translate

English French Japanese Arabic Chinese Simplified

Masukkan email untuk berlangganan:

Blog Archive

fblike

balacinema

Balaguris89

IDIonline

Membership P2KB IDI

widgeonline dan amungonline kirteng

bg banner dan widgeopr

networkedblogs

iklan adsensecamp

Asam Valproat ( Anti Epilepsi ) Untuk Mencegah Migren


Migren merupakan nyeri kepala primer yang cukup sering dijumpai. Serangan migren terkadang sangat menganggu baik kehidupan sosial maupun ekonomi penderita. Semakin sering terjadi serangan, kehidupan penderita akan semakin terganggu, sehingga perlu diberikan terapi pencegahan. Beberapa obat yang bisa dipakai untuk pencegahan migren adalah: Ca blocker (flunarizin, nimodipin), penyekat beta (propanolol, timolol), antidepresan (amitriptilin, nortriptilin, flouxetin), antiepilepsi (asam valproat, gabapentin, topiramat). Artikel ini membahas satu kasus penderita migren yang mengalami perbaikan setelah diterapi dengan obat antiepilpepsi yaitu asam valproat.

I Made Oka Adnyana
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran UNUD/RSUP Sanglah Denpasar
Setiap orang pasti pernah menderita nyeri kepala selama hidupnya, dan nyeri kepala merupakan kasus yang paling sering berobat ke poliklinik saraf. Kasus migren merupakan kasus kedua terbanyak setelah nyeri kepala tipe tegang yang datang berobat ke poliklinik saraf. Puncak prevalensi migren antara usia 25-55 tahun usia yang dimana sangat produktif, sehingga serangan migren harus diobati dengan sebaik-baiknya.
Migren merupakan gangguan neurobiologik, yang berhubungan dengan perubahan kepekaan sistem saraf dan aktivasi sistem trigeminovaskular. Dimana penderita migren lebih peka dari pada orang tanpa migren. Pada setiap serangan migren di samping mengganggu kehidupan sosial dan ekonomi juga akan mengakibatkan perubahan permanen dari sistem saraf pusat. Beberapa penderita migren dengan atau tanpa aura menunjukkan bertambahnya risiko lesi subklinik pada daerah tertentu. Seperti daerah serebelum dan sirkulasi posterior pada penderita dengan migren menunjukkan prevalensi infark yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (5,4%: 0,7%).
Risiko tertinggi adalah pada penderita migren dengan aura yang serangannya lebih dari 1 kali/bulan. Pada wanita risiko terjadinya deep white matter lesion (DWML) lebih besar pada penderita migren dibandingkan dengan kontrol. Risiko ini bertambah bila serangan lebih dari dua kali/bulan, akan tetapi risikonya sama pada penderita migren dengan atau tanpa aura. Pada laki-laki tidak menunjukkan perbedaan DWML antara kontrol dan penderita migren. Pada penderita migren juga ditemukan adanya akumuluasi ion Fe di daerah peri aquductus gray yaitu area yang memodulasi penghantaran nyeri secara desenden, dan bila daerah ini mengalami gangguan akibat akumulasi Fe akan mengganggu proses inhibisi penghantaran nyeri.
Pencegahan Serangan Migren
Mengingat efek perubahan pada susunan saraf pusat akibat serangan migren, maka serangan migren perlu diobati dan yang lebih penting adalah mencegah kekambuhan serangan agar jangan sampai berulang. Adapun prinsip umum terapi pencegahan adalah:
1. Mengurangi frekuensi berat dan lamanya serangan.
2. Meningkatkan respon pasien terhadap pengobatan.
3. Meningkatkan aktivitas sehari-hari, serta pengurangan disabilitas.
Sedangkan indikasi terapi pencegahan adalah:
1. Serangan berulang dan mengganggu aktivitas.
2. Nyeri kepala sering terjadi (2 kali atau lebih dalam seminggu).
3. Ada kontraindikasi terhadap terapi akut.
4. Kegagalan terapi atau overuse.
5. Efek samping yang berat pada terapi akut.
6. Biaya untuk terapi akut dan pencegahan.
7. Keinginan yang diharapkan penderita.
8. Munculnya gejala-gejala dan kondisi yang luar biasa, misalnya migren basiler, hemiplegia, aura yang memanjang.
Asam Valproat (Antiepilepsi) Sebagai Pencegahan Migren
Antiepilepsi sebagai antinyeri telah digunakan sejak tahun 1960. Beberapa mempunyai efek nyata pada nyeri neuropati, dan disertai bukti efektivitasnya. Saat ini obat antiepilepsi telah banyak digunakan sebagai pencegahan migren. Obat antiepilepsi yang dipakai untuk pencegahan migren adalah golongan valproat (asam/sodium) dan topiramat dengan bukti klinis A dan gabapentin dengan bukti klinis B.
