translate

English French Japanese Arabic Chinese Simplified

Masukkan email untuk berlangganan:

Blog Archive

fblike

balacinema

Balaguris89

IDIonline

Membership P2KB IDI

widgeonline dan amungonline kirteng

bg banner dan widgeopr

networkedblogs

iklan adsensecamp

Decompensatio Cordis

Penyakit Jantung dan pembuluh darah di Indonesia sudah merupakan masalah kesehatan masyarakat, sebagaimana diketahui dari SKRT (Survai Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1992 dan tahun 1995 penyakit jantung dan pembuluh darh menduduki peringkat pertama sebagai penyebab kematian (Anonim, 1998). Walaupun angka-angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, tetapi dengan perubahan pola hidup masyarakat yang modern serta kemajuan fasilitas kesehatan dapat diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan bertambah setiap tahunnya.
Penyebab kematian yng sering terjadi adalah edema paru-paru akut yang terjadi pada penderita dengan gagal jantung kronis untuk jangka waktu yang lama. Kadang-kadang edema ini disebabkan oleh infark myokard baru. Bila edema paru-paru akut timbul pada seseorang tanpa kerusakan baru di jantung, maka biasanya ditimbulkan oleh pembebanan secara berlebihan pada jantung yang bersifat sementara, seperti aktifitas yang lebih berat (Guyton, 1996). Sebelum pertengahan tahun 1980, dasar pengobatan gagal jantung masih secara tradisional : (1) Retriksi garam dan cairan, (2) Digitalisasi, sebagai obat inotropik untuk merangsang kerja otot jantung, (3) Diuretik untuk mengendalikan volume cairan intravaskular. Hasil pengobatan ini bersifat semu, karena tidak mengubah perjalanan penyakit gagal jantung maupun pola mekanisme yang berperan pada patofisiologi gagal jantung. Proses hipertrofi tetap berlanjut, bahkan akibat pemberian digitalis serta diuretic yang tidak diawasi dengan baik sering menimbulkan penyakit seperti aritmia dan menurunnya ion k yang sering fatal.
Definisi Gagal Jantung Kongestif (GKJ)
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braunwald 1992 cit Suryadipraja 1996). Definisi alternatif menurut packer, gagal jantung kongestif atau Congestive Heart Failure (CRF) merupakan suatu sindrom klinis yang rumit yang ditandai dengan adanya abnormalitas fungsi ventrikel kiri atau kanan dan kelainan regulasi neurohormonal,diserta dengan intoleransi kemampuan kerja fisik (effort intolerance), retensi cairan dan memendeknya umur hidup (reduced longevity) (Suryadipraja, 1996). Gagal jantung kiri dalam jangka panjang dapat diikuti dengan gagal jantung kanan, demikian juga gagal jantung kanan dalam jangka panjang dapat diikuti gagal jantung kiri. Bilamana kedua gagal jantung tersebut terjadi pada saat yang sama maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif (GKJ). (Sitompul et.al. 1996). Istilah umum gagal jantung kongestif (GKJ) digunakan untuk menerangkan sejumlah sindrom yang terliht dalm praktek klinis kedokteran. Sinrom-sindrom ini terdiri dari gejala-gejala dn tanda-tanda fisik yang berhubungan dengan:
  1. kegagalan ventrikel kiri sebagai pompa,
  2. Kegagalan ventrikel kanan sebagai pompa, 
  3. Hipertensi vena paru-paru dan 
  4. hipertensi vena sistemik.
Etiologi
Patologi awal dalam gagal jantung kongestif (GKJ) adalah pengurangan kontraktilitas miokardium yang terlazim ditimbulkan oleh hipertensi, penyakit arteri coronaria dan penyakit otot jantung seperti miokarditis dan kardiomiopati. Penyebab paling umum dari gagal jantung kongestif (GKJ) di Amerika Serikat adalah penyakit jantung koroner, hipertensi sistemik, kardiomiopati dan penyakit katup jantung. Penyebab lain yang sering adalah miokarditis dan Diabetes mellitus. Faktor-faktor presipitasi dari GKJ:
a. Infeksi pada paru-paru
b. Demam atau sepsis
c. Anemia (akut atau menahun)
d. Tidak teratur minum obat diet rendah garam dan air
e. Beban cairan yang berlebihan (misalnya dapat pengobatan dengan infus)
f. Terjadinya infark jantung akut berulang (re-infark)
g. Aritmia
h. Emboli paru-paru
i. Melakukan pekerjaan beban berat apalagi mendadak
j. Stres emosional, kehamilan dan pemakaian kortikosteroid
k. Hipertensi yang tidak terkontrol.
Faktor Risiko
Kondisi- kondisi risiko tinggi meliputi:
a. Hipertensi
b. Merokok
c. Kurang olah raga
d. Diabetes Militus
e. Alkohol
f. Diit tinggi lemak jenuh
Insidensi
