translate

English French Japanese Arabic Chinese Simplified

Masukkan email untuk berlangganan:

Blog Archive

fblike

balacinema

Balaguris89

IDIonline

Membership P2KB IDI

widgeonline dan amungonline kirteng

bg banner dan widgeopr

networkedblogs

iklan adsensecamp

Miasis Hidung

Miasis hidung adalah investasi larva lalat ke dalam jaringan rongga hidung pada binatang maupun manusia. Masih terdapat ketidaksesuaian pendapat tentang penatalaksanaan miasis hidung. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut terhadap terapi yang tepat dan mampu membunuh larva lalat tetapi tidak toksik terhadap tubuh manusia. Dilaporkan satu kasus miasis hidung yang disertai pansinusitis. Penatalaksanaannya dilakukan irigasi rongga hidung dengan larutan H2O2 3% dilanjutkan NaCl 0,9%, kemudian larva dikeluarkan dengan pinset dan pemberian antibiotik sesuai tes sensitivitas.


Diambil dari artikel oleh:
Abdul Qadar Punagi
Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL FK.UNHAS
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar

Miasis adalah investasi larva lalat ke dalam suatu jaringan hidup termasuk manusia. Miasis hidung ialah terdapatnya investasi larva (belatung=ulat) dari lalat pada hidung manusia. Penyakit ini sering ditemukan pada negara-negara masyarakat golongan sosial ekonomi rendah. Diantara lalat penyebab miasis di dunia, lalat Chrysomyia bezziana mempunyai nilai medis yang penting karena bersifat obligat parasit. Investasi miasis pada jaringan akan mengakibatkan berbagai gejala tergantung pada lokasi yang dikenai. Larva yang menyebabkan miasis dapat hidup sebagai parasit di kulit, jaringan subkutan, soft tissue, mulut, traktus gastrointestinal, sistem urogenital, hidung, telinga dan mata.2 Higiene yang buruk dan bekerja pada daerah yang terkontaminasi, melatarbelakangi investasi parasit ini. Manifestasi klinik termasuk pruritus, nyeri, inflamasi, demam, eosinofilia dan infeksi sekunder. Penyakit ini jarang menyebabkan kematian.
Miasis hidung merupakan kasus yang jarang ditemukan dan di Indonesia tidak banyak dipublikasikan. Dari beberapa kasus yang pernah dilaporkan, masih belum ada keseragaman dalam mengelola kasus miasis. Ada yang dengan manipulasi ringan tanpa menggunakan zat-zat yang berbahaya, tetapi juga ada yang menggunakan zat-zat yang cukup berbahaya seperti premium dan sebagainya.

Anatomi Hidung dan Sinus Paranasal
Hidung terdiri dari hidung bagian luar dan rongga hidung. Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang dan dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Tiap kavum nasi mempunyai empat buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior. Dinding lateral terdapat empat buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil lagi ialah konka superior sedangkan yang terkecil disebut konka suprema, konka ini biasanya rudimenter. Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior bermuara duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus medius terdapat muara sinus frontal, sinus maksila dan sinus etmoidal anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang di antara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoidal posterior dan sinus sfenoid. Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologi dan fungsional di bagian atas mukosa pernapasan dan mukosa penghidu. Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel-sel goblet. Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting. Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung.
Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Mukosa sinus paranasal berhubungan langsung dengan mukosa rongga hidung di daerah ostium. Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum.

Sinus Paranasalis
Ada empat pasang sinus paranasal mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoidal dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua rongga sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing. Secara klinis sinus paranasal dibagi menjadi dua kelompok yaitu anterior dan posterior. Kelompok anterior bermuara di meatus nasi media yang terdiri dari sinus frontal, sinus maksila dan sel-sel anterior sinus etmoidal. Kelompok posterior bermuara di meatus nasi superior yang terdiri dari sel-sel posterior sinus etmoi-
dal dan sinus sfenoid.


