translate

English French Japanese Arabic Chinese Simplified

Masukkan email untuk berlangganan:

Blog Archive

fblike

balacinema

Balaguris89

IDIonline

Membership P2KB IDI

widgeonline dan amungonline kirteng

bg banner dan widgeopr

networkedblogs

iklan adsensecamp

Sinusitis

Sesuai dengan permintaan, saya akan bahas tentang sinusitis dari A-Z walaupun lumayan singkat, termasuk pengalaman saya melakukan terapi terhadap penyakit ini.
Sinusitis adalah salah satu penyakit yang sering ditemukan. 16% dari populasi di Amerika dilaporkan menderita sinusitis setiap tahunnya. Selain itu sinusitis juga merupakan penyakit mahal. Ini terbukti sekitar US$ 2 milyar dihabiskan untuk mengobati gangguan sinus dan gangguan hidung.

Anatomi dan Fungsi Sinus
Fungsi dari sinus para nasal tidak begitu penting, tetapi teori menyebutkan sinus para nasal berfungsi melembabkan dan menghangatkan udara inspirasi, meringankan tengkorak, menahan/ melindungi muka dan tengkorak dari guncangan, dan sekresi mukus untuk membantu filtrasi udara. Keempat sinus paranasal (maksila, etmodal, frontal dan sphenoidal) dilapisi oleh mukosa. Keempat sinus berhubungan dengan rongga hidung melalui ostium dengan diameter lumen 1-3 mm. Sinus terdiri dari mukoperiosteum dimana pembuluh- pembuluh darah yang menyuplai serta kelenjarnya tidak sebaanyak mukosa cavum nasi. Silia menyapu mukus keluar melalui ostium. Ostium sinus frontal, maksila, dan etmoidal anterior terletak dikomplek osteo meatal pada meatus medial. Sinus etmoidal pesterior dan sinus sfhenoidal dan sfhenoetmoidal recess.
Patofisiologi
Transport mukus yang terhambat dan kurangnya ventilasi sinus adalah penyebab terjadinya sinusitis. Akibat obstruksi ostium sinus terjadi udema mukusa atau beberapa kelainan anatomi yang menggangu fungsi drainase. Infeksi bakteri dan virus juga dapat mengganggu atau merusak sistem transport mukus. Frekuensi gerakan silia (normalnya 700/ menit) dapat berkuraang sampai 300/ menit pada periode infeksi. 30% kasus peradangan sel columner bersilia berubah menjadi metaplasi sel- sel goblet yang mensekresi mukus. Obstrukasi dan penurunan transport, bahkan hambatan sekresi, penurunan Ph dan kadar tekanan oksigen dalam sinus yang rendah, merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri.

Ada beberapa faktor predisposisi yang berpangaruh terhadap terjadinya sinusitis (tabel I). Sebagian besar kasus penyakit sinusitis bakterial akut disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, lebih dari 0,5% infeksi saluran pernafasan atas yang menyebabkan sinusitis. Anak yang menderita demam, batuk pilek sampai 8 kali pertahun kira- kira 5- 10% berkomplikasi menjaadi sinusitis. Rhinitis alergika juga merupakan salah satu pencetus dari sinusitis. Selain itu faktor iatrogenik seperti pemasangan ET, pemasangan gigi palsu, kehamilan, perubahan kadar hormon pada masa pubertas juga merupakan penyebab terjadinya sinusitis. Rinorrhoe pada usia lanjut mungkin juga berhubungan dengan terjadinya sinusitis.
Table I
Faktor predisposisi untuk sinusitis
Rhinitis alergika
Kelainan anatomi
Barotrauma
Infeksi gigi atas dan trauma gigi
Hormonal
Imunodeficiency
Iritasi oleh zat iritan
Terganggunya ventilasi
Pemasangan nasogastrik tube dan endotrakeal tube
Infeksi saluraan pernafasan atas
Mikrobiologi
Menurut penelitiian dari komunitas pada anak dan dewasa didapatkan 70% sinusitis akut disebabkan oleh S. pnemuniae dan H. influhenza, sedangkan 25% kasus sinusitis akut pada anak disebabkan oleh B. catarhalis. Patogenesis lainnya didapatkan spesies streptokokus (8 % kasus dewasa). Staphilokokus aureus (6% kasus dewasa), sisanya dari golongan neiseria, batang gram negatif anaerob. Infeksi virus influhenza atau B. catarhalis yang memproduksi beta-laktamase yang biasanya menginfeksi orang dewasa, baru- baru ini ditemukan tidak berespon pada antibiotik tertentu. Dari uasapan nasal pasien sinusitis akut 30% didapatkan S. aureus.