Diperkirakan lebih dari 2 juta pasien di Amerika Serikat menderita gagal jantung dan kira- kira 400.000 pasien baru berkembang menjadi gagal jantung kongestif per tahun. Angka kesakitan dan angka kematiannya cukup tinggi. Setiap tahun kira- kira 900.000 pasien dirawat di rumah sakit dengan gagal jantung kongestif dan 200.000 pasien mati pada keadaan ini. Rata- rata setiap tahun angka kematian sebesar 40% sampai 50% pada pasien dengan gagal jantung kongestif yang berat. Pada study framingham menunjukan angka mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% pada wanita (Sitompul et all, 1996).
Patofisiologi
Menurut Kubo manifestasi klinis patofisiologi gagal jantung merupakan interaksi yang rumit antara fungsi utama jantung (sistolik dan diastolik) dan fungsi vaskuler perifer. Perubahan pada vascular perifer sebagian terjadi akibat pengaruh sistem vasokonstriktor neurohormonal yang menyebabkan perubahan pada tonus arteri dan vena, yang selanjutnya mempunyai efek yang dalam pada kinerja jantung. Aktivitasi system neurohormonal ini berupa peningkatan aktifitas rennin plasma, norepinefrin plasma serta arginin vasopresin (Price dan Wilson, 1995).
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung kongestif sangat beragam dan bergantung pada banyak factor antra lain etiologi kelainan jantung, umur pasien, berat atau ringannya kelainan, terjadinya secara mendadak atau berlangsung perlahan dan menhun, ventrikel mana yang menjdi pencetus (bahkan pada fase siklus jantung mana terjadi proses ini),serta factor-faktor lain yang mempercepat terjadinya gagal jantung. Semua gejala dan tanda-tanda GKJ adalah akibat-akibat mekanisme: (1) Curah jantung yang rendah, (2) Mekanisme kompensasi yang terjadi dengan segala prosesnya. Apakah hal ini hanya berupa sesak nafas waktu bekerja dan takikardia, sampai adanya edema dan hepatomegali akibat terjadi retensi Na dan bendungan cairan karena aldosteron yang meningkat. Sedangkan tanda-tanda yang ada pada jantung merupakan kelainan primer yang menjadi sebab gagalnya jantung, misalnya terdapat tanda-tanda infark jantung atau stenosis aorta (Suryadipraja, 1996).
Gejal-gejala GKJ umumnya meliputi :
  1. Kelelahan, kelemahan anggota badan
  2. Dispneu (sesak nafas)
  3. Ortopneu (sesak nafas ketika berbaring)
  4. Dispneu nocturnal paroksismal (Pasien mendadak bangun karena kesulitan bernafas)
  5. Batuk
  6. Nokturia
  7. Anoreksia (kehilangan nafsu makan), karena perfusi ke gastro intestinal yang kurang.
  8. Nyeri kuadran kanan atas (karena distensi kapsul hepatis yang membesar)
Tanda dan gejala utama semua bentuk payah jantung kongestif (GKJ) meliputi takikardi, penurunan toleransi gerak badan dengan keletihan otot yang cepat timbulnya merupakan akibat langsung utama penurunan curah jantung (Cardiac Output). Manifestasi lain akibat mengkompensasi cacat jantung adalah hipertrofi miokardium.
Diagnosis
Karena tidak ada suatu gambaran spesifik untuk GKJ maka diagnosis tergantung atas riwayat gejala payah jantung, pemeriksaan yang cermat untuk menentukan tanda GKJ dan interprestasi tepat terhadap data laboratorium yang rutin.
Tanda Gagal Jantung Kongestif
Tanda-tanda pada GKJ bervariasi, tergantung atas etiologi yang mendasarinya :
  1. Takikardi, karena peningkatan tonus simpatis
  2. Pernafasan Cheyne – Stokes.
  3. Sianosis, karena pengurangan pengangkutan oksigen.
  4. Pulsus alternans.
  5. Ronki basah basal, karena kongesti paru.
  6. Peninggian tingkat pulsasi vena jugularis.
  7. Palpasi prekardium, apek jantung bergeser ke kiri dari normalnya.
  8. Bunyi jantung :
    a. S1 lembut karena katup mitral menutupnya kurang hebat akibat kontraksi yang lemah.
    b. S2 mengeras, karena tekanan pembuluh paru meningkat.
    c. S3 gallop summation.
  9. Bising jantung, karena ada regurgitasi pulmonal.
  10. Hepatosplenomegali, karena adanya bendungan vena sistemik.
  11. Asites, timbul sekunder terhadap hipertensi portal.
  12. Edema perifer.
  13. Frekuensi pernafasan biasanya cepat (30 sampai per menit) dan biasannya ada penggunaan otot pernafasan tambahan yang menonjol, bersama dengan retraksi interkostal.
Gambaran Laboratorium
1. Foto torak
a. Dilatasi vena pulmonalis
b. Tekanan arteri pulmonalis meningkat
c. Pembesaran jantung.
2. Elektrokardiografi (EKG)
Tidak ada gambaran spesifik pada EKG yang menunjukan GKJ.
3. Ekhokardiografi