Dalam percobaan telah terbukti selama serangan migren terjadi ketidakseimbangan konsentrasi neuron inhibisi (GABA) dan neuron eksitasi (glutamat dan aspartat) di dalam plasma. Valproat meningkatkan konsentrasi GABA di otak dengan jalan menghambat enzim GABA transaminase dan juga mengaktifkan enzim glutamat dekarboksilase yang akan menurunkan kadar glutamat. Seperti yang telah diketahui bahwa saat terjadi serangan migren kadar glutamat meningkat, sesuai dengan teori hipereksitabilitas saat terjadinya serangan migren. Valproat juga meningkatkan kadar asam homovanilik, ekepalin yang berfungsi untuk transmisi nyeri di striatum, batang otak, hipotalamus dan korteks. Efek yang nyata dari valproat adalah penurunan ekstravasasi plasma saat terjadinya inflamasi neurogenik pada awal serangan migren dengan jalan interaksi dengan reseptor GABA. Percobaan pada binatang, valproat memblok c fos expression dan neurogenic inflamation. Reseptor GABA juga terdapat di nukleus raphe dorsalis, di mana aktivitasnya menurunkan firing rate neuron serotoninergik yang terlibat dalam serangan migren.
Pemberian asam valproat peroral cepat diabsorpsi dan kadar maksimal dalam serum tercapai setelah 1-3 jam. Dengan masa paruh 8-10 jam, kadar dalam darah stabil dalam 48 jam setelah terapi. Ekresi sebagian besar lewat urin. Efek samping yang bisa terjadi adalah gangguan saluran cerna (mual, muntah dan anoreksia). Efek samping pada SSP adalah rasa mengantuk, ataksia, dan tremor.6
Dalam penelitian klinik efek sodium valproat sebagai profilaksis migren diketahui dari suatu percobaan randomized double-blind control placebo dengan menggunakan dosis 800 mg, berhasil menurunkan frekuensi serangan migren sebanyak 44%, dibandingkan dengan plasebo. Pada penelitian lain dengan randomized control trial, dengan dosis sesuai dosis antiepilepsi (500-1000 mg), ternyata valprota menurunkan 43% hari tanpa migren dibandingkan dengan plasebo, tetapi berat dan durasi serangan migren tidak dipengaruhi.
Penelitian multicenter randomized, plasebo kontrol studi dari divalproat pada penderita migren dengan atau tanpa aura. Dosis yang digunakan adalah dosis titrasi sampai dosis sesuai dengan dosis untuk antiepilepsi, hasilnya yaitu divalproat mampu menurunkan frekuensi serangan migren sebanyak 39% jika dibandingkan dengan plasebo. Penelitian multicenter tentang rentang dosis perlu dilakukan karena dengan dosis rendah mungkin efektif untuk beberapa pasien. Dengan dosis 500–1500 mg hasilnya lebih superior dari plasebo. Pada percobaan klinis, efek asam valproat sebagai pencegahan migren telah diteliti dalam suatu studi randomized double-blind and placebo control dimana asam valproat berhasil menurunkan serangan migren sebanyak 44%.
Preitag dkk (2002) meneliti secara double blind randomized di mana dosis yang digunakan adalah 500 mg dan dinaikkan secara perlahan sampai dosis 1000 mg per hari dapat mencegah serangan migren sebanyak 81% dibandingkan dengan plasebo.9 Pada penelitian oleh Pulley (2005) dengan rancangan double blind dibandingkan dengan plasebo dengan dosis 400 mg, dapat mencegah serangan migren sebanyak 86,2%. Pada penelitian yang dilakukan oleh Modi dkk (2006) dengan subjek sebanyak 34 pasien ternyata hasilnya sangat efektif untuk mencegah serangan migren.
Pada suatu penelitian multicenter randomized dan plasebo kontrol dari divalproat pada penderita migren dengan aura dan migren tanpa aura, dengan dosis titrasi sampai dosis setara dengan antiepilepsi (500-1000 mg), ternyata asam valproat bisa mencegah serangan migren sebanyak 39% dibandingkan dengan plasebo.
Pada dosis 500-1500 mg hasilnya lebih bagus dibandingkan dengan plesebo. Terapi dengan valproat digunakan apabila obat pilihan pertama untuk pencegahan migren seperti penyekat beta (flunarizin) tidak efektif atau ada kontraindikasi. Dosis yang digunakan adalah 500 mg sebagai dosis awal, dosis bisa dinaikkan tergantung efektivitas dan efek samping.
Laporan Kasus
Seorang wanita umur 36 tahun, suku Bali sudah menikah dengan 2 anak, datang ke poliklinik rumah sakit Puri Raharja Denpasar, mengeluh nyeri kepala berdenyut di kepala sebelah kiri, intensitas nyeri sedang sampai berat. Dalam setiap serangan berlangsung 4 jam kadang-kadang lebih dari 1 hari, keluhan semakin berat dengan adanya aktivitas fisik, seperti berjalan dan naik tangga. Keluhan disertai mual dan muntah. Pada saat serangan penderita merasa tidak enak bila melihat cahaya. Serangan muncul 2-3 kali/minggu. Keluhan sakit seperti ini sudah diderita sejak umur 15 tahun, dan dengan minum obat yang dibeli di toko obat/warung keluhan nyeri kepala bisa hilang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil; kedaan umum mengalami nyeri kepala berat. Tanda vital: tekanan darah 130/80 mmHg, denyut nadi 80x/menit, respirasi 20x/menit, suhu tubuh 36,4°C. Pada pemeriksaan status general dalam batas normal.
Pada pemeriksaan neurologi: nervus kranialis normal, funduskopi normal, tanda rangsangan meningen tidak ada, motorik baik, sensorik baik, refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-. Diagnosis kerja: migren tanpa aura. Penderita diterapi dengan:
