translate

English French Japanese Arabic Chinese Simplified

Masukkan email untuk berlangganan:

Blog Archive

fblike

balacinema

Balaguris89

IDIonline

Membership P2KB IDI

widgeonline dan amungonline kirteng

bg banner dan widgeopr

networkedblogs

iklan adsensecamp

Resistensi Insulin dan disfungsi sel Beta pada Subyek Obesitas dengan Dysglycemia

Sebagian besar subyek obesitas ditemukan resistensi insulin walaupun demikian tidak semua subyek obesitas menjadi toleransi glukosa terganggu ataupun diabetes melitus. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai resistensi insulin pada subyek dengan dysglycemia. Subyek dan cara penelitian. Setelah berpuasa selama 12 jam dilakukan TTGO dan pemeriksaan insulin puasa. Hasil TTGO dibagi atas toleransi glukosa normal (TGN), toleransi glukosa terganggu (TGT), dan diabetes melitus. Resistensi insulin diukur berdasarkan HOMA IR, sedangkan disfungsi sel beta berdasarkan HOMA β. Hasil penelitian. Sebanyak 163 subyek dapat diperiksa, terdiri atas 30 subyek TGN (18,4%), 65 subyek TGT (39,9%), dan 68 subyek HPBG (41,7%). Tidak ditemukan perbedaan bermakna kadar HOMA IR diantara ketiga kelompok, masing-masing 1.69±1.38; 2.11±1.32; 1.76±1.02 (p=0.165). Sebaliknya terdapat perbedaan bermakna kadar HOMA β antara ketiga kelompok dengan kadar terendah pada diabetes melitus yaitu masing-masing 142.85±108.55; 116.61±90.50; 66,45±44.30 (p=0.000) Kesimpulan. Tingkat resistensi insulin pada TGN, TGT dan diabetes melitus tidak berbeda, sebaliknya fungsi sel beta pankreas menurun pada mereka yang menderita diabetes melitus, terutama disglikemi.

Herni Basir, A. Makbul Aman, Fabiola MS Adam, John MF Adam
Divisi Endokrin dan Metabolik Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin - Makassar

Penelitian epidemiologis membuktikan bahwa hanya sekitar 50% dari penderita diabetes melitus yang mempunyai gambaran klinis khas (over diabetes) dan datang berobat, sisanya dikenal dengan diabetes asymptomatic yang hanya dapat terdeteksi apabila dilakukan screening. Diagnosis pada mereka yang asymptomatic, hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa atau tes toleransi glukosa oral. Tes toleransi glukosa oral lebih banyak dapat menjaring penderita diabetes melitus oleh karena pada sebagian penderita diabetes melitus asymptomatic mempunyai kadar glukosa darah puasa normal atau glukosa puasa terganggu. Hasil tes toleransi glukosa oral di mana kadar glukosa puasa normal, tetapi kadar glukosa dua jam >200 mg/dL dikenal sebagai hiperglikemia pasca beban glukosa (HPBG) (HPBG = IPH = isolated post load hyperglycemia). Hasil penelitian Diabetes Epidemiology:
Collaborative Analysis of Diagnostic Criteria in Europe (DECODE) membuktikan bahwa mereka dengan HPBG mempunyai risiko penyakit kardiovaskular yang hampir sama dengan penderita diabetes melitus asymptomatic.