4. Kateterisasi jantung, untuk memperlihatkan peningkatan tekanan vena sistemik.
Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis gagal jantung kongestif menurut studi Framingham
Kriteria Mayor
  • Sesak nafas yang mendadak pada waktu malam atau waktu tidur
  • Sesak nafas dan batuk pada waktu aktifitas
  • Tahanan vena jugularis yang tinggi
  • Rales
  • Cardiomegali
  • Edema pulmonary yang akut
  • Suara jantung S3 gallop
  • Kenaikan tekanan vena > 16 cm
  • Hidrotoraks
Kriteria Minor
  • Edema pergelangan kaki
  • Batuk malam hari
  • Hepatomegali
  • Effusi pleura
  • Kapasitas vital menurun 1/3 dari maksimum
  • Takikardi (lebih dari 120 per menit)
Kriterai mayor atau minor Kehilangan berat badan kurang lebih 4,5 Kg dalam 5 hari setelah mendapat pengobatan. Untuk menegakan diagnosis GKJ adalah apabila ada 2 atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor harus secara bersama.
Terapi Gagal Jantung
Pengendalian keadaan gagal jantung kongestif, dapat dibagi dalam 3 kategori:
  1. Mengurangi beban kerja jantung termasuk preload dan afterload.
  2. Mengendalikan retensi berlebihan garam dan air
  3. Memperbesar kemampuan kontraksi miokardium {braunwald, 2000)
  • Diuretik. Diuretika tiazid (klortiazid), Furosemid, Metazolan, Spironolakton, Triameteran, amilorid.
  • Vasodilator. Monoksidil, Hidralazin, Prasozin, Isosorbid dinitrat, Nitrogliserin, Natrium nitroprusid.
  • Digitalis. Digoksin, Digitoksin.
Prognosis
Prognosis gagal jantung tergantung secara primer pada sifat penyakit yang mendasarinya dan pada ada atau tidak adanya faktor pencetus yang dapat diobati. Prognosis jangka panjang untuk gagal jantung adalah paling baik jika bentuk penyakit jantung yang mendasarinya dapat diterapi. Prognosis juga dapat diperkirakan dengan mengamati respon terhadap terapi. Jika perbaikan klinis terjadi hanya dengan pembatasan sedang garam dalam diet dan digitalis dan digitalis atau diuretik dosis kecil, hasilnya jauh lebih baik dari pada jika, sebagai tambahan pengobatanini, diperlukan terapi diuretik intensif dan vasodilator (Braunwald, 2000).
Bahasan
Berdasar kan kasus diatas maka dapat didiagnosis sebagai Decompensatio Cordis, hal ini didasari oleh:
a. Anamnesa: sesak nafas sudah 2 hari yang lalu sebelum masuk PKU Nanggulan. Sesak nafas timbul pada saat setelah beraktifitas yaitu melakukan kerja bakti bersama di RT. Sesak nafas berkurang pada saat duduk dan bertambah saat berbaring. Sesak nafas disertai rasa tidak enak diperut bahkan timbul mual muntah sehingga nafsu makan pun menurun. Sesak nafas juga kadang terjadi secara tiba- tiba saat tengah malam dikala tidur. Pasien juga mengeluh nyeri dada sebelah kiri tetapi rasa nyerinya tidak menjalar keanggota tubuh lain. Batuk darah dan berbusa.
b. Pemeriksaan fisik: pada pemeriksaan leher didapatkan JVP meningkat, pada pemeriksaan thorax ictus cordis terlihat lifting dan melebar ke axilaris, irama jantung terdengar irama gallop, suara paru terdaoat ronkhi basah basal, hemoptoe berbusa, udema pada kedua tungkai, tensi yang tinggi 200/ 120 mmhg.
c. Pemeriksaan penunjang: dalam hal ini hanya hasil pemeriksaan EKG saja yang mendukung, yaitu gambaran gelombang QRS yang patologis.
Jadi diagnosis kerja disini adalah Decompensatio Cordis. Dalam pengobatan gagal jantung ini tidak hanya diperlukan pengobatan dengan farmakologis saja, tetapi diperlukan juga pengobatan nonfarmakologis. Hal ini dapat kita lihat dlam pedoman terapi seperti yang pernah dijelaskan dalam tinjauan pustaka, bahwa salah satunya adalah mengurangi retensi garam dan air. Disinilah peranan kita sebagai dokter keluarga untuk senantiasa memantau dan memberikan anjuran kepada pasien gagal jantung agar merubah pola hidup seperti halnya anjuran untuk mengurangi konsumsi garam, mengurangi konsumsi lemak, olah raga teratur seperti jalan pagi 3 kali dalam 1 minggu, mengurangi atau berhenti merokok, mengurangi stress dan diet rendah garam. Perubahan pola hidup tersebut merupakan pengobatan nonfarmakologis menurut beberaoa ahli pengobatan. Cara ini sama pentingnya dengan pengobatan farmakologis dan mempunyai keuntungan lain terutama pada pengobatan decompensatio cordis. Pada decompensatio cordis, pengobatan nonfarmakologis kadang- kadang dapt mengontrol tekanan darah, sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak perlu atau sekurang- kurangnya ditunda.


Artikel Lainnya