Blog Archive
fblike
balacinema
Balaguris89
widgeonline dan amungonline kirteng
networkedblogs
iklan adsensecamp
Tonsilitis Akut Dengan Komplikasi Multipel
14.37 |
Posted by
Forsema 95
Abses retrofaring sering dijumpai pada anak namun jarang pada orang dewasa. Penyebab pada orang dewasa adalah trauma dinding retrofaring, TBC servikal dan infeksi banal yang berasal dari struktur sekitarnya seperti: tonsil, faring dan sinus paranasalis. Dilaporkan satu kasus tonsilitis peritonsilitis akut dengan komplikasi multipel berupa abses retrofaring dan pneumonia masif yang jarang terjadi pada seorang laki-laki, 22 tahun. Kasus ini berhasil ditangani dengan insisi transoral dan pemberian berbagai macam antibiotik mulai dari cefuroxime axetil, ciprofloxacin dan ceftazidine penthahydrate.
Diambil dari artikel oleh:
Sutji Pratiwi Rahardjo
Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL - Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassa
Abses retrofaring adalah timbuan nanah pada ruang retrofaring. Ruang retrofaring terletak di antara dinding posterior faring (fascia buccopharyngealis) dan fascia prevertebralis. Abses retrofaring dapat terjadi pada semua umur tetapi lebih banyak ditemukan pada bayi dan anak kecil, biasanya dalam bentuk akut sedangkan bentuk kronis lebih sering pada orang dewasa. Pada umumnya dengan penanganan yang optimal adekuat, abses retrofaring biasanya dapat disembuhkan dengan baik tetapi bila terjadi komplikasi maka penanganan dan kesembuhan akan menjadi lebih sulit. Salah satu komplikasi yang mungkin terjadi adalah abses yang pecah spontan sehingga menyebabkan pneumonia dan asfiksia. Selain itu bila terjadi perdarahan masif membutuhkan ligasi arteri karotis. Infeksi dapat meluas ke mediastinum mengakibatkan terjadinya mediastinitis.
ANATOMI
Ruang retrofaring terletak di antara dinding posterior faring dan fascia prevertebralis dan merupakan rongga potensial yang mengelilingi faring dan esofagus di bagian anterior dan bagian luar lapisan dalam fasia servikal profunda di bagian posterior. Ruang retrofaring ini meluas dari permukaan anterior dasar oksiput kira-kira setinggi prominensia vertebra servikal dua ke bawah sampai mediastinum posterior. Di sebelah lateral berhubungan dengan ruang parafaring. Kelenjar limfa retrofaring umumnya terdiri dari 2 sampai 5 kelenjar, terletak di belakang dinding posterior faring. Kelenjar limfa retrofaring ini menampung aliran limfa dari otot-otot dan tulang-tulang yang berdekatan, sinus paranasal, faring, telinga tengah, telinga dalam serta tuba eustachius.
INSIDENS
Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur namun jarang pada orang dewasa. Pada anak ditemukan usia antara 3 bulan hingga 5 tahun. Pada orang dewasa kelenjar limfa retrofaring sudah mengalami atrofi.
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Abses retrofaring akut pada bayi dan anak kecil terjadi dari limfadenitis retrofaring sebagai komplikasi dari infeksi saluran napas atas seperti faringitis akut dan tonsilitis akut yang hebat. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa biasanya disebabkan oleh trauma penetrasi benda asing misalnya tulang ikan atau tindakan medis seperti anestesia lokal (jarum tidak steril), intubasi endotrakea dan tindakan endoskopik. Abses ini terdapat di depan fascia prevertebralis dan menonjol ke dalam faring. Penyebab infeksi biasanya karena ditemukan kuman aerob dan anaerob secara bersamaan. Abses retrofaring kronik terletak di bagian dorsal fascia prevertebralis dengan kuman tuberkulosis.
