjadi biasanya ringan sampai sedang dan tidak membutuhkan penatalaksaan bedah.
Penatalaksanaan Bedah
a. Indikasi pembedahan Hiperparatiroidisme primer dengan gejala klinis sebaiknya dilakukan pembedahan pada kelenjar yang mengalami kelainan. Beberapa klinisi berpendapat bahwa semua penderita hiperparatiroidisme primer harus dilakukan pembedahan kecuali pada mereka yang tidak dapat mentoleransi pembedahan.
Mereka berpendapat bahwa tindakan pembedahan aman dan juga sebagai terapi pencegahan komplikasi seperti osteoporosis, dan juga bisa menyembuhkan gejalagejala yang sering kali tidak disadari oleh penderita, seperti kelelahan dan depresi ringan. Pendapat lain menganjurkan tindakan nonbedah apabila memungkinkan, seperti penderita dengan kadar kalsium kurang dari 11,5 mg/dl, penderita tanpa gejala klinis dan pada penderita dengan kadar kalsium urin 24 jam yang normal dan tidak mengalami osteoporosis. National Institutes of Health (NIH) menyimpulkan indikasi-indikasi pembedahan sebagai berikut:
- Kadar kalsium melebihi 1 mg/dl dari batas atas nilai normal
- Kadar kalsium urin 24 jam lebih dari 400 mg
- Terjadi penurunan bersihan kreatinin lebih dari 30%
- Nilai T-score densitas mineral tulang di bawah -2,5
- Usia pasien kurang dari 50 tahun
- Kadar kalsium urin 24 jam lebih dari 400 mg
- Terjadi penurunan bersihan kreatinin lebih dari 30%
- Nilai T-score densitas mineral tulang di bawah -2,5
- Usia pasien kurang dari 50 tahun
b. Pilihan tindakan pembedahan Standar dari penatalaksanaan bedah adalah complete neck exploration dengan mengidentifikasi semua kelenjar paratiroid dan mengangkat semua kelenjar yang mengalami kelainan. Pada kasus di mana keempat kelenjar paratiroid mengalami hiperplasia, dilakukan subtotal paratiroidektomi, di mana 3,5 kelenjar diangkat dan menyisakan 50-70 mg kelenjar yang masih normal. Rata-rata 85% kasus hiperparatiroidisme primer disebabkan adenoma tunggal, oleh karena itu kebanyakan penderita yang dilakukan full neck exploration untuk mengevaluasi seluruh kelenjar paratiroidnya dilakukan tindakan pembedahan yang tidak perlu. Saat ini telah berkembang teknik pembedahan yaitu directed parathyroidectomy di mana dilakukan pemeriksaan radiologi preoperatif untuk menentukan lokasi kelenjar paratiroid yang mengalami kelainan, sehingga dokter ahli bedah hanya akan mengangkat kelenjar tersebut tanpa harus mengeksplorasi kelenjar-kelenjar yang lain. Dengan Sestamibi scanning dan ultrasonografi maka kelenjar paratiroid yang mengalami kelainan dapat dideteksi saat preoperatif pada 70-80% kasus, akan tetapi kedua teknik tersebut tidak dapat mendeteksi kelainan kelenjar yang multipel, oleh karena itu dibutuhkan pemeriksaan yang lain untuk mengkonfirmasi tidak ada kelenjar lain yang mengalami gangguan setelah dilakukan tindakan pembedahan. Untuk tujuan tersebut, saat ini banyak center telah melakukan pengukuran PTH intraoperatif.
Oleh karena waktu paruh dari PTH dalam plasma kurang lebih hanya 4 menit, maka kadarnya akan cepat turun setelah diangkat sumbernya. Jika kadar PTH gagal turun setelah kelenjar yang mengalami gangguan diangkat maka diperbolehkan untuk dilakukan eksplorasi lebih lanjut. Pembedahan dengan cara directed parathyroidectomy memberikan kesembuhan yang lebih cepat pada penderita dan sebaiknya hanya dilakukan di center yang menyediakan pemeriksaan PTH intraoperatif.
