translate

English French Japanese Arabic Chinese Simplified

Masukkan email untuk berlangganan:

Blog Archive

fblike

balacinema

Balaguris89

IDIonline

Membership P2KB IDI

widgeonline dan amungonline kirteng

bg banner dan widgeopr

networkedblogs

iklan adsensecamp

Allergic Drug Eruption

Definisi dari erupsi obat alergik atau allergic drug eruption ialah reaksi alergik pada kulit atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat. Dari anamnesa penderita didapatkan keluhan, yaitu muncul sisik di seluruh tubuh yang didahului dengan kulit berwarna merah dan gatal, karena minum jamu. Dan pada pemeriksaan klinis didapatkan deskuamasi dengan patch eritema diseluruh tubuh, hal ini dapat dijadikan dasar untuk mendiagnosa erupsi obat.


Dimana erupsi obat dapat berbentuk:
  1. Urtikaria
  2. eritema
  3. Eritroderma
  4. Purpura
  5. Eksantema Fistum
  6. Eritema Nodusum
  7. Dermatitis medikamentosa
  8. Pustulosis Eksantema Generalisata Akut

Pada penderita ini bentuk kelainan yang muncul adalah eritroderma, yang definisinya adalah kelainnan kulit yang ditandai dengan adanya eritema di sluruh tubuh dan disertai skuama. Eritroderma biasanya muncul dlm waktu 10 hari, pada mulanya kelainan kulitnya hanya berupa eritema tanpa disertai skuama dan pada waktu penyembuhan barulah timbul skuama.
Terapi yang diberikan pada penderita ini adalah;
  • Interhistin Tab. 1 x 1 dan
  • Inj. Diladryl 1 cc i.m dan
  • Medixon 2 x 1.

Pada buku ditulis untuk terapi erupsi obat dengan bentuk eritroderma adalah Kortikosteroid (Prednison 3 x 10 mg/hari) dan salep Lanolin 10% yang dioleskan untuk skuama.
Pemberian Antihistamin disini adalah untuk mengurangi rasa gatal. Prognosis erupsi obat pada dasarnya baik bila penyebabnya dapat diketahui dan sgera disingkirkan. Akan tetapi pada beberapa bentuk, misal; eritroderma dan kelainan-kelainan lainnya (Sindrom Lyell dan Stevens-Johson), prognosisnya dapat menjadi buruk tergantung pada luas kulit yang terkena.

1. Bagaimana mekanisme erupsi obat melalui reaksi imunologik?
Erupsi obat dengan mekanisme imunologik dapat melalui cara sebagai berikut;
  • Type I: Reaksi anafilaktik, disebabkan oleh penggabungan alergen dengan molekul IgE pada sel mast/basofil sehingga terjadi pelepasan mediator aminovasoaktif misalnya histamin, serotonin dll.
  • Type II: Reaksi sitotoksis, memerlukan penggabungan antara IgG atau IgM dengan antigen yang umumnya melekat pada sel. Apabila sistem komplemen teraktivasi, akan terpacu sejumlah reaksi yang berakhir sebagai lisis/fagositosis virus, bakteri maupun antigen lainnya.
  • Type III: Reaksi komplek imun terbentuk oleh agregasi antara antigen, antibodi dan komplemen.
  • Type IV: Reaksi alergik selular tipe lambat. Reaksi ini melibatkan sel T yang akan tersensitisasi dengan antigen. Sebelum sel T bereaksi terhadap antigen, maka antigen diproses dan disajikan kepada sel T oleh makrofag atau sel langerhans. Setelah terjadi interaksi antara makrofag, antigen dan sel T maka sel tersebut akan mengalami transformasi blastogenesis sehingga terjadi peningkatan aktivitas metabolik. Sel-T akan mengeluarkan limfokin, yang mampu merangsang dan mempengaruhi reaksi peradangan selular.

2. Erupsi Obat selain melalui reaksi imunologik dapat melalui reaksi nonimunologik.
Reaksi apa saja yang termasuk reaksi non-imunologik?
Yang termasuk reaksi non imunologik adalah:
  • a. Reaksi Farmakologik, yaitu yang langsung mmacu sel mast, sehingga terjadi pelepasan mediator (contohnya obat golongan opiat) dan bahan yang mnyebabkan perubahan asam arakhidonat (misal aspirin, obat antiinflamasi non-steroid).
  • b. Reaksi racun dan interaksinya. Racun dapat berhubungan dengan berbagai efek pada racun, contoh pada penderita dengan defisiensi glukosa-6-posfat-dehidrogenase (G6PD), bila diberikan obat misalnya sulfonamid akan meningkatkan resiko terjadinya hemolysis dan anemia.
  • c. Reaksi Fotosensitivitas.


  1. Mochtar H, 1999, Erupsi Obat Alergi dlm Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi ketiga, FKUI, Jakarta;139-142
  2. Millikan, L.E., Drug Eruption (Dermatitis Medikamentosa)., Moschella dan Hurley of Dermatology, ed: Moschella,Hurley., Vol 1, W.B Saunders,1991; 535-542


Artikel Lainnya