1. Analgetik (campuran metampiron 500 mg, klordiazepoksid HCl 5 mg, vitamin B1, B6, B12 dan kafein anhidrat 50 mg), kalau perlu.
2. Flunarizin 5 mg (malam hari) sebagai pencegahan.
3. Antimigren (alkoloid beladona, ergotamin tartat 0,3 mg dan fenobarbital 20 mg), dua kali sehari maksimal 3 hari.
Selama minum obat keluhan berkurang sampai hilang tetapi begitu obat habis keluhan muncul lagi, sehingga penderita datang kontrol lagi. Kemudian penderita diminta untuk minum obat antimigren 2-3 kali/minggu dan analgetik diminum kalau perlu serta obat flunarizin sebagai pencegahan. Keluhan nyeri kepala berkurang sehingga penderita bisa beraktivitas lagi. Tetapi keluhan nyeri kepala kadang-kadang masih muncul, meskipun penderita sudah minum obat flunarizin sebagai terapi pencegahan selama 3 bulan, sehingga penderita disarankan untuk pemeriksaan CT scan kepala dan EEG, untuk mengetahui apakah ada kelainan organik di intraserebral sebagai penyebab nyeri kepalanya. Hasil pemeriksaan CT scan kepala dan EEG adalah normal, sehingga kecurigaan kelainan organik sebagai penyebab nyeri kepala sudah tersingkirkan. Diagnosis tetap migren tanpa aura. Kemudian terapi diganti dengan pemberian analgetik, antimigren dan asam valproat sebagai pencegahan. Setelah diterapi dengan asam valproat sebagai pencegahan keluhan nyeri kepala hilang. Dan setelah 3 bulan ternyata keluhan nyeri kepalanya sudah tidak pernah kambuh lagi.
Diskusi
Migren adalah gangguan neurobiologik yang berkaitan dengan perubahan kepekaan sistem saraf dan aktivasi sistem trigeminovaskular. Ciri-cirinya adalah terjadinya serangan sakit kepala dan gejala neurologik, gastrointestinal dan otonom. Migren menurut International Headache Society (IHS) dibagi menjadi: migren tanpa aura, migren dengan aura, sindrom periodik pada anak yang sering menjadi prekursor migren, migren retinal, komplikasi migren dan probable migren. Sedangkan kriteria diagnostik migren tanpa aura menurut IHS adalah:
A. Sekurang-kurangnya terjadi 5 serangan yang memenuhi kriteria B-D.
B. Serangan nyeri kepala berlangsung selama 4-72 jam (tidak diobati atau tidak berhasil diobati).
C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua di antara karakteristik berikut:
1. Lokasi unilateral.
2. Kualitas berdenyut.
3. Intensitas nyeri sedang sampai berat.
4. Keadaan bertambah berat oleh aktivitas fisik atau penderita menghindari aktivitas fisik rutin (seperti berjalan atau naik tangga).
D. Selama nyeri kepala disertai salah satu gejala di bawah ini:
1. Mual dan atau muntah.
2. Fotofobia dan fonofobia.
E. Tidak berkaitan dengan kelainan lain.
Melihat kasus pada penderita di atas maka penderita cocok dengan kriteria diagnostik migren tanpa aura, karena nyeri kepala unilateral (satu sisi kepala), serangan 4 jam, kadang sampai lebih 1 hari, diperberat oleh aktivitas fisik, mengalami mual dan muntah serta tidak enak melihat cahaya. Pengobatan yang diberikan adalah analgetik, antimigren dan obat untuk pencegahan migren yaitu flunarizin. Setelah diterapi dengan flunarizin selama 2 bulan, serangan migren belum terkontrol, sehingga dilakukan pemeriksaan penunjang (CT scan dan EEG) untuk mengetahui ada atau tidak kelainan organik penyebab nyeri kepala. Hasil CT scan kepala dan EEG normal. Dengan demikian kemungkinan penyebab yang berasal organik bisa disingkirkan.
Pencegahan migren dengan flunarizin efektif setelah diberikan minimal 2 bulan dan hanya mengurangi serangan sebanyak 50%, hal ini mungkin dapat menjelaskan kenapa pada penderita pemberian flunarizin kurang memuaskan. Pada penderita ini tidak diberikan terapi pencegahan dengan penyekat beta, karena tekanan darah penderita dalam batas normal, sehingga pada penderita kemudian diberikan asam valproat dengan dosis 2x250 mg. Setelah dievaluasi selama 3 bulan serangan migren pada penderita ini bisa terkontrol.
Kesimpulan
Migren merupakan nyeri kepala primer yang menempati urutan kedua dalam kunjungan ke klinik sefalgia poliklinik saraf. Serangan migren mengakibatkan efek yang merugikan terhadap pasien, keluarga, maupun masyarakat, sehingga bila serangannya sering perlu dilakukan pencegahan. Salah satu obat yang bisa dipakai untuk pencegahan adalah obat antiepilepsi, karena salah satu teori timbulnya bangkitan epilepsi dan migren karena ketidakseimbangan neurotransmiter eksitasi (glutamat) dan neurotransmiter inhibisi (GABA), di mana pada migren terjadi peningkatan neurotransmiter eksitasi.
Pada kasus yang dilaporkan ternyata dengan terapi flunarizin sebagai pencegahan serangan migren belum terkontrol dan setelah diberikan asam valproat baru penderita bebas dari serangan migren.




