translate

English French Japanese Arabic Chinese Simplified

Masukkan email untuk berlangganan:

Blog Archive

fblike

balacinema

Balaguris89

IDIonline

Membership P2KB IDI

widgeonline dan amungonline kirteng

bg banner dan widgeopr

networkedblogs

iklan adsensecamp

Skleroderma

Skleroderma adalah merupakan suatu model dari penyakit fibrotik kulit, yang ditandai dengan adanya pengerasan dan penebalan kulit. Manisfestasi dari skleroderma bisa dalam bentuk sistemik dan lokal. Progressive Systemic sclerosis (PSS) adalah merupakan kerusakan jaringan konektif secara menyeluruh. Proses fibrotik tidak hanya berpengaruh pada kulit tetapi juga pada hati, jantung, ginjal dan traktus Gastrointestinal.

Wanita menderita lebih banyak 3 kali dari priadengan. Onset sering pada dekade ke IV, rata-rata umur 30-50 tahun. Pada beberapa studi angka ketahanan hidup selama 5 tahun ialah 34-73%. Variabel angka kelangsungan hidup dari penyakit ini sulit ditentukan , karena perubahan sclerotik dan sistemik pada phenomena Raynauds terjadi dari bulan sampai tahun.
Hingga kini belum ada obat spesifik untuk skleroderma. Terapi harus ditujukan pada alat-alat yang terkena, penderita harus dilindungi dari kedinginan bilamana terdapat phenomena Raynauds. Vasodilantasia diberikan bila terdapat gangguan vasomotorik. Efektivitas obat sulit dinilai karena penyakit cenderung membaik secara spontan. Skleroderma merupakan kolagenesis kronis dan dibagi dam dua bentuk: I, skleroderma sirkumskripta dan II, skleroderma difusa progresiva.
Skleroderma Sirkumskripta
Definisi: Skleroderma ialah kolagenosis kronis dengan gejala khas bercak-bercak putih kekuning-kuningan dan keras, yang sering kali mempunyai halo ungu di sekitarnya. Penyakit mulai dengan stadium inisial yang inflamatorik, yang kemudian memasuki fase sklerodermatik.
Sinonim : Skleroderma lokalisata atau morfea.
Etiologi : Etiologi belum diketahui, tetapi terdapat beberapa faktor familial. Kehamilan dapat menyebabkan presipitasi atau agravasi pada morfea.
Patogenesis : Patogenesisnya belum jelas.
a. Kemungkinan ada trofonerosis sebagai faktor yang mendasari, sebab penyakit dapat timbul sesudah terdapat kelainan kelenjar tiroid atau penyakit Raynaud.
b. Penyakit dapat timbul sesudah terdapat faktor-faktor provokatif, yakni trauma di kepala, penyakit infeksi (virus atau yang lain), atau intoksikasi.
c. Penyakit dapat sebagai manifestasi gangguan psikosomatik, yang menyebabkan spame vaskular.
Insidens : Wanita menderita tiga kali lebih banyak daripada pria. Usia yang paling sering terserang ialah antara 20-40 tahun. Bentuk linear lebih predominan pada anak. Bila timbul pada orang dewasa bentuk linear mulai pada usia lebih muda daripada bentuk lain.
Gejala Klinis : Gambaran klinis dapat merupakan sebuah bercak sklerotik atau plak soliter (terserang) atau bercak-bercak multipel, sebagai morfea gutata (terjarang) atau sebagai skleroderma linear.

1. Morfea Soliter S. morfea en plaque
Lesi terdiri atas sebuah bercak sklerotik yang numeler atau sebesar telepak tangan. Bercak biasanya berbentuk bulat, berbatas jelas dan berkilat seperti lilin. Warna bercak merah kebiru-biruan, kadang-kadang seperti gading dengan halo ungu (violaceus lila ring). Hal tersebut berarti lesi, tetapi tidak melekat erat pada jaringan di bawahnya.