Jamur adalah flora normal pada saluran pernafasan bagian atas. Tetapi mereka dapat menjadi penyebab sinusitis akut pada keadaan dimana daya tahan tubuh yang menurun dan penderita DM. Spesies arpegilus merupakan sebagian besar penyebab sinusitis jamur.
Diagnosis
Setengah hingga dua pertiga pasien dengan simptom sinus yang berobat ke dokter tidak menderita sinusitis bakteri. Peralatan diagnosis khusus mungkin bermanfaat bagi para dokter keluarga untuk membedakan sebuah flu biasa dari sinusitis bakteri. Penentuan organisme yang menyebabkan sinusitis akut membutuhkan puncture, niat (aspiration) dan budaya (kultur), tetapi prosedur tersebut jarang dilakukan dengan tepat di ruang praktik dokter keluarga. Alat lain adalah studi-studi radiografi sinus empat pandangan. Selain itu cara yang semakin populer adalah evaluasi endoskopik terhadap nasopharynx untuk mengidentifikasi kelainan-kelainan anatomi, menentukan keberadaan purulensi di sekitar kompleks osteomeatal, dan mengevaluasi pembengkakan (swelling) dan inflamasi. Akan tetapi, banyak ahli klinis dewasa ini sepakat bahwa metode diagnostik yang paling tepat adalah riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik yang lengkap.

Studi-studi yang dilakukan di klinik-klinik pengobatan primer (primary care setting) menunjukkan bahwa tidak satupun simptom atau tanda yang sensitif dan khusus untuk mendiagnosis sinusitis akut. Kemampuan prediksi ditingkatkan dengan menggabungkan tanda-tanda dan gejala-gejala untuk dipahami secara klinis. Tingkat pemahaman (impresi) klinis yang akurat berkisar antara 55 hingga 75 persen, dibanding dengan puncture dan radiograf. Di antara tanda-tanda dan gejala-gejala yang digunakan untuk meningkatkan kemungkinan dilakukannya diagnosis yang tepat terhadap sinusitis adalah "double sickening" (penyakit bifase), rasa nyeri dengan dengan prominensi unilateral, rinorhea purulen berdasarkan riwayat kesehatan, sekresi purule dalam rongga hidung pada saat pemeriksaan, nyeri pada wajah di atas atau di bawah kedua mata ketika membungkukkan badan, dan sakit gigi maksilari. Istilah "double sickening" ini mengacu pada para pasien yang mulai mengalami flu (cold) dan semakin parah, hanya untuk mengembalikan kongesti dan ketidaknyamanan (Tabel 2).
Table 2
Indikator klinik
“ Dauble sickening”
Nyeri unilateral
Nyeri pada mata sampai muka bagian depan
Nyeri pada maksila dan gigi
Riwayat sekret hidung purulen
Sekret purulen dalam rongga hidung pada saat pemeriksaan
Pada kasus-kasus inflamasi akut, palpasi dan perkusi terhadap sinus yang terjadi bisa menimbulkan kelembutan (tenderness). Daerah-daerah berikutnya harus dipalpasi: pangkal gigi rahang atas (maxilarry floor), diraba dari langit-langit mulut; dinding rahang atas belakang, dari dagu; dinding etmoid lateral, dari canthus medial; pangkal depan (frontal floor), dari akar orbit; dan dinding depan belakang, dari tengkorak supraorbital.

Transiluminasi biasanya digunakan untuk menilai sinus-sinus maksilar dan depan, walaupun rendahnya reproduksibilitas antara para pengamat dan tidak adanya hubungan dengan sinusitis membatasi penggunaan transiluminasi sebagai alat diagnosis.

Pada anak-anak, simptom-simptom sinusitis kurang spesifik dibanding pada orang dewasa. Simptom-simptom meliputi kongesti pada hidung yang bersifat tetap dan batuk yang berlangsung lebih dari sepuluh hari, demam tinggi dan keluarnya cairan nanah dari hidung. Anak-anak jarang mengalami nyeri pada wajah atau sakit kepala.
Diagnosis berbeda terhadap sinusitis akut meliputi infeksi saluran napas atas yang lama, sakit gigi, nasal body foreign, migran atau cluster headache, arteritis temporal, sakit kepala berat dan gangguan temporomandibular.
Imaging
Studi-studi pencitraan (imaging) membutuhkan biaya besar pada penilaian awal dan pengobatan para pasien dengan temuan-temuan klinis yang menunjukkan sinusitis akut. Akan tetapi, radiograf mungkin bermanfaat dalam kasus-kasus yang tidak pasti atau kambuhan. Seri-seri sinar-x sinus normal memiliki nilai prediktif negatif sebesar 90 hingga 100 persen, terutama untuk sinus-sinus frontal dan maksilar. Nilai prediktif positif sinar-x dengan menggunakan level opacifikasi dan level udara-cairan sebagai titik akhir adalah 80 hingga 100 persen, namun sensitivitasnya rendah karena hanya 60 persen pasien dengan sinusitits akut memiliki level opacifikasi atau udara-air.