DIAGNOSIS
Secara anamnesis abses retrofaring pada anak biasanya didahului oleh infeksi saluran napas atas, demam, kesukaran menelan disertai nyeri dan pembengkakan pada leher. Pada pemeriksaan tenggorok dapat terlihat dinding retrofaring menonjol (bombans) dan tampak berwarna merah. Pada keadaan lanjut keadaan umum anak menjadi kurang baik, terdapat kekakuan otot leher, leher sedikit hiperekstensi disertai nyeri pada penekanan. Jika pembengkakan dinding posterior faring semakin besar dapat timbul perubahan suara, hipersalivasi, sendi leher menjadi kaku dan kesukaran bernafas. Keadaan di atas menjadi tanda kegawatan yang harus segera ditangani. Bila terjadi ruptur spontan dari abses tersebut akan terjadi sesak napas berat oleh karena aspirasi pus yang dapat menimbulkan pneumonia aspirasi, abses paru dan sepsis.
Pada orang dewasa biasanya didahului riwayat tertusuk benda asing pada dinding posterior, pasca tindakan endoskopi atau riwayat batuk kronik. Gejala yang timbul tidak begitu berat, biasanya terdapat sakit menelan, kesukaran menelan yang ringan, nyeri leher dan keterbatasan gerak leher serta gejala lain sesuai penyebabnya.
Pemeriksaan Penunjang
Rö-leher pada abses retrofaring akibat proses akut tampak ”soft tissue” yang tebal di depan vertebra servikalis sehingga terdapat pertambahan jarak antara rongga faring dengan korpus vertebra dan mungkin terlihat gambaran air fluid level pada jaringan lunak retrofaring. Abses retrofaring akibat proses kronis didapatkan adanya klasifikasi pada kelenjar limfa dan kerusakan pada korpus vertebra servikalis serta jarak dinding faring dan korpus vertebra bertambah. Rö-toraks untuk mengetahui adanya pneumonia aspirasi, mediastinitis dan tuberkulosis.1,3 Punksi aspirasi merupakan tindakan diagnostik yang penting. Kultur dan uji kepekaan.
Diagnosis Banding
1. Malformasi oleh penonjolan korpus vertebra.
2. Aneurisma arteri.
PENATALAKSANAAN
Pada abses retrofaring akut harus segera diberikan antibiotik yang adekuat secara parenteral. Trakeostomi bila terdapat obstruksi jalan napas, selanjutnya disiapkan untuk tindakan insisi dan drainase pus. Insisi vertikal dilakukan pada titik di mana terdapat pembengkakan yang paling menonjol secara transoral atau eksternal pada posisi trendelenberg dan kepala hiperekstensi untuk mencegah terjadinya aspirasi, selanjutnya insisi diperlebar dengan hemostat. Pada abses retrofaring kronik umumnya dilakukan insisi eksternal untuk drainase pus melalui bagian posterior dari muskulus sternocleidomastoideus kemudian diberikan terapi spesifik dengan tuberkulostatik.
KOMPLIKASI
1. Aspirasi, abses yang pecah spontan dapat mengakibatkan asfiksia, pneumonia dan empiema.
2. Perdarahan
3. Mediastinitis
4. Septikemia
PROGNOSIS
Prognosis ditentukan oleh kecermatan diagnosis dan ketepatan tindakan. Bila pemberian antibiotik dan tindakan insisi yang tepat dan adekuat, maka prognosis umumnya baik, tetapi bila keadaan di mana sudah terdapat komplikasi berupa pneumonia aspirasi, abses paru ataupun mediastinitis, prognosis akan menjadi kurang baik apalagi bila kuman penyebabnya fulminans.