Karakteristik Chrysomyia bezziana
Chrysomyia bezziana adalah serangga yang termasuk dalam famili Calliphoridae, ordo diptera, subordo Cyclorrapha, kelas Insecta. Lalat dewasa berukuran sedang berwarna biru atau biru kehijauan dan berukuran 8-10 mm, bergaris gelap pada toraks dan pada abdomen bergaris melintang. Larva mempunyai kait-kait di bagian mulutnya berwarna coklat tua atau coklat orange. Lalat dewasa meletakkan telurnya pada jaringan hidup dan hewan berdarah panas yang hidup liar dan juga pada manusia misalnya pada luka, lubang-lubang pada tubuh seperti mata, telinga, hidung, mulut dan traktus urogenital. Siklus hidup C. bezziana berkisar 9-15 hari dan lalat dewasa meletakkan rata-rata 150-200 telur setiap 2 atau 3 hari. Pada suhu 30°C setelah 12-18 jam, larva stadium I muncul dari dalam telur dan bergerak di permukaan luka atau pada jaringan yang basah. Larva ini berubah menjadi larva stadium II setelah 30 jam dan larva stadium III setelah 4 hari. Larva stadium I berwarna putih dan memiliki ukuran panjang 1,5 mm, larva stadium II berukuran 4-9 mm dan larva stadium III berukuran 18 mm. Larva menyerupai cacing yang mempunyai 11 segmen dengan kait-kait anterior berlokasi pada segmen kedua dan kait-kait posterior berlokasi pada segmen terakhir. Larva juga memiliki tanduk yang dapat mengelilingi setiap segmen tubuhnya. Kait-kait anterior memiliki 4-6 bibir. Larva stadium II dan III menembus jaringan hidup dari host dan hidup dari jaringannya. Pada saat makan hanya kait-kait posterior yang tampak. Larva stadium III meninggalkan luka setelah makan dan berubah menjadi pupa dan kemudian lalat dewasa.

Gambar 1. Gambaran mikroskop elektron larva

Gejala Klinik
Sakit kepala, terutama daerah sekitar hidung. Hidung tersumbat diikuti rasa sesuatu bergerak-gerak di dalam rongga hidung. Kadangkadang disertai epistaksis.

Pemeriksaan
Tampak hidung bengkak, kemerahan sekitar mata dan sebagian muka bagian atas. Pada kavum nasi tampak keropeng-keropeng dan ulat bergerak-gerak. Mukosa hidung nekrotik, kadang-kadang perforasi septum nasi. Hidung berbau busuk.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisis dimana kadang-kadang dapat ditemukan larva yang bergerak-gerak dalam hidung.

Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan miasis adalah dengan menghilangkan faktor penyebab miasis disertai pengeluaran larva yang ada. Masih terdapat ke tidaksesuaian pendapat antara beberapa penulis tentang penanganan miasis. Terapi model kuno dengan menggunakan obat insektisida (DDT) sangat membahayakan dan sekarang telah ditinggalkan. Sebagian penulis menganjurkan pemberian reagen tertentu (misalnya kloroform, premium) yang dapat melumpuhkan larva, kemudian larva tersebut diambil satu persatu. Pendapat lain mengemukakan tindakan pengambilan larva yang masih hidup tanpa pemberian reagen tertentu. Ada pula pendapat untuk tindakan irigasi perhidrol 3% setiap hari dan pemberian analgetik kuat. Tindakan operatif dengan melakukan nekrotomi merupakan tindakan alternatif lain dengan sebelumnya daerah tersebut ditetesi kloroform. Untuk mengetahui seberapa aman reagen yang dipergunakan perlu diketahui macam-macamnya:
1. Kloroform
Kloroform dapat dipakai dalam terapi miasis secara tunggal maupun kombinasi dengan bahan lain. Secara kimia rumus CHCL3
merupakan inhalan yang dapat dipergunakan sebagai bahan anestesi umum. Efek samping langsung yang sering terjadi antara lain :
1. Fibrilasi ventrikel
2. Inhibisi vagal
3. Depresi myocardium
Efek samping yang terjadi akibat pemakaian kloroform dalam waktu lama adalah toxic hepatitis. Pemakaian kloroform 2% dalam waktu lama juga dapat menyebabkan respirasi arrest.
2. Bensin (Premium)
Merupakan zat toksik pada tubuh manusia. Gejala yang terjadi berupa mual, muntah, sakit kepala, penglihatan terganggu, mabuk, koma, depresi sentral dan depresi pernapasan. Apabila terjadi keracunan secara kronis dapat terjadi sakit kepala kronis, rasa logam dalam mulut, diare, anemia, paralise dan kejang serta kelainan tulang.
3. Perhidrol
Perhidrol atau secara kimia H2O2 merupakan larutan yang mempunyai kemampuan menjadi H2O dan melepas O2. Sediaan farmasi berupa H2O2 30% dan 100% bersifat iritatif. Sediaan yang cukup aman berupa sediaan H2O2 3% meskipun demikian masih ada rasa nyeri pada jaringan tubuh manusia. Perhidrol merubah homeostasis sekitar larva sehingga larva berusaha keluar. Untuk memastikan terapi yang tepat terhadap miasis perlu suatu penelitian in vitro yang mampu membunuh larva miasis tetapi tidak toksik terhadap tubuh manusia. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh balai penelitian veteriner Bogor menyimpulkan bahwa pemberian ekstrak heksan daging biji srikaya (Annona squamosa L) berpengaruh terhadap pertumbuhan larva C. bezziana.

Komplikasi
Sering terjadi deformitas hidung berbentuk "saddle nose". Perforasi septum nasi, radang pada orbita dan ekstensi intrakranial. Kematian banyak disebabkan karena sepsis dan meningitis.

LAPORAN KASUS
Seorang wanita berumur 70 tahun datang ke Bagian UGD RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada tanggal 27 April 2006, dikirim dari RSUD Jeneponto, dengan keluhan keluar ulat dari hidung sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit disertai sakit kepala hebat. Penderita tampak lemah dan kesakitan, nafsu makan hilang, hidung rasa tersumbat, berbau busuk dan bengkak pada mata kiri. Sejak 7 bulan lalu penderita sering beringus kental tetapi tidak berobat. Tidak ada keluhan pada telinga dan tenggorok.

Pemeriksaan Fisik
Rinoskopi anterior:
- tampak kavum nasi kanan dan kiri berisi ulat yang bergerak-gerak, warna putih kecoklatan, krusta (+) kehijauan
- mukosa konka inferior dan media tampak atrofi
- septum nasi tampak mukosa tercabik-cabik, perforasi tidak ada
Gambar 2. Pemeriksan fisik


Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan CT scan kepala potongan korona:
- Tampak perselubungan pada sinus maksillaris bilateral, sinus sphenoidalis, sinus ethmoidalis dan sinus frontalis
- conka nasi kiri dan kanan tampak mengecil
- septum nasi deviasi ke kanan disertai penebalan mukosa
- tulang-tulang lainnya yang ter-scan tampak intak.
Diagnosis: miasis hidung + pansinusitis

Penatalaksanaan:
1. Perbaikan keadaan umum.
2. Perawatan lokal dengan irigasi H2O2 3% + larutan NaCl 0,9% dan dilakukan debridemant yang disertai ekstraksi ulat dengan bantuan pinset.
3. Biopsi jaringan untuk pemeriksaan histopatologi.
4. Pengambilan spesimen ulat untuk identifikasi di bagian parasitologi.
5. Pemberian antibiotik dan obat-obatan yang memperbaiki mukosiliar kinetik.