Selama ini studi standar tradisional berupa seri sinus empat pandangan (four-view sinus series) yang mencakup: (1) Waters view, di mana occiput diteteskan (dagu pasien dan ujung hidup berhadapan dengan permukaan film) untuk memudahkan melihat sinus-sinus maksilar dan frontal; (2) Caldwell view, di mana dahi dan ujung hidung bersentuhan dengan film (cara ini membantu visualisasi yang lebih jelas sinur-sinus frontal dan ethmoid); (3) pandangan samping (lateral view), di mana sinus sphenoid dan dinding sinus frontal posterior terlihat; dan (4) pandangan submentovertex, di mana sinus-sinus sphenoid dan sel-sel ethmoid posterior terlihat.

Suatu studi klinis pengobatan umum Veteran Affairs, dengan menggunakan kriteria standar level udara-cairan, opasitas sinus atau penebalan mucosal (lebih besar dari 6 mm) untuk mendiagnosis sinusitis, menunjukkan bahwa suatu Waters view mempunyai tingkat kesesuaian yang tinggi dengan seri-seri sinus yang lengkap. Dalam studi ini, 88 persen pasien dengan sinusitis menderita penyakit maksilar. Suatu occipitomental (Waters) view pada anak-anak memiliki tingkat keakuratan 87 persen dalam mendiagnosis sinusitis akut. Dalam beberapa situasi di mana sinar-x diindikasikan, menggunakan suatu Waters view lebih disukai daripada studi empat pandangan tradisional.

Scanning computed tomographic (CT) terhadap sinus tidak digunakan dalam evaluasi rutin sinusitis akut. Studi-studi CT sinus yang terbatas berguna dalam menentukan kompleks osteomeatal dalam mengantisipasi terhadap konsultasi otolaringologi dan pembedahan sinus endoskopik fungsional guna mengevaluasi dan mengobat inflamasi sinus kronis. Scanning CT sinus memiliki kepekaan yang tinggi namun spesifisitas yang rendah untuk menunjukkan sinusitis akut. Empat puluh persen pasien asimptomatik dan 87 persen pasien dengan sakit flu biasa mengalami kelainan sinus pada CT sinus.
Terapi
Pengobatan Bantuan (Adjunctive Treatment)
Selain mempertimbangkan terapi antibiotik pada para pasien yang mengalami sinusitis akut, para dokter keluarga bisa memberikan rekomendasi berkaitan dengan terapi-terapi bantuan seperti diet, uap, pembersihan hidung dengan saline, dekongestan topikal, dekongestan oral, agen-agen mukolitik, antihistamin dan kortikosteroid intranasal. Terapi-terapi bantuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan fungsi siliari dan mengurangi edema guna meningkatkan drainase melalui ostia sinus. Sayangnya, hanya sedikit uji coba yang dilakukan untuk menyelidiki efektivitas dari metode-metode ini.

Menyesap (minum seteguk-seteguk) cairan-cairan panas, menggunakan panas air dengan sebuah handuk panas dan menghirup uap dapat meningkatkan fungsi siliari dan mengurangi kongesti dan nyeri wajah. Pembersihan hidung dengan air garam memberikan kelegaan sesaat pada kongesti dengan menghilangkan kerak-kerak (crust) dan sekresi-sekresi. Suatu larutan saline biasa dapat dibuat dengan menambahkan seperempat sendok teh garam meja hingga 8 oz air panas untuk diberikan dengan sebuah botol pencet atau botol semprot pompa.

Dekongestan dapat memberikan kelegaan sesaat pada penyumbatan hidung. Semprotan atau memasukkan tetesan ke dalam hidung berfungsi dengan membatasi sinusoid pada mukosa hidung (Tabel 3). Sinusoid-sinusoid ini diatur oleh adrenoreseptor [alpha.sub.1] dan [alpha.sub.2]. Aliran darah mukosal nasal tidak banyak dipengaruhi oleh agonis-agonis [alpha.sub.1], namun studi-studi terkini menunjukkan bahwa oxymetazoline (Afrin), sebuah agonis adrenoreseptor pilihan [alpha.sub.2], justru menghambat penyembuhan sinusitis maksilari karena mengurangi aliran darah mukosal nasal. Akibatnya, agonis-agonis [alpha.sub.1], seperti phenylephrine (Neo-Synepherine), adalah jenis-jenis dekongestan mukosal topikal yang paling banyak disukai. Mengingat risiko terjadinya rhinitis balik/rebound rhinitis (rhinitis medicamentosa), pemakaian dekongestan-dekongestan topikal harus dibatasi pada tiga hingga empat hari atau kurang.