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki, 22 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan demam, odynophagia dan disfagia. Sebelumnya tidak terdapat riwayat tertusuk duri ikan, batuk dan sakit paru-paru. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum baik, kompos mentis, tidak sesak napas, 16 x/menit, nadi 80 x/menit, suhu 38°C. Jantung, paru-paru dalam batas-batas normal. Status THT: telinga dan hidung normal. Faringoskopi T2-T2 hiperemis, detritus ada dan hiperemis pada daerah peritonsil. Dinding posterior faring normal, tak tampak adanya penonjolan. Diagnosis pada saat ini adalah tonsilitis peritonsilitis akut. Terapi yang diberikan cefuroxime 750 mg/8 jam/i.v dan novalgin 1 ampul/8 jam/i.v. Keesokan harinya tampak leher membengkak dan ada penonjolan pada dinding posterior faring yang pada pemeriksaan Rö-leher, didapatkan kesan abses prevertebralis. Pemeriksaan laboratorium darah rutin kesan normal (Hb: 18,7 gr%, leukosit: 7100/mm, trombosit 220.000/mm, waktu perdarahan 1’50”, waktu pembekuan 13’15”). Dilakukan insisi transoral pus (+) dan foetor. Kemudian dikirim ke bagian mikrobiologi untuk pemeriksaan mikroorganisme, uji kepekaan dan BTA. Hasil pemeriksaan mikroorganisme dan uji kepekaan, basil tahan asam, bakteri gram positif tidak ditemukan. Kultur tidak ada pertumbuhan. Terapi diberikan cefuroxime 750 mg/8 jam/i.v, flagyl 500 mg/12 jam/infus dan oradexon 1 ampul/ 8 jam/i.v. Setiap hari dilakukan drainase abses, pus tidak berkurang malah bertambah terapi diganti dengan ciprofloxacin 400 mg/8 jam/infus, flagyl 500 mg/12 jam/infus.
DISKUSI
Pada kasus ini pasien datang hanya dengan tonsilitis akut dan peritonsilitis, tidak ada riwayat tertusuk duri ikan, batuk dan sakit paruparu tetapi kemudian pada perjalanan penyakit keadaan ini berkembang terjadi komplikasi abses retrofaring dan pneumoni masif di mana penanganan yang dilakukan adalah tindakan insisi transoral, drainase pus dan pemberian berbagai macam antibiotik berturut-turut mulai dari cefuroxime, ciprofloxacin dan akhirnya dengan ceftazidine pentahydrate baru dapat memberikan respons dan kesembuhan.
Pada hari kesepuluh tampak keadaan umum penderita melemah disertai sesak napas dan hemoptisis, pus tetap banyak dan foeter. Penderita dimasukkan ke ICU untuk perawatan intensif. Rö-leher, kesan abses prevertebralis kanan leher dan daerah bahu kanan disertai penyempitan lumen trakea, Rö-toraks kesan pneumonia masif kanan. Paru kiri, jantung dan diafragma dalam batas-batas normal. Selanjutnya dikonsulkan ke bagian penyakit dalam (sub divisi pulmonologi), jawaban kesan masif atelektasis paru kanan dengan diagnosis banding pneumoni yang luas.
Seminggu kemudian keadaan menjadi lebih baik, tidak sesak napas dan pus berkurang. Rö-toraks ulangan kesan foto sudah lebih baik dibandingkan dengan foto lama. Setelah pasien dirawat 30 hari, keadaan umum baik, tidak sesak, tidak ada abses dan luka insisi membaik.
Hasil Rö-toraks gambaran pneumonia sudah tidak ditemukan dan dikatakan pasien ini telah sembuh Komplikasi pneumonia masif ini mungkin terjadi akibat aspirasi pus pasca insisi yang merupakan komplikasi abses retrofaring yang bisa terjadi. Kegunaan kasus ini dapat diperlihatkan dengan menggunakan berbagai antibiotik menunjukkan adanya kuman penyebab tonsilitis+peritonsilitis yang diduga sangat fulminans, sehingga terjadi komplikasi abses retrofaring dan pneumonia masif walaupun telah diberikan bermacam-macam golongan antibiotik.