2. Morfea Gutata
Bentuk ini sangat jarang. Lesi terdiri atas bercak kecil dan bulat yang atronik. Disekitarnya terdapat halo ungu kebiru-biruan. Beberapa lesi berkelompok, lokalisasi biasanya di dada dan leher.

3. Skleroderma Linear S. Skleroderma en coup de sabre
Lesi solitar dan unilateral. Biasanya lesi di kepala, dahi atau ekstremitas. Pada lesi terdapat atrofi dan defresi. Berbeda dengan mofea biasa, yang terletak superfisial, maka skleroderma linear menyerang lapisan-lapisan kulit dalam. Bila penyakit mulai pada usia dekade pertama atau kedua, maka seringkali disertai deformitas. Yang dapat dijumpai ialah hemi-atrofi dari sebuah ekstremitas atau muka, kontraktur di muka, atau anomali kolumna vertebre (misalnya spina bifida).

4. Morfea Segmental
Bentuk ini dapat berlokalisasi di muka dan menyebabkan hemi-atrofi. Bila berada di sebuah atau lebih dari sebuah ektremitas, di samping ada indurasi ada pula atrofi pada lemak subkutis dan otot. Akibatnya adalah kontraktur otot dan tendon, serta ankilosis pada sendi tangan dan kaki.

5. Morfea Generalisata
Bentuk tersebut merupakan kombinasi 4 bentuk di atas. Morfea tersebar luas dan disertai atrofi otot-otot, sehingga timbul disabilitas. Lokalisasi terutama dibadan bagian atas, abdomen, bokong dan tungkai. Semua bentuk morfea biasanya dalam tiga samapai 5 bulan menjadi inaktif, bahkan kemudian dapat menghilang dalam beberapa tahun, kecuali skleroderma linear, yang biasanya makin meluas.
Skleroderma Difusa Progresiva
Definisi : Penyakit ini seperti skleroderma sirkumskripta, tetapi secara berturut-turut alat-alat viseral juga dikenai.
Sinonim: Skleroderma sistemik.
Etiologi dan Patogenesis: Etiologi dan patogenesis seperti pada skleroderma sirkumskripta.
Gejala Klinis, Penyakit ini melalui tiga stadium yakni:
1. Menyerupai morbus Raynaud,
2. Mukosa terserang dan
3. Alat-alat terkena pula.

Stadium I
Kelainan vasomotorik sebagai akrosianosis dan akroasfiksi, terutama pada jari tangan. Dimuka terdapat telangiektasia. Tampak juga bercak-bercak edematosa yang berbatas tidak jelas. Kemudian terlihat bercak-bercak yang berindurasi, yang berwarna agak kekuning-kuningan. Pengerasan kulit dan keterbatasan pergerakan berakibat timbulnya muka topeng, mikrostomia, sklerodaktili pada jari tanagan dengan ulserasi pada ujung, akrosklerosis dengan hiperpigmentasi dan depigmentasi serta atrofi.

Stadium II
Mukosa oral terkena: terdapat indurasi dilidah dan gingiva serta terdapat paroksisma vasomotorik dan kelainan sensibilitas.