Dekongestan-dekongestan oral seperti pseudoephedrine (Novafed), yang dipakai dengan dosis 60 hingga 120 mg, akan mengurangi kongesti pada hidung dalam 30 menit, dan efek-efeknya tetap bertahan selama hingga empat jam. Efek-efek samping meliputi rasa cemas, insomnia, tachycardia dan hipertensi. Tidak ada uji coba klinis yang menunjukkan efektivitas dari dekongestan-dekongestan oral dalam mengobati sinusitis akut.

Dalam kombinasi-kombinasi dekongestan (misal, Entex L.A) dianjurkan secara luas untuk mengurangi sekresi-sekresi meskipun efektivitasnya belum teruji. Dosis 2.400 mg yang dianjurkan masih berada di bawah level yang bisa mengakibatkan emesis. Sebuah studi terbaru yang membandingkan efek-efek guaifenesin dan placebo untuk membersihkan mukosiliari di hidung dan frekuensi denyutan siliari gagal menunjukkan efek yang pasti.

Tidak ada alasan untuk menggunakan antihistamin dalam mengobati sinusitis akut, karena histamin tidak berfungsi dalam kondisi ini dan agen-agen ini mengeringkan selaput-selaput mucous dengan kerak-kerak yang menghambat

kompleks osteomeatal. Antihistamin-antihistamin generasi kedua yang lebih baru dan bukan jenis penenang tidak menimbulkan kekeringan yang berlebihan dan pengerakan; namun, tidak ada bukti yang mendukung pemakaian agen-agen mahal ini.

Walaupun dianjurkan secara luas untuk sinusitis akut, manfaat steroid-steroid intranasal masih dipertanyakan. Mengingat peranan terbatas dari rhinitis alergik pada etiologi sinusitis akut dan efektivitas terbatas dari agen-agen steroid dalam uji-uji coba klinis, steroid-steroid topikal tidak boleh digunakan secara rutin dalam pengobatan sinusitis akut.
Antibiotik
Manfaat pasti dari antibiotik dalam mengobati sinusitis akut belum jelas. Sebuah studi terbaru terhadap para pasien dewasa dengan sinusitis maksilari akut yang didiagnosis dengan menggunakan uji klinis dan radiografik dan diobati dengan amoxicilin (dengan dosis 250 mg tiga kali sehari selama tujuh hari) atau placebo memperlihatkan tidak adanya perbedaan yang signifikan pada hasilnya. Setelah dua minggu, 83 persen kelompok amozicilin dan 77 persen kelompok placebo menunjukkan simptom-simptom yang sangat berkurang, dan 65 persen dan 53 persen sembuh. Sebaliknya, uji-uji coba terbatas secara acak lainnya memperlihatkan efektivitas pengobatan antibiotik untuk infeksi-infeksi sinus akut pada orang dewasa dan anak-anak.

Sebuah studi di sebuah praktik umum di Norwegia membandingkan amoxicilin, penisilin dan placebo dalam mengobati para pasien dewasa dengan sinusitis akut. Delapan puluh enam persen dari kelompok antibiotik menganggap dirinya sembuh atau lebih baik, dibanding dengan 57 persen kelompok placebo. Durasi rata-rata sinusitis pada kelompok-kelompok amoxicilin, penisilin dan placebo masing-masing adalah sembilan, 11 dan 17 hari. Dalam sebuah studi terhadap anak-anak berusia dua hingga 16 tahun dengan sinusitis maksilari akut, tingkat kesembuhan keseluruhan pada hari ke-10 adalah 67 persen untuk amoxicilin, 64 persen untuk potasium amoxicilin-clavulanate (Augmentin) dan 43 persen untuk placebo. Sinusitis akut disebabkan oleh organisme-organisme yang sama yang menyebabkan media otitis, dan pilihan obatnya pun sama.