KESIMPULAN
Tonsilitis akut merupakan suatu inflamasi akut yang terjadi pada tonsilla palatina, yang terdapat pada daerah orofaring disebabkan oleh adanya infeksi bakteri maupun virus. Akibat pengobatan dari tonsilitis akut yang tidak adekuat dan adanya faktor predisposisi berupa rangsangan menahun dari rokok, higiene mulut yang buruk, beberapa jenis makanan, pengaruh cuaca, dan lain-lain sehingga dapat mengakibatkan komplikasi multipel berupa abses retrofaring dan pneumonia masif, seperti yang terjadi pada kasus ini.
1. Adam GL. Penyakit-penyakit nasofaring dan orofaring. Boies Buku Ajar Penyakit THT, edisi VI, ECG, 1994.p.347-8
2. Arfandy BR. Bahan kuliah laring faring, Lab. Ilmu Penyakit THT, FK.UH, Ujung Pandang, 1989.p.6-7
3. Bailey BJ. Deep neck space infections. Head and Neck Surgery otolaryngology Philadelphia, 1993.p.738-41
4. Ballantyne J. Surgical treatment of parapharyngeal and retropharyngeal abcess, operativesurgery nose and throat II. London:Butterworths, p.166-7
5. Ballenger L. Ruang-Ruang Fascia, Penyakit THT Kepala dan Leher. edisi 13, Jakarta:Bina Rupa Aksara, 1994.p.295-8
6. Basjroh R., Abses Retrofaring, Faringologi. Bandung:Penerbit Alumni, 1986.p.117-20
7. Becker W, et al. Clinical aspect of diseases of the mouth and pharynx, ear, nose and throat diseases. Thieme Flexibook, ed.2nd, New York, 1993.p.360-1
8. Cody DTR. Abses retrofaring, penyakit telinga, hidung dan tenggorokan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, 1993.p.309
9. Dolowitz D. The Throat, Basic Otolaryngology. New York, 1964.p.351-52
10. Fachruddin D. Abses leher. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit THT, edisi III. Jakarta:FKUI, 1997.p.184-7
11. Kusuma H. Infeksi leher. Dalam: KONAS XI PERHATI, Yogyakarta, 1995.p. 383-93
12. Scott BA and Stiernberg C. Deep Neck Space Infection, Head and Neck Surgery Otolaryngology, ed. Byron J. Bayley, JB Lippincontt Co., Philadelphia, 1993, pp.738-80.
13. Purnama H. Abses retrofaring. KONAS XI PERHATI, Yogyakarta, 1995.p.373-80
14. Schenck. Diseases of The Pharynx and Fauces. In: Jackson & jackson., editor Diseases of The Nose, Throat, and Ear. Philadelphia:WB Saunders Co., 1959.p.246-7
Artikel Lainnya
Label
Ageing
(1)
Alergi
(4)
Asma bronkial
(2)
Bedah
(6)
Bedah Digestif
(2)
Cardiology
(1)
COPD
(1)
Dermato Venerology
(9)
Diabetes Melitus
(4)
Emergency
(3)
Farmakologi
(1)
Fisiologi
(1)
GCS
(1)
Generals
(33)
GIT Tract
(8)
Herbal
(1)
Imunologi
(2)
Infertilitas
(1)
Infos
(2)
Interna
(31)
Jurnal Kedokteran
(34)
Kelainan Genetik
(1)
Masalah Pria
(1)
Masalah Wanita
(1)
Mentalic
(1)
Mineral
(1)
Neurology
(6)
Neurology - Penyakit Saraf
(6)
Nutrisi dan Gizi
(2)
Obstetri dan Ginekologi
(3)
Pediatri
(5)
Pengobatan dan Obat-obatan Alternatif
(1)
Penis
(2)
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
(1)
Penyakit Kulit dan Kelamin
(1)
Penyakit Menular
(6)
Praktis
(8)
Pulmonologi
(7)
Radiologi
(1)
Request
(1)
research
(1)
Rumah Sakit
(1)
Sinusitis
(1)
Suplemen makanan
(2)
TBC - Tuberculosis Paru
(4)
Terapi
(1)
THT
(3)
Trauma Kepala
(1)
Tropical Disease
(1)
Urologi
(1)
Vagina
(1)
Vitamin
(1)