Stadium III
Alat-alat visera terserang. Disfungsi dan penurunan motilitas esofagus mengakibatkan disfagia dan malabsorbsi. Lambung dan usus kecil megalami kelainan yang sama. Fibrosis di paru membuat penderita dispnea, bahkan kor pulmonale dengan payah jantung. Perikarditis fan efusi perikardium dapat terjadi pula.
Secara perlahan-lahan ginjal mengalami kegagalan faal yang disertai uremia dan hipertensi. Hanya pada sebagaian kecil kasus ternyata penyakit dapat berhenti secara spontan. Survival rate dalam 10 tahun ternyata 35-47%. Sindrom C.R.S.T (calcinosis cutis, Raynaud phenomenon, scierodactily and telangiectasis sydrome).
Sindrom tersebut merupakan bentuk ringan skleroderma sistemiik. Hanya esofagus terkena, alat-alat dalam lain tidak. Pada bentuk survival rate dalam 10 tahun ialah 93 %.
Diagnosis
Diagnosis kadang baru dapat dibuat setelah observasi penderita cukup lama.
Diagnosis Banding
Kelainan kulit mula-mula dapat menyerupai mikosis atau lupus eritematosus diskoid. Sklerodaktili harus dibedakan dengan lesi pada lepra, siringomieli dan penyakit Raynaud. Bentuk ini harus didiagnosis banding dengan penyakit Raynaud dan miksedema.
Penyakit tersebut jangan dicampuradukkan dengan skleroderma (Buchke). Penyakit ini timbul sesudah penyakit infeksi (Influensa, tonsilitis). Klinis terdapat indurasi keras seperti kayu pada leher. Toraks dan muka. Secara histopatologik pada sklerodema terdapat penebalan kolagen dengan hialinisasi, sedangkan pada skleroderma tidak ada hialinisasi.
Kurang lebih ¾ kasus-kasus skleroderma menaglami resolusi lengkap sesudah beberapa bulan. Hanya ¼ diantara semua kasus menjadi resisten selama beberapa tahun. Walaupun demikian tidak ada alat viseral yang terkena. DM merupakan asosiasi sistemik satu-satunya.
Pengobatan
Hingga kini belum ada obat spesifik untuk skleroderma. Terapi harus ditujukan pada alat-alat yang terkena.
Penderita harus dilindungi terhadap kedinginan, bila terdapat fenomen Raynaud.
Vasodilatansia dapat diberikan bila terdapat gejala-gejala vaso motorik.
Kortikosteroid (triamsinolon asetonid) dapat dipakai sebagai pengobatan, disuntikkan intralesi seminggu sekali.
Efektivitas obat yang diberi sulit dinilai, sebab penyakit berkecenderungan membaik secara spontan.
Kesimpulan
1. Skleroderma merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kerusakan jaringan konektif, ditandai dengan adanya pengerasan dan penebalan kulit yang juga bisa sampai ke alat-alat dalam.
2. Skleroderma dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu:
    a. Skleroderma sirkumskripta
    b. Skleroderma difus progresiva
3. Gejala klinis pada skleroderma sirkumskipta dapat berupa bercak sklerotik atau plak soliter (tersering) atau bercak multipel; sebagai morfea gutata (terjarang) atau sebagai skleroderma linear. Pada skleroderma difus progresiva gejala klinis tergantung dari stadium yang dilalui (3 stadium), yaitu:
  • Stadium I, Kelainan vasomotorik sebagai akrosianosis dan akroasfiksi, terutama pada jari tangan. Dimuka terdapat telangiektasia. Tampak juga bercak-bercak edematosa yang berbatas tidak jelas.
  • Stadium II, Mukosa oral terkena : terdapat indurasi di lidah dan gingiva serta terdapat paroksisma vasomotorik dan kelainan sensibilitas.
  • Stadium III, Alat-alat visera terserang.

4. Hingga kini belum ada obat spesifik untuk skleroderma. terapi harus ditujukan pada alat-alat yang terkena.

  1. Adrian, Rosmini, Siti Elsina Lubis, Mansur A Nasution, “Skleroderma Sistemik” Dalam Perkembangan Penyakit Kulit dan Kelamin Menjelang Abad 21, Kumpulan Naskah Ilmiah Kongres Nasional IX PERDOSKI, Surabaya 8-11 Juli 1999, Penerbit Airlangga, Surabaya.
  2. Djuanda Suria, 1999, “Penyakit Jaringan Konektif” Dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ke-3, Penerbit FK UI Jakarta.
  3. Moschella and Hurley, 1992, Dermatology Third Edition Vol. One, W. B. Saunders Company, Harcourt Brace Jovanovich, Inc. The Curtis Center, Independence Square West, Philadelpia, Pennsylvania, 19106.
  4. R. S. Siregar, 1996, Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Penerbit EGC, Jakarta.
  5. V.N Sehgal/S. Jain, 1994, Text Book Of Clinical Dermathology Second Edition, Jaypee Brothers Medical Publishers (P)LTD, New Delhi, India.


Artikel Lainnya