Gambar Ekstrasi ulat dengan bantuan pinset


Setelah 12 hari perawatan dan perbaikan keadaan umum, feoter nasi berkurang, udem mata kiri berkurang dan tidak disertai lagi epistaksis. Dan kontrol terakhir dengan nasoendoskop tidak tampak lagi ulat dalam rongga hidung. Hasil Pemeriksaan Patologi Anatomi (1.06.P.1615): massa nekrotik dengan radang tidak spesifik disertai adanya spora dan kokkus. Hasil biakan Bagian Parasitologi: Chrysomya bezziana. Perencanaan tindakan selanjutnya adalah operasi sinus endoskopik (FESS).

DISKUSI
Miasis hidung merupakan kasus yang jarang ditemukan. Infestasi larva dapat terjadi pada mukosa atau kulit yang membusuk yang menyebarkan bau yang merangsang. Jenis parasit yang biasanya menginvasi adalah golongan Chrysomya bezziana yaitu sejenis lalat yang bersifat obligat parasit dan pada saat hinggap di luka untuk menyerap cairan luka, sekaligus bertelur sebanyak 150-200 butir yang menetas dalam waktu 12-18 jam dan setelah 30 jam akan berganti kulit untuk kemudian masuk ke jaringan. Miasis ini mewabah pada hewan-hewan di Indonesia terutama sapi atau kerbau di Sulawesi Selatan, jarang pada manusia biasanya mengenai individu dengan personal hygiene yang kurang baik. Komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat miasis hidung adalah rusaknya tulang rawan dan tulang dapat menimbulkan perforasi pada septum dan deformitas namun pada kasus ini belum terjadi perforasi septum dan deformitas.


KESIMPULAN
1. Pentingnya dikemukakan kasus ini guna berbagi pengalaman di dalam penanganan kasus-kasus yang jarang
2. Dapat mencegah komplikasi yang tidak diinginkan
3. Mencari penatalaksanaan miasis hidung yang lebih komprehensif.

1. Wardhana AH. Infestasi larva chrysomya bezziana penyebab miasis pada manusia dan hewan serta permasalahan dan penanggulangannya. Balai Penelitian veteriner.
2. Turk M, Afsar I. A case of nasomiasis whose agent was sarcophaga sp. Acta Parasitologica Turcica 2006; 30(4)::330-2
3. Prihantara SY, dkk. Miasis hidung. Dalam: Kumpulan Naskah Ilmiah Kongres Nasional XII, PERHATI, Semarang, Oktober; 1999.p.486-94
4. Talari SA. Chrysomya bezziana infestation. Archives of Iranian Medicine 2002; 5(1):56-8
5. Soetjipto D. Hidung. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2001.p.88-95
6. Hilger AP. Hidung anatomi dan fisiologi terapan. Dalam: Boies Buku Ajar Penyakit THT, Ed.6, EGC, Jakarta,1997.p.173-89
7. Miller AJ. Sinus anatomy and function. In: Bailey BJ, editor. Head and Neck Surgery Otolaryngology. 2nd ed. Lippincott-RawenPublisher:Philadelphia,1998 .p.413-22
8. Rossi-Scehneider T, et al. Oral miasis: A case report. Journal of Oral Science 2007; 49(1):85-8
9. Rose HH. The orders of entognaths and insects. In: A Texttbook of Entomology. John Wiley Publishing:New York.p.468-69
10. Zachreini I, dkk. Satu kasus miasis yang disebabkan muska domestika. Dalam: Kumpulan Naskah Ilmiah Pertemuan Ilmiah Tahunan, Malang, 1996.p.207-13
11. Sharma H, et al. Nasal miasis: review of 10 years experience. The Journal of Laryngology and Otology 1989; 103:489-91
12. Saus GA, dkk. Dua kasus hidung "berulat" (miasis hidung) di RS Dr. Achmad Mochtar Bukit Tinggi. Dalam: Kumpulan Naskah Ilmiah Kongres Nasional VII, Perhati, Agustus1983.p.1030-6
13. Wardhana HA, dkk. Uji efikasi ekstrak heksan daging biji srikaya (Annona squamosa L) terhadap pertumbuhan larva lalat chrysomyia bezziana secara in vitro




Artikel Lainnya