Terjadinya diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh memburuknya toleransi glukosa yang dimulai dari toleransi glukosa normal (TGN) menjadi toleransi glukosa terganggu (TGT) kemudian menjadi diabetes melitus. Memburuknya toleransi glukosa disebabkan oleh dua hal yaitu adanya resistensi insulin di jaringan perifer terutama di otot dan hati dan disfungsi sel beta pankreas. Kedua faktor tersebut sudah ada jauh sebelum terjadinya hiperglikemia. Dalam perlangsungannya sampai terjadi hiperglikemia kedua faktor tersebut berperan secara independen.
Menjadi pertanyaan adalah mana yang lebih penting sebagai penyebab terjadinya hiperglikemia apakah resistensi insulin atau disfungsi sel beta. Semua peneliti sepakat bahwa dysglycemia dimulai dari obesitas yang kemudian menjadi TGT dan berakhir dengan diabetes melitus. Hampir semua subyek obesitas ditemukan adanya resis-tensi insulin, walaupun demikian sebagian besar dari mereka dengan resistensi insulin tidak menjadi TGT ataupun diabetes melitus tipe 2. Hal ini terjadi oleh karena pada mereka ini, walaupun sudah terjadi resistensi insulin, fungsi sel β pankreas masih cukup baik untuk mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal. Belum banyak laporan mengenai resistensi insulin dan disfungsi sel β pankreas pada subyek TGT dan HPBG. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana keadaan resistensi insulin dan disfungsi sel beta pankreas pada kedua subyek tersebut.
Subyek dan Cara Penelitian
Subyek penelitian adalah peserta penelitian East Indonesia Epidemiology Study Group (EIDEG) yang dimulai pada tahun 2003. Untuk penelitian ini dipilih mereka yang mempunyai indeks masa tubuh >23 kg/m2. Dikeluarkan dari penelitian adalah mereka yang sudah mengetahui menderita diabetes melitus. Setelah berpuasa selama 12 jam sebelumnya, semua subyek yang telah memenuhi syarat penelitian menjalani pemeriksaan tes toleransi glukosa oral dengan beban 75 gram glukosa, pemeriksaan profil lipid meliputi kolesterol-LDL, kolesterol-HDL, trigliserida, dan pemeriksaan kadar insulin. Pemeriksaan glukosa plasma dengan cara enzimatis kolorimetris, menggunakan cara CHOD-PAP.
Insulin puasa diperiksa di Laboratorum Biomedis Bagian Patologi Anatomi dengan cara radioimmuno assay. Kadar kolesterol-LDL diperiksa direk dengan tehnik inovatif ditergen dengan Cholestat LDL® buatan Daiichi Pure Chemicals Co., Ltd. Kolesterol-HDL dengan metode enzimatis menggunakan Cholestest N HDL® buatan Daiichi Pure Chemicals Co., Ltd, sedang trigliserida dengan metode enzimatis kalorimetri menggunakan Dimension® buatan Dade Behring Inc.
Disebut sebagai TGT apabila kadar glukosa plasma dua jam pasca beban glukosa antara 140-199 mg/dL dan glukosa plasma puasa <126 mg/dL. Kriteria HPBG adalah mereka dengan kadar glukosa dua jam pasca beban glukosa >200 mg/dL sedangkan glukosa plasma puasa <126 mg/dL. Toleransi glukosa normal adalah keadaan yang ditandai dengan kadar GDP <100 mg/dL dan TTGO <140 mg/dL. Untuk resistensi insulin diukur dengan formula HOMA IR yaitu HOMA IR=insulin puasa (μU/mL) x glukosa plasma puasa (mmol/L)/22,5. Untuk fungsi sel beta diukur dengan rumus HOMA β=20 x insulin puasa (μU/mL)/glukosa plasma puasa (mmol/L) - 3,5. Berdasarkan cut off point dari penelitian Tabata S dkk (2009) di Jepang dinyatakan resis-tensi insulin jika nilai HOMA IR ≥2,00, sedang untuk kriteria HOMA β pada penelitian ini menggunakan kriteria Ciampeli M dkk (2005) dinyatakan nilai HOMA β rendah apabila <107. Analisis statistik disajikan dengan perangkat statistik. Hubungan antara variabel diukur dengan menggunakan one way Anova dan dilanjutkan dengan tes least significant difference (LSD). Untuk menganalisis perbedaan distribusi kejadian resistensi insulin dan disfungsi sel beta pada kelompok TGN, TGT dan HPBG digunakan uji x2.

Hasil Penelitian
Pada penelitian ini dapat diteliti sebanyak 163 orang, terdiri dari 77 pria (47,2 %) dan 86 perempuan (52,8 %), 30 subyek TGN, 65 subyek TGT dan 68 subyek HPBG, dengan umur rata-rata 49 tahun. Karakter subyek yang diteliti dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Karakter subyek TGN, TGT, dan HPBG
Keterangan: IMT= Indeks Massa Tubuh, GDP= Glukosa Darah Puasa, GD-2JPP= Glukosa Darah 2 Jam Post Prandial, TDS= Tekanan Darah Sistolik, TDD=Tekanan Darah Diastolik, LDL= Low Density Lipoprotein, HDL= High Density Lipoprotein, TG= Trigliserida.