1. Djoenaedi Wijaya. The impact of migraine and the need of prophylactic treatment. In: Hassan S, Aldy SR, editor. Buku Proseding Pertemuan Nasional I Nyeri Kepala. 7-8 Agustus 2004. Medan.p.21-45
2. Welch KM. Brain hyperexcitability: the basis for antiepileptic drug in migraine prevention. Headache 2005; 45 Suppl 1:S25-32
3. Nissan GR, Diamond ML. Advance in migraine treatment. JAOA 2005; 105(4 Suppl 2):S9-5
4. Silberstein SD. Treatmen of migraine. AAN 2004 5. Sun C, Rapoport A. New treatment strategies for migraine prevention. US Neurological Disease 2006; 18-22
6. Steiner TJ, Hansen PT. Antiepileptic drugs in migraine prophylaxis. In: Olesen J, Hansen PT, Welch KM, editor. The Headache. 2nd ed. Philadelphia:Lippnicot Williams and Wilkins; 2000.p.483-88
7. Cuter FM, Limmroth V, Moskowitz MA. Possible mechanism of valvroate in migraine Prophylaxis. Cephalgia 1997; 17:93-100
8. Spasic M, Zivkovic M, Lukic S. Prophylactic treatment of migraine by valproate. Medicine and Biology 2003; 10(3):106-10
9. Freitag FG, Collins SD, Carlson AA, Goldstein J, Saper J, Silberstein SD, et al. A randomized trial of divalproate sodium extended release tablets in migraine prophylaxis. Neurology 2003; 58:1652-9
10. Pulley MT. Migraine headache. Origins consequences. Diagnosis and treatment. Northeas Florida Medicine 2005:10-3
11. Modis, Lowder DM. Medications for migraine prophylaxis. Americans Family Physician 2006; 73:72-80
12. International Headache Society. The International Classification of Headache Disorder, 2nd Edition. Cephalgia 2004; 24 Suppl 1:9-160





Artikel Lainnya