Walaupun insidensi organisme-organisme yang memproduksi beta-lactamase yang mengakibatkan sinusitis maksilari adalah 25 persen di beberapa komunitas, tidak ada hasil yang superior dengan penggunaan antibiotik berspektrum luas dibanding dengan amoxicilin. Sejumlah studi yang mengevaluasi pengobatan sinusitis dengan antibiotik telah memperlihatkan bahwa amoxicilin, trimethoprim-sulfamethoxazole (Bactrim), penisilin V (V-Cillin K), minocycline (Minocin), doxycycline (Vibramycin), cefaclor (Ceclor), azitromycin (Zithromax), amoxicilin-clavulanate potassium, loracarbef (Lorabid), bacampicilin (Spectrobid), cefuroxime (Ceftin) dan clarithromycin (Biaxin) sama efektifnya dalam menghasilkan peningkatan simptomatik dan bakteriologik pada 80 hingga 90 persen pasien. Sebagian besar studi menggunakan tujuh hingga 14 hari terapi antibiotik.

Sebuah studi terhadap para pasien pria dewasa yang dilaporkan baru-baru ini di sebuah klinik Veterans Affairs pengobatan umum dengan simptom-simptom sinus dan bukti radiografik adanya sinusitis maksilari membandingkan efektivitas trimethoprim-sulfamethoxazole dua kali sehari selama tiga hari dan 10 hari. Sekitar 14 hari, 77 persen kelompok tiga hari dan 76 persen kelompok pengobatan selama 10 hari menganggap simptom-simptomnya telah sembuh atau membaik, yang menunjukkan bahwa rangkaian terapi yang lebih singkat dibanding terapi tradisional selama 10 hingga 14 hari mungkin efektif. Akan tetapi, sebagian kalangan mempertanyakan validitas studi ini, sehingga terapi standar lebih disukai hingga data-data yang lebih lengkap sudah tersedia.

Sebagian besar pasien (90) persen dengan diagnosis sinusitis akut berharap menerima preskripsi untuk antibiotik, bersama dengan rekomendasi-rekomendasi pengobatan pendukung. Pertimbangan-pertimbangan pengobatan meliputi harapan pasien, pola alamiah dari penyakit yang tidak terobati, hilangnya waktu kerja, efektivitas yang tercatat, efek-efek buruk, dan durasi serta biaya terapi. Penggunaan antibiotik berspektrum luas, corticosteroid nasal, dan antihistamin semakin menambah mahalnya pengobatan dengan manfaat yang tidak seberapa. Uji-uji coba yang lebih terkendali diperlukan untuk memperjelas efektivitas dari berbagai macam pilihan pengobatan ini.


Kegagalan Pengobaan dan Komplikasi

Walaupun pemakaian antibiotik dan terapi penduduk tertentu telah dilaksanakan, 10 hingga 25 persen pasien pengobatan primer masih tetap mengalami simptom. Evaluasi ulang terhadap para pasien ini di klinik, dua sampai tiga minggu setelah kunjungan pertama, harus mencakup riwayat yang lengkap dan pemeriksaan fisik, dan suatu Waters view terhadap sinusitis perlu dilakukan untuk memastikan diagnosis. Terapi empiris bisa mencakup pemberian antibiotik tahap kedua selama dua minggu.

Antibiotik tampaknya kurang bermanfaat dalam pengobatan sinusitis kronis. Sinusitis kambuhan atau kronis sering membutuhkan konsultasi otolaryngologi. Pencitraan dengan CT terhadap kompleks osteomeatal yang diikuti oleh functional endoscopic sinus surgey (FESS) sering berhasil memulihkan fisiologi aerasi sinus dan drainase. Antara 80 dan 90 persen pasien FESS mengalami peningkatan simptom yang signifikan.

Dalam era terapi antibiotik dan askses yang memadai untuk mendapatkan pengobatan primer, komplikasi-komplikasi sinusitis yang parah jarang terjadi. Akan tetapi, 75 persen dari seluruh infeksi orbital merupakan akibat langsung dari sinusitis.

Notes: [Pengalaman Saya dalam melakukan terapi sinusitis]
Yang pernah saya gunakan dalam terapi:
  • Antibiotik: Gatifloxacin 1 x 400 mg sebagai antibiotik tunggal
  • Dekongestan dll. bersifat simptomatik
atau Antibiotik bisa di ganti dengan:
  • Ciprofloxacin 2 x 500 mg di gabung dengan
  • Metronidazol 3 x 500 mg
  • Dekongestan dan atau hal-hal yang bersifat simptomatik.
Terapi ini bisa sampai 1 hingga 2 bulan lamanya. Tetapi sesuai pengalaman, terapi di atas biasanya cukup 2 - 3 kali kunjungan..[..yang sudah-sudah sih bergitu...]

Semoga bermanfaat



Artikel Lainnya