Tabel 2 memperlihatkan perbedaan kadar HOMA-IR dan HOMA-β pada ketiga kelompok. Kadar HOMA-IR pada ketiga kelompok tidak berbeda bermakna (p=0,165) sebaliknya kadar HOMA-β pada ketiga kelompok ditemukan perbedaaan yang bermakna (p=0,000). Perbedaan kadar HOMA-β yang bermakna terutama ditemukan antara kelompok HPBG dibandingkan dengan kelompok TGT dan TGN yaitu masing-masing p=0,000, dan p=0,000. Sedangkan kelompok TGN dan TGT tidak berbeda bermakna dengan p=0,134.
Tabel 2. Perbedaan kadar HOMA IR dan HOMA B pada ketiga kelompok
Keterangan: Superscript yang berbeda pada baris yang sama, hasil uji LSD menunjukkan perbedaan yang bermakna (p <0,05).

Tabel 3 menunjukkan proporsi kejadian resistensi insulin tidak berbeda bermakna (p=0,254) pada ketiga kelompok subyek penelitian. Proporsi kejadian resistensi insulin berturut-turut dari tinggi ke rendah adalah TGT-HPBG-TGN. Tabel 4 menunjukkan proporsi kejadian disfungsi sel beta berbeda bermakna (p=0,002) pada ketiga kelompok subyek penelitian. Proporsi kejadian disfungsi sel beta berturut-turut dari tinggi ke rendah adalah HPBG-TGT-TGN.
Tabel 3. Proporsi kejadian resistensi insulin pada TGN, TGT, dan HPBG
 Keterangan: n=jumlah sampel; p=probabilitas; RI=resistensi insulin

Tabel 4. Proporsi kejadian disfungsi sel beta pada TGN, TGT, dan HPBG
 Keterangan: n=jumlah sampel; p=probabilitas; DSB=disfungsi sel beta
Pembahasan
Menurut penelitian baik obesitas dengan toleransi glukosa normal, maupun subyek TGT dan HPBG ditemukan resistensi insulin. Keadaan resistensi insulin tertinggi terutama pada subyek dengan TGT, kemudian dapat menurun pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan manifestasi klinik yang klasik. Sama halnya dengan resistensi insulin, disfungsi sel β pankreas juga sudah terjadi pada subyek obesitas dengan toleransi glukosa normal dan akan menurun pada subyek TGT dan memburuk pada penderita diabetes melitus tipe 2. Seperti diketahui pada penderita diabetes melitus klinik, fungsi sel beta hanya sekitar 40-60% dari orang normal.
Pada penelitian ini walaupun rerata resistensi insulin (HOMA IR) pada TGT lebih tinggi dibandingkan dengan kedua kelompok lainnya, tetapi secara statistik tidak ditemukan perbedaan yang bermakna. Hal ini mungkin oleh karena pada penelitian ini untuk obesitas dimasukkan juga mereka yang berat badan lebih (overweight) yaitu IMT >23 kg/m2. Penelitian Fukushima dkk di Jepang membuktikan bahwa perubahan toleransi glukosa menjadi diabetes melitus tipe 2, peran disfungsi sel β pankreas lebih penting dibandingkan resistensi insulin.
Hashimoto dkk membuktikan bahwa pada subyek HPBG terjadi gangguan sekresi insulin fase awal (insulinogenic indeks lebih rendah) dibandingkan TGN atau TGT, hal mana menunjukkan bahwa peran disfungsi sel β pankreas sangat penting untuk kejadian HPBG. Hal yang sama dibuktikan oleh Suzuki dkk yang melaporkan bahwa rasio insulin-glukosa 30 menit pasca pembebanan 75 gram glukosa pada HPBG lebih rendah secara bermakna dibandingkan subyek TGT dan TGN. Pada penelitian ini proporsi disfungsi sel beta pankreas menunjukkan perbedaan yang bermakna di antara ketiga kelompok subyek penelitian (p=0,000). Tampak bahwa dibandingkan dengan subyek obesitas TGN, subyek obes TGT mempunyai nilai HOMA β yang secara statistik lebih rendah dibandingkan subyek obesitas TGN. Walaupun demikian nilai HOMA β yang sangat rendah hanya ditemukan pada mereka yang obes HPBG. Keadaan ini sesuai dengan hasil penelitianpenelitian yang dilakukan di Jepang.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan resistensi insulin pada subyek obesitas dengan toleransi glukosa normal, toleransi glukosa terganggu, maupun hiperglikemia pasca beban glukosa. Sebaliknya disfungsi sel β pankreas lebih buruk pada toleransi glukosa terganggu maupun hiperglikemia pasca beban glukosa.