Penatalaksanaan NonBedah.
a. Pemanatauan Pada penderita hiperparatiroidisme primer yang tidak memenuhi kriteria guideline NIH dapat dilakukan pemantauan secara aman. Selain memantau gejala klinisnya, penderita juga harus diperiksa kadar kreatinin dan kalsium darah tiap 6 bulan, serta dilakukan pemeriksaan densitas mineral tulang dengan menggunakan alat Dual Energy X-ray Absorptiometry (DEXA).
b. Pengobatan nonfarmakologi Pada penderita hiperparatiroidisme primer diet rendah kalsium tidak perlu terlalu ketat, karena pada kenyataannya dengan diet rendah kalsium yang terlalu ketat dapat meningkatkan sekresi PTH, dilain pihak diet tinggi kalsium dapat mengeksaserbasi hypercalcemia. Defisiensi vitamin D dapat meningkatkan sekresi PTH dan resorpsi tulang. Oleh karena itu penderita hiperparatiroidisme primer harus mendapatkan suplemen harian berupa kalsium 800-1000 mg dan vitamin D sesuai dengan usia dan jenis kelamin.
Selain itu mereka juga harus menjaga hidrasi yang cukup, melakukan olahraga yang teratur dan menghindari imobilisasi dan obat-obatan seperti thiazides dan lithium.
c. Pengobatan farmakologi
Selain itu mereka juga harus menjaga hidrasi yang cukup, melakukan olahraga yang teratur dan menghindari imobilisasi dan obat-obatan seperti thiazides dan lithium.
c. Pengobatan farmakologi
- Fosfat
Fosfat oral dapat menurunkan kadar kalsium darah sampai 1 mg/dl, penurunan kalsium ini terjadi karena fosfat dapat menyebabkan penurunan absorbsi kalsium di usus dan menurunkan aktivitas 1-α hidroksilase sehinga kadar 1,25 (OH)2 D dalam darah rendah. Terapi fosfat tidak boleh diberikan pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal atau pada penderita dengan normophosphatemia atau hyperphosphatemia.- Bisphosphonates
Bisphosphonates merupakan analog phyrophosphate inorganik yang bekerja menghambat resorpsi tulang oleh osteoklas. Pada hiperparatiroidisme primer terjadi kehilangan densitas massa tulang cortical, sedangkan tulang trabekular densitas tulang relatif terpelihara. Bisphosphonates adalah kelompok obat yang menjanjikan dalam pengobatan hilangnya densitas tulang. Beberapa penelitian mengenai penggunaan Bisphosphonates pada hiperparatiroidisme primer menunjukkan peningkatan dari densitas mineral tulang pada tulang punggung dan panggul dan juga tidak menyebabkan perubahan signifikan pada kadar PTH, kadar kalsium darah dan kalsium urin 24 jam. Terapi dengan Bisphosphonates dapat dipertimbangkan pada penderita hiperparatiroidisme primer dengan densitas mineral tulang yang rendah yang tidak dapat atau tidak ingin dilakukan operasi.
- Estrogen
Terapi estrogen pada wanita postmenopause menunjukkan sedikit penurunan pada kadar kalsium darah (0,5-1 mg/dl) tanpa adanya perubahan pada kadar PTH. Estrogen juga memberikan keuntungan pada densitas mineral tulang pada tulang punggung dan kepala femur. Akan tetapi terapi estrogen sebaiknya tidak dijadikan pilihan utama pada wanita postmenopause dengan hiperparatiroidisme primer, oleh karena risiko yang diakibatkan seperti karsinoma endometrium dan peningkatan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Selective estrogen receptor modulator seperti raloxifene telah menunjukkan penurunan kadar kalsium dalam darah sama halnya dengan terapi estrogen.
- Calcimimetic
Cinacalcet merupakan preparat calcimimetic pertama yang tersedia. Preparat ini bekerja dengan cara mengikat dan memodifikasi calcium sensing receptor pada chief sel dipermukaan kelenjar paratiroid, yang akan menyebabkan meningkatnya sensitivitas reseptor terhadap kalsium. Cinacalcet efektif dalam menurunkan PTH dan menjaga kadar kalsium dan fosfat. Dosis awal cinacalcet 30 mg sekali sehari, dosis dapat dinaikkan 30 mg setiap 2-4 minggu hingga kadar PTH dalam kisaran target atau sudah tercapai dosis maksimal (180 mg perhari).
- Estrogen
Terapi estrogen pada wanita postmenopause menunjukkan sedikit penurunan pada kadar kalsium darah (0,5-1 mg/dl) tanpa adanya perubahan pada kadar PTH. Estrogen juga memberikan keuntungan pada densitas mineral tulang pada tulang punggung dan kepala femur. Akan tetapi terapi estrogen sebaiknya tidak dijadikan pilihan utama pada wanita postmenopause dengan hiperparatiroidisme primer, oleh karena risiko yang diakibatkan seperti karsinoma endometrium dan peningkatan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Selective estrogen receptor modulator seperti raloxifene telah menunjukkan penurunan kadar kalsium dalam darah sama halnya dengan terapi estrogen.
