translate

English French Japanese Arabic Chinese Simplified

Masukkan email untuk berlangganan:

Blog Archive

fblike

balacinema

Balaguris89

IDIonline

Membership P2KB IDI

widgeonline dan amungonline kirteng

bg banner dan widgeopr

networkedblogs

iklan adsensecamp

Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus


Artikel ini berisikan konsensus pengelolaan dan pencegahan bagi penyandang diabetes yang merupakan revisi konsensus pengelolaan Diabetes Melitus (DM) di Indonesia hasil kesepakatan para pakar DM di Indonesia yang mulai dirintis PB PERKENI sejak pertemuan tahun 1993 di Jakarta. Revisi buku konsensus 2006 adalah revisi ketiga kalinya, setelah revisi buku konsensus pertama tahun 1998 dan revisi kedua tahun 2002. Mengingat sebagian besar penyandang diabetes adalah kelompok DM tipe-2, konsensus pengelolaan ini terutama disusun untuk DM tipe-2, sedang untuk kelompok DM tipe-1 dan pengelolaan diabetes pada kehamilan dibicarakan dalam buku panduan tersendiri.
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar untuk tahun-tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan dari hasil penilitian di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan pada dekade 1980 menunjukkan sebaran prevalensi DM tipe-2 antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai 6,1% yang didapatkan di Manado.
Hasil penelitian pada era 2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai contoh penelitian di Jakarta (daerah urban) dari prevalensi DM 1,7% pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan kemudian menjadi 12,8% pada tahun 2001 di daerah sub-urban Jakarta. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta jiwa. Dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2%, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat penyandang diabetes sejumlah 8,2 juta di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya, berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural. Suatu jumlah yang sangat besar dan merupakan beban yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis/ subspesialis bahkan oleh semua tenaga kesehatan yang ada. Mengingat bahwa DM akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah, seharusnya ikut serta dalam usaha penanggulangan DM, khususnya dalam upaya pencegahan. Dalam strategi pelayanan kesehatan bagi penyandang diabetes, yang menempatkan pelayanan kesehatan primer sebagai ujung tombak, peran dokter umum menjadi sangat penting. Kasus DM sederhana tanpa penyulit dapat dikelola dengan tuntas oleh dokter umum di pelayanan kesehatan primer. Penyandang diabetes yang berpotensi mengalami penyulit DM perlu secara periodik dikonsultasikan kepada dokter spesialis penyakit dalam atau dokter spesialis penyakit dalam konsultan Endokrin, Metabolisme dan Diabetes di tingkat pelayanan kesehatan lebih tinggi di rumah sakit rujukan. Demikian pula penyandang diabetes dengan glukosa darah yang sukar dikendalikan dan penyandang diabetes dengan penyulit. Pasien dapat dikirim kembali kepada dokter yang biasa mengelolanya setelah penanganan di Rumah Sakit Rujukan selesai.Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup. Dalam pengelolaan penyakit tersebut selain dokter, perawat, ahli gizi serta tenaga kesehatan lain, peran pasien dan keluarga menjadi sangat penting. Edukasi kepada pasien dan keluarganya guna memahami lebih jauh tentang perjalanan penyakit DM, pencegahan, penyulit DM, dan penatalaksanaannya akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan mereka dalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan. Dalam konteks ini keberadaan organisasi perkumpulan penyandang diabetes seperti PERSADIA, menjadi sangat dibutuhkan, yang akan membantu meningkatkan pengetahuan mereka tentang DM dan memikirkan kepentingan mereka sendiri semaksimal mungkin. Untuk mendapatkan hasil pengelolaan yang tepat guna dan berhasil guna serta untuk menekan angka kejadian penyulit DM, diperlukan suatu standar pelayanan minimal bagi penyandang diabetes. Penyempurnaan dan revisi secara berkala standar pelayanan harus selalu dilakukan dan disesuaikan dengan kemajuan-kemajuan ilmu mutakhir, sehingga dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi penyandang diabetes. Pendekatan penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2 terbagi menjadi tiga tingkat:
· Penatalaksanaan Standar
Merupakan penatalaksanaan berdasar evidence-based dan cost-effective yang dilakukan di negara-negara dengan dasar pelayanan kesehatan yang sudah maju dan mengalokasikan porsi cukup besar untuk pembiayaan pelayanan kesehatan pada anggaran negaranya. Penatalaksanaan standar seharusnya tersedia bagi semua penyandang diabetes, dan semua sistem pelayanan kesehatan sebaiknya dapat mencapai tingkat penatalaksanaan ini.

· Penatalaksanaan Minimal.
Penatalaksanaan minimal bertujuan untuk mencapai sebagian besar penyandang diabetes. Dilakukan pada pusat pelayanan kesehatan dengan sumber daya terbatas (obat-obatan, sumber daya manusia, teknologi dan prosedur).

· Penatalaksanaan Komprehensif
Merupakan penatalaksanaan yang memerlukan teknologi kesehatan yang lengkap dan terkini bagi penyandang diabetes, dengan tujuan mencapai hasil yang terbaik. Penatalaksanaan komprehensif pada umumnya dilakukan pada pusat rujukan pelayanan kesehatan.
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006 ini menyediakan pendekatan praktis untuk mendukung implementasi sistem perawatan yang evidence-based dan cost-effective pada kondisi yang berbeda-beda.
 
Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.
Klasifikasi
Klasifikasi DM dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Etiologis DM


Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.
Diagnosis diabetes melitus
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini.
·   Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
·   Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan. Langkah diagnostik DM dapat dilihat pada bagan 1.
Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil, dapat dilihat pada tabel-2. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh.
·   TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L).
·   GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5.6 – 6.9 mmol/L).
Tabel 2. kriteria Diagnosis DM

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):
·   3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
·   Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
·   Diperiksa kadar glukosa darah puasa
·   Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgbb (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit
·   Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai
·   Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
·   Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok

Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko DM namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat.
Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari. Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok yang memiliki salah satu faktor risiko DM seperti dilihat pada halaman 33. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Apabila pada pemeriksaan penyaring ditemukan hasil positif, maka perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa atau dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar. (Lihat skema langkah-langkah diagnostik DM pada bagan 1). Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal, serta pada umumnya tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi mereka yang diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring juga dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up. Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Kadar Gula Darah Sewaktu Dan Puasa Sebagai Patokan Penyaringan Dan Diagnosis DM (mg/dL)
Catatan : Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Bagan 1. Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan

Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup penyandang diabetes.
Tujuan penatalaksanaan
·   Jangka pendek: hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
·   Jangka panjang: tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
·   Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
1. Langkah-langkah penatalaksanaan penyandang diabetes
2. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama:
Evaluasi medis meliputi:
·   Riwayat Penyakit
»  gejala yang timbul, hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu termasuk A1C, hasil pemeriksaan khusus yang telah ada terkait DM
»  pola makan, status nutrisi, riwayat perubahan berat badan
»  riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda
»  pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan DM secara mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi kesehatan
»  pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan makan dan program latihan jasmani
»  riwayat komplikasi akut (KAD, hiperosmolar hiperglikemia, hipoglikemia)
»  riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan traktus urogenitalis
»  gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronik (komplikasi pada ginjal, mata, saluran pencernaan, dll.)
»  pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah
»  faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain)
»  riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM
»  pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, status ekonomi kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi dan kehamilan.
·   Pemeriksaan Fisik
»  pengukuran tinggi dan berat badan
»  pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik
»  pemeriksaan funduskopi
»  pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
»  pemeriksaan jantung
»  evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
»  pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
»  pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan pemeriksaan neurologis
»  tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain
·   Evaluasi Laboratoris/penunjang lain
»  glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
»  A1C
»  profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida)
»  kreatinin serum
»  albuminuria
»  keton, sedimen dan protein dalam urin
»  elektrokardiogram
»  foto sinar x dada
·   Tindakan Rujukan
»  ke bagian mata bila diperlukan pemeriksaan mata lebih lanjut
»  konsultasi keluarga berencana untuk wanita usia produktif
»  konsultasi terapi gizi medis sesuai indikasi
»  konsultasi dengan edukator diabetes
»  konsultasi dengan spesialis kaki (podiatrist), spesialis perilaku (psikolog) atau spesialis lain sesuai indikasi

3. Evaluasi medis secara berkala
·   Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan sesuai dengan kebutuhan
·   Pemeriksaan A1C dilakukan setiap (3-6) bulan
·   Setiap 1 (satu) tahun dilakukan pemeriksaan:
»  Jasmani lengkap
»  Mikroalbuminuria
»  Kreatinin
»  Albumin / globulin dan ALT
»  Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserida
»  EKG
»  Foto sinar X dada
»  Funduskopi
Pilar penatalaksanaan DM
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Mengenai edukasi ini akan dibahas lebih mendalam di bagian promosi perilaku sehat di halaman 28.
2. Terapi Gizi Medis
·   Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
·   diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan
·   secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas
·   kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri).
·   Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi.
·   Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.
A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
Karbohidrat
·   Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
·   Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
·   Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
·   Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain
·   Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
·   Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula, asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily Intake)
·   Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Lemak
·   Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
·   Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
·   Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
·   Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu penuh (whole milk).
·   Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari.
Protein
·   Dibutuhkan sebesar 10 – 20% total asupan energi.
·   Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, tempe.
·   Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.
Natrium
·   Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih
·   dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendok teh) garam dapur.
·   Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400 mg garam dapur.
·   Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
Serat
·   Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes dianjurkan mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan,
·   buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik untuk kesehatan.
·   Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/1000 kkal/hari.
Pemanis alternatif
·   Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak bergizi. Termasuk pemanis bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa.
·   Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.
·   Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
·   Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena efek samping pada lemak darah.
·   Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, neotame.
·   Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily Intake / ADI )
B. Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kg BB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yai tu jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll. Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah sbb:
·   Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
·   Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal ± 10 %
Kurus    : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %

Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh.
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/TB(m2)
Klasifikasi IMT*
·   BB Kurang <18,5
·   BB Normal 18,5-22,9
·   BB Lebih >23,0
»  Dengan risiko 23,0-24,9
»  Obes I 25,0-29,9
»  Obes II >30
*) WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: RedefiningObesity and its Treatment.




Artikel Lainnya