  1. Definition and diagnosis of diabetes mellitus and intermediate hyperglycemia. Report of World Health Organization? International Diabetes Federation, 2006
  2. The DECODE Study Group. Will new diagnostik criteria for diabetes mellitus change phenotype of patients with diabetes? Reanalysis of European Epidemilogical data. BMJ 1998; 317:371-5
  3. The DECODE Study Group. Age and sex-specific prevalence of diabetes and impaired glucose regulation in 13 European Cohorts. Diabetes Care 2003; 26: 61-9
  4. DeFronzo RA. Pathogenesis of type 2 diabetes: metabolic and molecular implications for identifying diabetes genes. Diabetes Review 1997; 3:177–269
  5. Ferranini E. Insulin resistance vs insulin deficiency non-insulin dependent diabetes mellitus: problems and prospects. Endocr Rev 1998; 19:477–90
  6. Lillioja S, Mott DM, Spraul M, Ferraro R, Foley JE, Ravussin E, et al. Insulin resistance and insulin secretory dysfunction as precursors of non-insulindependent diabetes mellitus: prospective studies of Pima Indians. N Engl J Med 1993; 329:1988-92
  7. Goldsland IF, Jeffs JA, Johnston DG. Loss of beta-cell function as fasting glucose increases in the non-diabetic range. Diabetalogia 2004; 47:1157-66
  8. Utzscheier KM, Kahn SE. β-cell dysfunction in type 2 diabetes. In: Defronzo RA, Ferrannini E, Keen H, Zimmet P, eds. International Textbook of Diabetes Mellitus, 3th ed. England: John Wiley & Sons, 2004.p.375–88
  9. Pratley RE, Weyer C. The role of impaired early insulin secretion in the pathogenesis of type 2 diabetes mellitus. Diabetalogia 2001; 44:929–45
  10. The Asia Pacific Perspective: Redefining Obesity and its Treatment. WHO Collaborating Centre for the Epidemiology of Diabetes Mellitus and Health Promotion for Noncommunicable Disease. Melbourne 2000
  11. Tabata S, Yoshimitsu S, Hamachi T, Abe H, Ohnaka K and Kono S.. Waist circumference and insulin resistance: a cross-sectional study of Japanese men. BMC Endocrine Disorders 2009; 9:1-7
  12. Ciampelli M, Leoni F, Cucinelli F, Mancuso S, Panunzi S, De Gaetano A, et al. Assessment of insulin sensitivity from measurements in the fasting state and during an oral glucose tolerance test in polycystic ovary syndrome and menopausal patients. J Clin Endocrinol & Metabol. 2005; 90:1398-406
  13. Westermark P, Wilander E. The influence of amyloid deposits on the islet volume in maturity onset diabetes mellitus. Diabetologia 1978; 15:417–21
  14. Butler AE, Janson J, Bonner-Weir S, Ritzel R, Rizza RA, Butler PC,. Beta-cell deficit and increased beta-cell apoptosis in humans with type 2 diabetes. Diabetes 2003; 52:102-10
  15. Fukushima M, Suzuki H, Seino Y. Insulin secretion capacity in the development from normal glucose tolerance to type 2 diabetes. Diabetes Res Clin Pract 2004; 66 (Suppl 1):S37–S43
  16. Hashimoto K, Ikewaki K, Yagi H, Nagasawa H, Imamoto S, Shibata T, et al. Glucose Intolerance is common in Japanese patients with acute coronary syndrome who were not previously diagnosed with diabetes. Diabetes Care. 2005; 28(5):1182-6
  17. Suzuki H, Fukushima M, Usami M, Ikeda M, Taniguchi A, Nakai Y, et al. Factors Responsible for Development From Normal Glucose Tolerance to Isolated Postchallenge Hyperglycemia. Diabetes Care. 1999; 22:1667-71




Artikel Lainnya