- Calcimimetic
Cinacalcet merupakan preparat calcimimetic pertama yang tersedia. Preparat ini bekerja dengan cara mengikat dan memodifikasi calcium sensing receptor pada chief sel dipermukaan kelenjar paratiroid, yang akan menyebabkan meningkatnya sensitivitas reseptor terhadap kalsium. Cinacalcet efektif dalam menurunkan PTH dan menjaga kadar kalsium dan fosfat. Dosis awal cinacalcet 30 mg sekali sehari, dosis dapat dinaikkan 30 mg setiap 2-4 minggu hingga kadar PTH dalam kisaran target atau sudah tercapai dosis maksimal (180 mg perhari).
Kesimpulan
Hiperparatiroidisme primer merupakan penyebab utama terjadinya hypercalcemia, di mana sebagian besar bersifat asimptomatik, sehingga untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan laboratorium yang ditandai dengan peningkatan kadar PTH dan kalsium dalam darah. Penatalaksanaan dengan cara pembedahan merupakan pilihan terbaik.
1. Potts JT. Diseases of the parathyroid gland and other hyperand hypocalcemic disorders. Harrison,s Principles of Internal Medicine. 16 ed. New York: Mc Graw-Hill; 2005.p.2245-78
2. Bikle DD. Metabolic bone disease. In: Gardner DG, Shoback D, eds. Greenspan's Basic & Clinical Endocrinology. Vol 8. New York: McGraw-Hill's; 2007.p.247-315
3. Marx SJ. Hyperparathyroid and hypoparathyroid disorders. N Engl J Med. 2000; 343:1863-75
4. Ahmad R, Hammond JM. Primary, secondary and tertiary Hyperparathyroidism. Otolaryngol Clin North Am. 2004; 37:701-13
5. Taniegra ED. Hyperparathyroidism. AAFP. 2004; 69:333-9
6. Suliburk JW, Perrier ND. Primary hyperparathyroidism. The Oncologist 2007; 12:644-53
7. Mariani G, Gulec SA, Rubello D, Boni G, Puccini M, Pelizzo, et al. Preoperative localization and radioguided parathyroid surgery. J Nucl Med. 2003; 44:1443-58
8. Udelsman R, Pasieka JL, Sturgeon C, Young JE, Clark OH. Surgery for asymptomatic primary hyperparathyroidism: proceeding of the third International Workshop. J Clin Endocrinol Metab. 2009; 94:366-72
9. Bilezikian JP, Khan AA, Potts JT. Guidelines for the management of asymptomatic primary hyperparathyroidism: summary statement from the third International Workshop. J Clin Endocrinol Metab. 2009; 94:335-9
10. Farford B, Prestuti J, Moraghan TJ. Nonsurgical managmenet of primary hyperparathyroidism. Mayo Clin Proc. 2007; 82:351-5
11. Silverberg SJ, Bilezikian JP. Primary hyperparathyroidism. In: DeGroot L, Tameson JL, eds. Endocrinology. Vol 2. 5th ed. Elsevier; 2006.p.1533-54
Artikel Lainnya
Label
Ageing
(1)
Alergi
(4)
Asma bronkial
(2)
Bedah
(6)
Bedah Digestif
(2)
Cardiology
(1)
COPD
(1)
Dermato Venerology
(9)
Diabetes Melitus
(4)
Emergency
(3)
Farmakologi
(1)
Fisiologi
(1)
GCS
(1)
Generals
(33)
GIT Tract
(8)
Herbal
(1)
Imunologi
(2)
Infertilitas
(1)
Infos
(2)
Interna
(31)
Jurnal Kedokteran
(34)
Kelainan Genetik
(1)
Masalah Pria
(1)
Masalah Wanita
(1)
Mentalic
(1)
Mineral
(1)
Neurology
(6)
Neurology - Penyakit Saraf
(6)
Nutrisi dan Gizi
(2)
Obstetri dan Ginekologi
(3)
Pediatri
(5)
Pengobatan dan Obat-obatan Alternatif
(1)
Penis
(2)
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
(1)
Penyakit Kulit dan Kelamin
(1)
Penyakit Menular
(6)
Praktis
(8)
Pulmonologi
(7)
Radiologi
(1)
Request
(1)
research
(1)
Rumah Sakit
(1)
Sinusitis
(1)
Suplemen makanan
(2)
TBC - Tuberculosis Paru
(4)
Terapi
(1)
THT
(3)
Trauma Kepala
(1)
Tropical Disease
(1)
Urologi
(1)
Vagina
(1)
Vitamin
(1)